Gelar Pahlawan Nasional
Sosok Pahlawan Nasional Rahmah El Yunusiyyah, Kibarkan Merah Putih Pertama di Sumatra Barat
Rahmah berperan besar dalam mengibarkan bendera Merah Putih untuk pertama kalinya di Sumatra Barat.
Jawab: Jadi Bu Rahmah sendiri menjadikan Diniyyah Putri sebagai tempat berkumpulnya para tokoh-tokoh perjuang.
Bahkan Bung Karno sendiri, pada saat selesai dibuang ke Bengkulu, sebelum kembali ke Jakarta, beliau ke Padang Panjang dan berjumpa dengan Bu Rahmah di rumah beliau dan membicarakan kepastian bahwa tetap tidak akan bergeser, bendera negara kalau kita merdeka, yang namanya benderanya merah putih.
Itu kesepakatan di rumah itu dibicarakan, bahwa tetap Indonesia merdeka bendera hanya satu, merah putih. Itu sudah jadi mindset beliau.
Makanya ketika beliau mendengarkan kabar melalui radio bukan dari RRI, tapi dari Tuan Guru Syeikh Djamil Djaho yang sekolahnya namanya INS Kayutanam Tuan Guru Syeikh Djamil Djaho menyampaikan kepada Bunda Rahmah, "Cik Rahmah, ini Kak Rahmah, ini sudah merdeka kita sekarang, ini berita yang didapatkan."
Maka beliau langsung mengambil selendang putih milik santri, lalu mengambil kain tenun warna merah.
Karena pada saat itu di daerah Minang, bahan kain itu cukup langka, maka santri dilatih untuk bertenun sendiri.
Jadi ada santri yang sedang menenun kain merah, itu diambil, dijahitkan dengan selendang putih, lalu dikibarkan bendera di depan asrama Diniyyah Putri Padang Panjang.
Jadi kalau ke Padang Panjang, ke Diniyyah Putri, di depan asrama itu ada tiang bendera, posisinya sampai sekarang masih sama, hanya ganti tiang aja. Di sana berkibar pertama kali merah putih di daerah Minang.
Tanya: Sempat ditahan oleh Belanda?
Jawab: Belanda melarang perempuan dan laki-laki muslim untuk menikah secara Islam, kemudian juga melarang kurikulumnya. Bunda Rahmah melakukan perlawanan, dan sempat beliau dipanggil ke kantor Belanda. Kemudian katanya kepada Bu Rahmah, "Nyonya, di Hindia Belanda ini kami yang berkuasa."
"Dan engkau mesti menerima kerjasama dengan kami. Kalau Nyonya bersedia menghapuskan kurikulum Diniyyah Putri ini, maka kami akan buatkan sekolah yang gedungnya bagus untuk Diniyyah Putri." Ya, mungkin kalau kita gambarkan zaman Belanda mungkin seperti Gedung Sate.
Lalu, inilah jawaban beliau: "Sampai lapuk pun tulangku di liang kubur, aku tidak akan pernah menerima kerjasama dengan kalian, karena ini tidak akan menguntungkan bagi bangsaku."
Lalu kata Jenderal Belanda bilang, "Nyonya, di Hindia Belanda ini kami berkuasa dan tidak ada orang yang berani menentang kami." Apa jawaban beliau? "Kalau begitu, saya yang menentang tuan-tuan." Makanya dipenjara.
Tanya: Berapa lama, Bu, itu di penjaranya?
Jawab: Hampir dua tahun. Akhirnya dari pihak keluarga membayar berapa gulden tebusan, baru bisa keluar. Saya ingatnya nenek cerita begitu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.