Kamis, 13 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Alissa Wahid: Tanpa Gelar, Gus Dur Sudah jadi Pahlawan Rakyat

Bagi Alissa dan keluarga, gelar yang sesungguhnya justru datang dari cinta dan penghargaan rakyat Indonesia sendiri.

Dok. pribadi
GELAR PAHLAWAN- Alissa Wahid mengatakan bahwa Gelar Pahlawan Nasional adalah urusan dan ruang negara, bukan urusan keluarga. Hal itu disampaikan Alissa Wahid saat sesi wawancara khusus dengan Tribunnews, Senin (10/11/2025). 

Alissa: Tentu saja. Perjuangan Gus Dur sebetulnya bukan hanya politik. Atau lebih tepatnya gini, politiknya Gus Dur itu adalah politik kerakyatan, bukan politik kekuasaan. Itu satu ekstrem. Sementara di ekstrem yang lain, itu adalah peran beliau dalam mengangkat kehidupan pesantren dan pendidikan Islam.

Karena beliau adalah salah satu yang dianggap paling terdepan untuk membawa dunia pesantren menjadi lebih terbuka terhadap dunia luar, dan dunia luar juga lebih mengenal pesantren. Dan itu memang meneruskan perjuangan dari kakek dan ayahnya, dari Hadratusyekh Hasyim Asy'ari, kemudian Kyai Wahid Hasyim. Jadi, ini saja sudah menunjukkan spektrum perjuangan Gus Dur atau spektrum fithrah-nya Gus Dur itu lebar sekali.

Baca juga: Gus Dur Resmi Pahlawan Nasional, Ketua DPP PKB Sebut Presiden Prabowo Peka Keinginan Hati Warga

Wartawan: Gus Dur dikenal sebagai bapak toleransi

Alissa: Sebetulnya lebih banyak yang lebih kuat itu adalah keteladanan langsung, ya. Beliau tidak pernah membedakan orang itu dari derajat sosialnya, atau dari latar belakang agamanya, atau latar belakang sukunya. Itu tidak ada. Beliau itu murni sosok yang membuat prinsip-prinsip atau nilai-nilai itu menjadi cara pandang utamanya. Jadi, kacamatanya itu adalah nilai-nilai luhur.

Saya pernah bertemu dengan keluarga Pangeran Jati dari Sunda Wiwitan, dan beliau bercerita bahwa Gus Dur dulu memperjuangkan nasib putra-putrinya yang sedang mengurus status perkawinan di antara mereka, karena tidak ada dalam agama-agama yang tercatat.

Nah, misalnya hal seperti itu, itu kan kelihatannya kecil,karena hanya satu atau dua orang, tetapi bagi Gus Dur, itu benar-benar diperjuangkan. Nah, karena itu, bagi beliau, berada di manapun, itu harus membawa nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Begitu. Itu penting sekali.

Makanya, mudah untuk mengembalikan nama Papua, misalnya, kepada warga Papua, atau kemudian mencabut Inpres terkait dengan pelarangan penggunaan identitas budaya Tiongkok bagi warga Tiongkok di Indonesia—warga negara Indonesia yang beretnis Tiongkok, misalnya. Itu dicabut oleh Gus Dur. Itu karena berangkat dari prinsip-prinsip itu. Bukan karena hitung-hitungan, "ini kan kelompok minoritas," atau "saya tidak akan dapat keuntungan dari sini." Itu tidak ada. Bagi Gus Dur, itu tidak ada.

Wartawan: Politik kerakyatan, bukan politik kekuasaan, ya, Mbak Alisa. Oh, ini jadi merinding mendengar ceritanya. Karena ini pasti Gus Dur punya cara sendiri, ya, Mbak, untuk memperkenalkan keragaman itu kepada keluarga, Mbak.

Alissa: Kami (ketika itu) setiap hari melihat Gus Dur menemui tamu-tamunya dan tidak pernah membedakan tamu-tamunya. Saya putri pertama, ya, anak pertama. Jadi, waktu merayakan pernikahan atau acara walimah, mantu itu, Gus Dur sudah menyampaikan bahwa tidak ada, semua tamu saya VIP. Jadi, tidak ada jalur VIP. Begitu juga NU-Muhammadiyah. Sahabat-sahabat beliau terdekat itu banyak juga orang-orang Muhammadiyah, dan persahabatan yang sangat dalam, begitu, sangat tulus.

Wartawan: Kalau kita lihat, ya, anak-anak Gus Dur ini kan vokal, hampir semuanya vokal. Seperti apa (Gus Dur) mengenalkan untuk kita berani berbicara, berani mengeluarkan pendapat, itu seperti apa, Mbak?

Baca juga: Suasana Istana Jelang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional: Ada Foto Soeharto Hingga Gus Dur

Alissa: Itu karena memang dari kecil, kami itu nggak pernah—mungkin nggak pernah tidak dihargai, ya, pandangannya, gitu. Jadi, beliau selalu mendengarkan kami ngomong apa, gitu, dan tidak pernah menyebut kami ini pandangannya keliru atau nggak, gitu.

Wartawan: Ini terkait dengan Gelar Pahlawan Nasional, ini kan sempat diajukan beberapa kali. Apakah karena ada dampak politik juga di sebelumnya, atau seperti apa?

Alissa: Ya, seperti tadi saya sampaikan, bahwa bagi kami, Gelar Pahlawan itu urusan negara. Bagi kami, bapak itu, Gus Dur, sudah menjadi pahlawan bagi rakyat, ya, itu sudah cukup, gitu. Kami tidak mau juga kemudian orang melihat kepahlawanan Gus Dur itu hanya dari gelar dari negara itu, gitu. Jadi, buat kami tidak pernah menjadi persoalan, mau diberi atau tidak.

Gus Dur sejak awal tidak pernah mengejar gelar pahlawan, tidak juga apa namanya beliau bukan orang yang butuh panggung, butuh lampu sorot untuk dirinya sendiri. Banyak orang tidak setuju pada pandangan-pandangan Gus Dur, tapi tidak ada yang bisa menuduh Gus Dur itu menggunakan posisi-posisinya untuk kepentingan pribadi. (Tribun Network/ Yuda).

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved