Rabu, 12 November 2025

Ledakan di Jakarta Utara

Peneliti: Kasus Ledakan SMA 72 Harus Jadi Momentum Reformasi Sekolah Aman Bebas Perundungan

Ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta bukan sekadar insiden kriminal biasa harus jadi momen reformasi sekolah aman.

Dok Tribunnews
KORBAN LEDAKAN DI SMAN 72 - Korban ledakan di SMAN 72 mendapatkan perawatan di dua rumah sakit. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan korban ledakan SMAN 72 Jakarta di RS Islam Cempaka Putih berjumlah 55 orang, satu orang bahkan harus menjalani tindakan operasi. Ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta bukan sekadar insiden kriminal biasa harus jadi momen reformasi sekolah aman. 

Ringkasan Berita:
  • Peneliti Spektrum Demokrasi Indonesia, Dwi Nugroho Marsudianto menegaskan ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta bukan sekadar insiden kriminal biasa.
  • Tragedi yang menelan banyak korban luka ini menjadi potret suram tentang kegagalan sistem pendidikan dalam menangani perundungan (bullying) di sekolah
  • Kini perundungan bukan sekadar masalah etika atau tata tertib sekolah. Ini sudah jadi masalah keselamatan publik.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Spektrum Demokrasi Indonesia, Dwi Nugroho Marsudianto menegaskan ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta pada Jumat (7/11) lalu, bukan sekadar insiden kriminal yang menelan puluhan korban luka. 

Namun, tragedi ini menjadi potret suram tentang kegagalan sistem pendidikan dalam menangani perundungan (bullying) di sekolah

Polisi mengidentifikasi pelaku sebagai siswa di sekolah itu sendiri, dan penyelidikan awal menunjukkan pelaku pernah menjadi korban perundungan oleh teman-temannya. 

“Perundungan bukan sekadar masalah etika atau tata tertib sekolah. Ini sudah menjadi masalah keselamatan publik. Ketika seorang siswa yang terus menerus dipermalukan, disakiti, dan tidak mendapat perlindungan, maka tekanan psikologis bisa meledak dalam bentuk ekstrem. Tragedi ini harus menjadi momentum reformasi serius. Jangan sampai ada sekolah lainnya menjadi tempat lahirnya tragedi yang sama,” ujar Dwi Nugroho Marsudianto di Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Kriminolog Universitas Indonesia ini menjelaskan secara hukum pelaku perundungan bisa dijerat pidana. 

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 76C dengan tegas melarang tindakan perundungan dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, maupun daring dengan ancaman pidana penjara hingga 3 tahun 6 bulan dan/atau denda Rp 72 juta. 

Baca juga: Proses Hukum Pelaku Ledakan SMAN 72 Dipastikan Sesuai UU Perlindungan Anak & Sistem Peradilan Anak

Selain itu, jika perundungan menimbulkan luka berat atau kematian, pelaku dapat dijerat dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, atau pasal 55 KUHP jika terbukti berperan dalam memfasilitasi atau menghasut tindak kejahatan. 

Dalam konteks perundungan digital, UU ITE pasal 27 ayat (3) dan pasal 45 ayat (3) juga memungkinkan jerat pidana bagi pelaku penghinaan atau pencemaran nama baik di ruang siber.

“Regulasi sudah cukup lengkap, tetapi pelaksanaannya di lapangan masih setengah hati. Banyak sekolah tidak punya mekanisme pelaporan yang aman, guru tidak dilatih mendeteksi tanda-tanda perundungan, dan siswa enggan bicara karena takut dicap lemah atau pembuat onar,” ujarnya.

Dari perspektif hukum, perundungan bisa menjadi faktor pemicu, meski bukan pembenar tindakan kejahatan. 

Dwi menjelaskan, dalam proses penyidikan, penyidik harus menelusuri sejauh mana perundungan mempengaruhi kondisi kejiwaan pelaku. 

“Hubungan sebab akibat antara perundungan dan tindak lanjut seperti ledakan harus dibuktikan melalui pemeriksaan psikologis forensik, bukti komunikasi, hingga kesaksian saksi-saksi,” katanya.

Jika terbukti bahwa perundungan menjadi faktor dominan yang memicu pelaku melakukan tindakan ekstrem, maka pelaku perundungan dapat dikenai tanggung jawab tambahan. 

Terutama jika mereka secara langsung melakukan kekerasan atau mendorong tindakan tersebut. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved