Gelar Pahlawan Nasional
INFID Tolak Gelar Pahlawan Untuk Soeharto: Pengabaian Kesalahan Pembangunan Orde Baru
International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menolak penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Beberkan pembangunan era Orba
Ringkasan Berita:
- Dinilai sebagai upaya pemutihan sejarah
- Keputusan yang tidak sejalan dengan semangat Reformasi
- Sorot pembangunan di era Orde Baru
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menolak penetapan mantan Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
INFID adalah organisasi masyarakat sipil berbasis anggota yang berjuang untuk pembangunan Indonesia sejak 1985.
INFID terakreditasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menyandang Special Consultative Status untuk ECOSOC di PBB.
Direktur Eksekutif INFID, Siti Khoirun Ni’mah, mengatakan penetapan ini berdasarkan pada klaim jasa pembangunan.
Namun rekam jejak pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun tidak dapat dipisahkan dari praktik sistematis pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Baca juga: Wakil Ketua Umum NasDem Minta Publik Legawa Terima Kenyataan Soeharto jadi Pahlawan Nasional
"Penganugerahan gelar ini adalah upaya pemutihan sejarah, pengkhianatan terhadap semangat Reformasi 1998, dan penghinaan terhadap para korban," kata Siti melalui keterangan tertulis, Selasa (11/11/2025).
Penganugerahan gelar pahlawan ini, kata Siti, tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan pasal 26 ayat (1) huruf c yang menegaskan kriteria tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Selain itu juga melanggar Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN.
Penganugerahan ini adalah keputusan yang tidak sejalan dengan semangat Reformasi.
Baca juga: Komnas HAM Keberatan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Melukai Korban dan Keluarga Pelanggaran HAM
"INFID memandang penganugerahan ini sebagai momen krusial untuk merefleksikan keseimbangan antara kontribusi historis dan tanggung jawab etis," katanya.
"Pernyataan sikap ini berdasarkan pada kegagalan pembangunan era Orde Baru yang belum sepenuhnya dipertanggungjawabkan, temuan Komnas HAM mengenai pelanggaran hak asasi manusia, serta prinsip integritas moral dalam konsep kepahlawanan," tambahnya.
Menurutnya, ideologi pembangunan Orde Baru yang dicanangkan Soeharto, dilaksanakan dengan pendekatan sentralistik, otoriter, dan represif.
Pembangunan diposisikan sebagai panglima yang harus didahulukan di atas segalanya, termasuk di atas martabat, hak, dan keadilan bagi warga negara, khususnya kelompok rentan.
"Hal ini menciptakan praktik pelanggaran HAM yang masif dan terstruktur," katanya.
Proyek-proyek pembangunan masif dilakukan dengan mengorbankan masyarakat kecil.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.