Ledakan di Jakarta Utara
Peneliti: Kasus Ledakan SMA 72 Harus Jadi Momentum Reformasi Sekolah Aman Bebas Perundungan
Ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta bukan sekadar insiden kriminal biasa harus jadi momen reformasi sekolah aman.
Ringkasan Berita:
- Peneliti Spektrum Demokrasi Indonesia, Dwi Nugroho Marsudianto menegaskan ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta bukan sekadar insiden kriminal biasa.
- Tragedi yang menelan banyak korban luka ini menjadi potret suram tentang kegagalan sistem pendidikan dalam menangani perundungan (bullying) di sekolah.
- Kini perundungan bukan sekadar masalah etika atau tata tertib sekolah. Ini sudah jadi masalah keselamatan publik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Spektrum Demokrasi Indonesia, Dwi Nugroho Marsudianto menegaskan ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta pada Jumat (7/11) lalu, bukan sekadar insiden kriminal yang menelan puluhan korban luka.
Namun, tragedi ini menjadi potret suram tentang kegagalan sistem pendidikan dalam menangani perundungan (bullying) di sekolah.
Polisi mengidentifikasi pelaku sebagai siswa di sekolah itu sendiri, dan penyelidikan awal menunjukkan pelaku pernah menjadi korban perundungan oleh teman-temannya.
“Perundungan bukan sekadar masalah etika atau tata tertib sekolah. Ini sudah menjadi masalah keselamatan publik. Ketika seorang siswa yang terus menerus dipermalukan, disakiti, dan tidak mendapat perlindungan, maka tekanan psikologis bisa meledak dalam bentuk ekstrem. Tragedi ini harus menjadi momentum reformasi serius. Jangan sampai ada sekolah lainnya menjadi tempat lahirnya tragedi yang sama,” ujar Dwi Nugroho Marsudianto di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Kriminolog Universitas Indonesia ini menjelaskan secara hukum pelaku perundungan bisa dijerat pidana.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 76C dengan tegas melarang tindakan perundungan dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, maupun daring dengan ancaman pidana penjara hingga 3 tahun 6 bulan dan/atau denda Rp 72 juta.
Baca juga: Proses Hukum Pelaku Ledakan SMAN 72 Dipastikan Sesuai UU Perlindungan Anak & Sistem Peradilan Anak
Selain itu, jika perundungan menimbulkan luka berat atau kematian, pelaku dapat dijerat dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, atau pasal 55 KUHP jika terbukti berperan dalam memfasilitasi atau menghasut tindak kejahatan.
Dalam konteks perundungan digital, UU ITE pasal 27 ayat (3) dan pasal 45 ayat (3) juga memungkinkan jerat pidana bagi pelaku penghinaan atau pencemaran nama baik di ruang siber.
“Regulasi sudah cukup lengkap, tetapi pelaksanaannya di lapangan masih setengah hati. Banyak sekolah tidak punya mekanisme pelaporan yang aman, guru tidak dilatih mendeteksi tanda-tanda perundungan, dan siswa enggan bicara karena takut dicap lemah atau pembuat onar,” ujarnya.
Dari perspektif hukum, perundungan bisa menjadi faktor pemicu, meski bukan pembenar tindakan kejahatan.
Dwi menjelaskan, dalam proses penyidikan, penyidik harus menelusuri sejauh mana perundungan mempengaruhi kondisi kejiwaan pelaku.
“Hubungan sebab akibat antara perundungan dan tindak lanjut seperti ledakan harus dibuktikan melalui pemeriksaan psikologis forensik, bukti komunikasi, hingga kesaksian saksi-saksi,” katanya.
Jika terbukti bahwa perundungan menjadi faktor dominan yang memicu pelaku melakukan tindakan ekstrem, maka pelaku perundungan dapat dikenai tanggung jawab tambahan.
Terutama jika mereka secara langsung melakukan kekerasan atau mendorong tindakan tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.