Anggota DPR Desak Kemenhut Buka Peta Nasional Tambang Ilegal di Hutan Lindung & Taman Nasional
Kemenhut diminta membua data peta nasional perambahan hutan dan tambang ilegal di seluruh kawasan hutan lindung dan taman nasional.
Ringkasan Berita:
- Kemenhut diminta segera memutakhirkan data dan membuka peta nasional perambahan hutan dan tambang ilegal periode 2020–2025
- Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv mengatakan, perambahan kawasan taman nasional tidak bisa dibiarkan berlarut-larut
- Pelibatan Kepolisian dinilai penting agar penegakan hukum berjalan lebih sistematis dan menyeluruh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv, meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) segera memutakhirkan data serta membuka peta nasional perambahan hutan dan tambang ilegal di seluruh kawasan hutan lindung dan taman nasional periode 2020–2025.
Hal ini disampaikan Rajiv seusai Bareskrim Polri mengungkap kasus tambang pasir ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), Magelang, Jawa Tengah, yang merugikan negara hingga Rp 3 triliun.
Baca juga: Bareskrim Bongkar Tambang Pasir Ilegal di Kawasan Gunung Merapi, Nilai Transaksi Sentuh Rp 3 Triliun
Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) adalah kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi untuk tujuan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata alam, serta penunjang budaya masyarakat di sekitarnya.
TNGM merupakan salah satu dari lebih 50 taman nasional di Indonesia yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Ia mengapresiasi langkah cepat Kepolisian mengungkap kasus tersebut, namun menilai penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan masih lemah dan sporadis di banyak daerah.
"Saya apresiasi gerak cepat polisi yang berhasil mengungkap penambangan ilegal di Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, yang berlangsung sudah cukup lama dan merusak ekosistem hutan," kata Rajiv dalam keterangannya, Senin (10/11/2025).
Rajiv mengatakan, perambahan kawasan taman nasional tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Sebab, sudah banyak hutan dan taman nasional di Indonesia hancur akibat kurang cepatnya penegakan hukum oleh Kemenhut.
"Persoalan utama hari ini bukan lagi sekadar ketiadaan aturan, melainkan kurangnya kesigapan dan lemahnya daya paksa penegakan hukum oleh Kementerian Kehutanan di lapangan," ujarnya.
Ia menegaskan, Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) LHK tidak dapat bekerja sendiri menghadapi kejahatan lingkungan berskala besar seperti tambang ilegal.
Karena itu, pelibatan Kepolisian dinilai penting agar penegakan hukum berjalan lebih sistematis dan menyeluruh.
"Dalam kondisi skala kejahatan sebesar ini, Ditjen Gakkum LHK terbukti tidak dapat bekerja sendiri. Kepolisian khususnya Bareskrim harus dilibatkan dan menjadi bagian integral, sistematis, dalam setiap penanganan kasus perambahan hutan dan tambang ilegal di kawasan hutan dan taman nasional," tegas Rajiv.
Menurut Rajiv, jika Ditjen Gakkum kesulitan mengimbangi kecepatan dan skala kerusakan yang terjadi, maka pelibatan Kepolisian akan membuat pemberantasan tambang ilegal dan perambahan hutan berlangsung cepat dan efektif.
"Angka ratusan perkara tambang ilegal yang sudah ditangani Bareskrim dan jajaran Polda menunjukkan bahwa Polri memiliki infrastruktur penegakan hukum yang sesungguhnya bisa menjadi force multiplier bagi Kemenhut," ucapnya.
Lebih lanjut, Rajiv mendorong Kemenhut melakukan pemutakhiran data dan menetapkan target pemulihan hutan secepatnya serta memperkuat Ditjen Gakkum.
"Saya mengharapkan Kemenhut segera memutakhirkan data dan membuka peta nasional perambahan hutan dan tambang ilegal di kawasan hutan lindung dan taman nasional untuk periode 2020–2025, menetapkan target pemulihan yang terukur, serta memperkuat mandat dan sumber daya Ditjen Gakkum," imbuhnya.
3 Tersangka
Dalam kasus tambang pasir ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
"3 orang (ditetapkan sebagai) tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Moh Irhamni saat dihubungi, Selasa (4/11/2025).
Adapun ketiga tersangka ini memiliki peran berbeda dalam praktik tambang pasir ilegal di kawasan tersebut.
"Inisial DA pemilik depo pasir. WW dan AP selaku pemilik dan pemodal tambang pasir ilegal," ucapnya.
Meski begitu, Irhamni belum menjelaskan lebih detil apakah ketiga tersangka ini sudah dilakukan penahanan atau belum.
Nilai Transaksi Capai Rp 3 Triliun
Sebelumnya diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri bersama Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) melakukan penindakan terhadap aktivitas penambangan pasir ilegal.
Penambangan tanpa izin itu berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni menegaskan bahwa penambangan pasir ilegal di kawasan konservasi melanggar hukum.
Selain itu juga mengancam keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar.
Bareskrim Polri menggandeng Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, Polresta Magelang, serta instansi terkait lainnya dalam menindak tegas pelaku penambangan ilegal.
"Aktivitas tambang pasir ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi menimbulkan kerugian besar bagi negara dan merusak ekosistem yang seharusnya dilindungi," kata Brigjen Irhamni dalam keterangannya, Senin (3/11/2025).
"Kami tidak hanya menindak pelaku di lapangan, tetapi juga menelusuri jaringan yang terlibat dari hulu hingga hilir,” tambah dia.
Penindakan ini dilakukan setelah adanya laporan masyarakat dan informasi dari berbagai kementerian dan lembaga.
Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan sekitar 36 titik lokasi tambang pasir ilegal dan 39 depo pasir yang tersebar di lima kecamatan, yaitu Srumbung, Salam, Muntilan, Mungkid, dan Sawangan.
Dalam operasi bersama ini, petugas menindak lokasi penambangan ilegal di Alur Sungai Batang, Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, serta depo pasir di Tejowarno, Tamanagung, Muntilan, Kabupaten Magelang.
Kemudian dari hasil pemeriksaan Tim Ahli Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah dan Balai TNGM, diketahui lokasi tersebut tidak memiliki izin usaha pertambangan dan berada di dalam kawasan taman nasional.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, penyidik menyita enam unit excavator dan empat unit dumptruck dari lokasi.
Aktivitas tambang tersebut diketahui telah beroperasi sekitar 1,5 tahun dengan luas bukaan lahan 6,5 hektar, serta nilai transaksi keuangan yang mencapai Rp48 miliar.
Apabila dihitung dari seluruh aktivitas tambang ilegal di wilayah Kabupaten Magelang dalam dua tahun terakhir, total nilai transaksi diperkirakan mencapai Rp3 triliun.
Brigjen Irhamni menambahkan bahwa penegakan hukum dilakukan secara tegas namun tetap mengedepankan sinergi lintas lembaga untuk mencari solusi jangka panjang.
“Penertiban ini bukan semata penindakan tapi juga untuk memastikan kelestarian alam terjaga dan kekayaan negara dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.
Dukungan masyarakat dan tokoh lokal yang aktif memberikan informasi terkait aktivitas tambang ilegal di wilayahnya membuat kasus ini bisa terungkap.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.