Jumat, 14 November 2025

Aturan Nikah Beda Agama Pernah Ditolak MK, Apa yang Buat Uji Materi UU Perkawinan Kali Ini Berbeda?

Kini pengujian itu kembali muncul di MK melalui permohonan yang diajukan oleh warga negara bernama Muhamad Anugrah Firmansyah.

Tribunnews.com/ Naufal Lanten
SIDANG MK - Suasana Sidang Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Uji Materi UU Perkawinan Beda Agama yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman, Selasa (31/1/2023). Mahkamah Konstitusi (MK) sudah pernah menolak permohonan pengujian Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). 
Ringkasan Berita:
  • MK sudah pernah menolak permohonan pengujian UU Perkawinan
  • Kini pengujian itu kembali muncul di MK
  • Pasal 2 UU Perkawinan perlu diberi tafsir konstitusional oleh MK

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) sudah pernah menolak permohonan pengujian Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).

Kini pengujian itu kembali muncul di MK melalui permohonan yang diajukan oleh warga negara bernama Muhamad Anugrah Firmansyah.

Baca juga: Ini Sosok Penguji UU Perkawinan yang Memperjuangkan Pernikahan Beda Agama Tercatat Sah oleh Negara  

Lantas apa yang membuat permohonan pria yang akrab disapa Ega ini berbeda?

“Pertama adalah perbedaan sudut pandang dan pendekatan, dalam permohonan sebelumnya, pemohon mempermasalahkan sah atau tidaknya perkawinan, jadi meminta negara untuk mengesahkan perkawinan beda agama,” kata Ega kepada wartawan di kawasan MK, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025).

Baca juga: Nikah Beda Agama Digugat Lagi, Pemohon Soroti Ketidakkonsistenan Penerapan Pasal

Sementara itu permohonan Ega bukan pada sah atau  tidaknya pernikahan antar-agama. Melainkan penetapan pencatatan perwakinan yang dikeluarkan oleh pengadilan.

“Itu dua hal yang berbeda antara sah dan administrasi sifatnya,” tutur Ega.

Menurutnya Pasal 2 UU Perkawinan perlu diberi tafsir konstitusional oleh MK.

Sebab hingga saat ini pengadilan tidak dapat mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan, sebab terdapat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023.

SEMA 2/2023 berkaitan ‘Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.

Pada pokoknya, SEMA itu memerintahkan pengadilan untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.

Tercatat MK pernah menguji pasal tersebut dalam perkara nomor 68/PUU-XII/2014 dan 24/PUU-XX/2022 yang amar putusannya adalah menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.

Pada putusan 68, MK kala itu dipimpin oleh Hakim Hamdan Zoelva dan pada putusan 24 berada di bawah naungan Hakim Anwar Usman.

Perkara 68 kala itu di mohonkan oleh tiga orang konsultan hukum: Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, dan Luthfi Sahputra bersama seorang mahasiswa Anbar Jaya.

Mereka meminta MK menafsirkan Pasal 2 UU Perkawinan. Tujuannya supaya perkawinan beda agama bisa dianggap sah.

Sedangkan perkara 22 dimohonkan oleh karyawan swasta bernama E Ramos Petega.

Ramos meminta MK menafsirkan ulang tak hanya Pasal 2 ayat (1) dan (2) tapi juga Pasal 8 huruf F UU Perkawinan.

Ia ingin agar MK mengizinkan perkawinan beda agama diakui secara sah oleh negara, dengan menafsirkan pasal-pasal dalam UU Perkawinan secara lebih inklusif terhadap hak beragama dan hak membentuk keluarga.

Aturan larangan nikah beda agama dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Anugrah Firmansyah Gugat Larangan Nikah Beda Agama ke MK: Cinta tak Pernah Bisa Direncanakan

Gugatan ini diajukan oleh Muhamad Anugrah Firmansyah, yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena tidak bisa menikah dengan pasangannya yang berbeda agama.

Latar Belakang Gugatan

  • Pasal yang digugat: Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, yang menyatakan bahwa sahnya perkawinan ditentukan oleh hukum agama atau kepercayaan masing-masing calon mempelai.

Alasan gugatan:

  • Menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum dalam pencatatan perkawinan antaragama.
  • Membatasi hak warga negara untuk menikah dengan pasangan pilihannya, sehingga dianggap merampas hak konstitusional.
  • Realitas sosial Indonesia yang majemuk tidak tercermin dalam aturan tersebut.

Profil Pemohon

  • Nama: Muhamad Anugrah Firmansyah.
  • Status: Seorang pemuda (disebut juga PNS dalam beberapa laporan).
  • Motivasi: Ia gagal menikah dengan pasangannya karena perbedaan agama, sehingga merasa aturan ini merugikan dirinya secara langsung.
  • Nomor perkara: Gugatan teregistrasi dengan nomor 212/PUU-XXIII/2025.

Tuntutan ke MK

  • Meminta agar Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan tidak lagi dijadikan dasar hukum untuk menolak pencatatan perkawinan beda agama.
  • Memohon agar MK menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang digunakan untuk menolak pencatatan nikah beda agama.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved