Ledakan di Jakarta Utara
Peneliti: Kasus Ledakan SMA 72 Harus Jadi Momentum Reformasi Sekolah Aman Bebas Perundungan
Ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta bukan sekadar insiden kriminal biasa harus jadi momen reformasi sekolah aman.
“Dalam beberapa kasus, pelaku perundungan bisa dikenai pasal penyertaan karena ikut menciptakan kondisi yang mendorong terjadinya kejahatan,” jelas Dwi.
Kandidat Doktor Hukum ini memaparkan, data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan sepanjang tahun 2024 terdapat 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan, dan sekitar 31 persen di antaranya merupakan kasus perundungan.
Tren itu meningkat signifikan dibandingkan 2022 yang tercatat hanya 370 kasus. Ironisnya, sebagian besar kasus tidak ditindaklanjuti secara hukum dan berhenti di tingkat mediasi sekolah.
“Data itu hanya puncak gunung es. Banyak korban memilih diam karena takut stigma atau tidak percaya pada sistem sekolah. Kasus SMAN 72 memperlihatkan bahwa ketika diam itu dibiarkan, hasilnya bisa fatal. Luka sosial berubah menjadi letupan yang melukai banyak pihak.” kata Dwi.
Dia menjelaskan, pemerintah sebenarnya sudah mengatur tata cara penanganan perundungan secara jelas melalui Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan, dan diperbarui dengan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKS).
Regulasi tersebut mewajibkan setiap sekolah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), memiliki jalur pelaporan rahasia dan aman, serta bekerja sama dengan pihak kepolisian, psikolog, dan lembaga perlindungan anak.
Dalam kasus yang melibatkan ancaman terhadap keselamatan publik, sekolah wajib melaporkan kepada pihak berwenang maksimal 1x24 jam.
"Namun implementasinya masih lemah. Baru sekitar 54 persen sekolah negeri di Indonesia yang memiliki TPPK aktif. Banyak kepala sekolah menganggap tugas itu hanya formalitas administratif. Padahal, fungsi tim ini vital untuk mencegah tragedi seperti yang terjadi di SMAN 72,” papar Dwi.
Baca juga: Densus 88 Ungkap 6 Figur yang Menginspirasi Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta
Sekjen Persatuan Robotika Seluruh Indonesia ini menegaskan guna mengatasi masalah serupa, fokus ke depan harus beralih dari sekadar menghukum pelaku perundungan menjadi membangun sistem pencegahan dan pemulihan psikologis.
Sejumlah sekolah di beberapa daerah telah menerapkan 'Sekolah Aman Tanpa Bullying', yang menyediakan konselor tetap dan kanal pelaporan anonim.
Model ini terbukti menurunkan kasus kekerasan siswa hingga 40 persen dalam dua tahun terakhir.
“Sekolah harus menjadi tempat anak merasa aman, bukan tempat interaksi yang kejam. Begitu sekolah gagal menyediakan rasa aman yang kita pertaruhkan bukan hanya reputasi pendidikan, tetapi nyawa anak-anak kita.” tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.