Kamis, 13 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Soeharto dan Marsinah Jadi Pahlawan Nasional, Pengamat: Ini Kontradiksi

Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, mengomentari pemberikan gelar pahlawan terhadap Soeharto dan Marsinah.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
GELAR PAHLAWAN SOEHARTO - Massa dari Aliansi Nasional Pemuda Mahasiswa melakukan aksi di depan Gedung Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Senin (10/11/2025). Dalam aksinya mereka memprotes pemberian gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 RI Soeharto karena dinilai mengkhianati aksi gerakan protes tahun 1998 serta pengukuhan gelar pahlawan ini dinilai menormalisasi seluruh kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di era Soeharto. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 
Ringkasan Berita:
  • Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh.
  • Di antara 10 tokoh tersebut, ada nama Presiden ke-2 RI Soeharto dan aktivis buruh perempuan Marsinah.
  • Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, menilai keberadaan dua nama itu menjadi kontradiksi.

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Di antara 10 tokoh tersebut, ada nama Presiden ke-2 RI Soeharto dan aktivis buruh perempuan Marsinah.

Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, menilai keberadaan dua nama itu menjadi kontradiksi.

Pasalnya, pembunuhan terhadap Marsinah terjadi pada tahun 1993 saat pemerintahan Soeharto berkuasa.

Hal itu disampaikan Arif dalam acara On Focus yang tayang di YouTube Tribunnews, Selasa (11/11/2025).

"Ini kontradiksi mengingat mereka berhadap-hadapan ketika Orde Baru. Apakah kemudian Marsinah yang dianggap pembangkang dan kemudian mati itu dianggap pahlawan atau sebaliknya rezim yang berkuasa justru yang dianggap pahlawan?" 

"Ini yang kemudian terjadi kontradiksi dalam pengangkatan gelar pahlawan ini mengingat ada dua tokoh yang saling berhadap-hadapan secara ideologis, tetapi secara bersamaan diangkat menjadi pahlawan nasional," tuturnya.

Lebih lanjut, Arif menyebut bahwa pemberian gelar kepada Soeharto akan "memutihkan" rezim Orde Baru.

Hal tersebut, sambungnya, bisa menghilangkan esensi dari Reformasi pada 1998.

"Pemberian gelar pada Soeharto tentu ini dalam tanda petik akan memutihkan rezim Orde Baru yang kemudian ditumbangkan dan berganti rezim Reformasi." 

"Pemberian gelar ini tentu akan menghilangkan esensi Reformasi, mengingat Reformasi merupakan kritik terhadap rezim Orde Baru yang dianggap memiliki banyak cacat dan memiliki banyak kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat," jelasnya.

Baca juga: Sosok Pahlawan Nasional Rahmah El Yunusiyyah, Kibarkan Merah Putih Pertama di Sumatra Barat

Sebagai informasi, Marsinah merupakan aktivis buruh Indonesia yang menjadi simbol perjuangan hak-hak pekerja, terutama pada masa Orde Baru.

Perempuan yang lahir di Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969 tersebut dikenal karena keberaniannya menuntut upah yang layak dan kondisi kerja yang lebih baik.

Saat bekerja di pabrik arloji di PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Ia aktif dan vokal dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di tingkat pabrik dan memimpin aksi mogok kerja.

Ia bersama buruh lainnya menuntut kenaikan upah pokok buruh dari Rp1.700 menjadi Rp2.250 per hari pada awal Mei 1993.

Pada tanggal 4 Mei 1993, Marsinah memimpin aksi mogok kerja. Setelah perundingan tidak memuaskan dan penangkapan beberapa rekan buruhnya, Marsinah menghilang pada malam 5 Mei 1993.

Jasadnya ditemukan empat hari kemudian, pada 8 Mei 1993, di sebuah gubuk di Nganjuk.

Pandangan Anggota DPR

Sementara itu, anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Bonnie Triyana, menilai gelar pahlawan nasional kepada Soeharto sebagai bentuk pengingkaran negara terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu.

Ia menilai bahwa tanggal 10 November 2025 bukanlah Hari Pahlawan.

“Jadi kemarin itu bukan hari pahlawan, tapi juga deklarasi nasional tentang pengingkaran negara,” ujar Bonnie dalam diskusi KBR Ruang Publik bertajuk Usai Soeharto Bergelar Pahlawan Nasional, secara daring, Selasa.

Menurutnya, pemberian gelar tersebut mengabaikan fakta sejarah, terutama terkait berbagai pelanggaran HAM yang terjadi selama masa pemerintahan Soeharto.

“Saya melihat adanya upaya untuk mengingkari berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu di era Soeharto. Yang saya khawatirkan, bagaimana kita mau mengajarkan sejarah pada anak-anak muda,” kata Bonnie.

Ia juga menyoroti kondisi kebebasan pers di masa Orde Baru yang diberedel oleh rezim Soeharto

Bonnie mempertanyakan bagaimana tindakan tersebut dapat dipandang sebagai bagian dari kepahlawanan.

“Bagaimana kita mau mengatakan pers diberedel di era Soeharto itu sebagai tindakan kepahlawanan atau pembukaan terhadap kebebasan berekspresi?” ujarnya.

Ia menambahkan, pemberian gelar tersebut menciptakan kebingungan dalam memahami perjuangan Reformasi 1998.

"Kami dulu ketika beramai-ramai ke gedung DPR-MPR, untuk apa itu semua? Ini membuat semuanya menjadi absurd, semuanya menjadi blur, serbarelatif,” katanya.

Bonnie menyebut keputusan pemerintah itu sebagai preseden buruk yang mengabaikan suara kelompok korban dan pihak yang selama ini terpinggirkan.

“Pemberian gelar kepada Soeharto ini tentu saja mengabaikan suara-suara minoritas, suara-suara yang selama ini mendambakan keadilan. Semua itu dipinggirkan, dienyahkan, dan diabaikan begitu saja,” ucapnya.

Menurut Bonnie, keputusan tersebut menjadi simbol bahwa negara tidak serius menyelesaikan masalah ketidakadilan masa lalu.

“Ini satu simbol betapa negara tidak ingin menyelesaikan persoalan ketidakadilan di masa lalu, sekaligus pengingkaran secara jelas terhadap peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan negara kepada rakyatnya. Jadi, ini preseden buruklah menurut saya,” pungkasnya.

10 Tokoh Dapat Gelar Pahlawan

Diberitakan sebelumnya, penganugerahan ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

"Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban untuk kemerdekaan kedaulatan dan kehormatan bangsa Indonesia yang telah memberi segala-galanya agar kita bisa hidup merdeka dan kita bisa hidup dalam alam yang sejahtera," ujar Prabowo saat mengheningkan cipta, Senin.

Sepuluh tokoh yang diberikan gelar pahlawan nasional dalam rangka Hari Pahlawan Tahun 2025 tersebut adalah:

  1. Abdurachman Wahid (Jawa Timur)
  2. Jenderal Besar TNI Soeharto (Jawa Tengah)
  3. Marsinah (Jawa Timur)
  4. Mochtar Kusumaatmaja (Jawa Barat)
  5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah (Sumatera Barat)
  6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)
  7. Sultan Muhammad Salahuddin (NTB)
  8. Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)
  9. Tuan Rondahaim Saragih (Sumatera Utara)
  10. Zainal Abisin Syah (Maluku Utara).

(Tribunnews.com/Deni/Reza) 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved