Jumat, 14 November 2025

Redenominasi Rupiah

Celios Sebut Indonesia Baru Siap Redenominasi Rupiah 8-10 Tahun ke Depan, Sentil Program Pemerintah

Celios sebut wacana redenominasi ini tidak perlu terburu-buru. Terlebih lagi, masih banyak program pemerintah juga yang perlu ditangani dengan baik.

Penulis: Rifqah
zoom-inlihat foto Celios Sebut Indonesia Baru Siap Redenominasi Rupiah 8-10 Tahun ke Depan, Sentil Program Pemerintah
Tribunnews.com
WACANA REDENOMINASI RUPIAH - Ilustrasi redenominasi. Celios sebut wacana redenominasi ini tidak perlu terburu-buru. Terlebih lagi, masih banyak program pemerintah juga yang perlu ditangani dengan baik.
Ringkasan Berita:
  • Celios menganggap wacana redenominasi ini terlalu cepat dibahas
  • Indonesia dinilai baru siap menerapkan redenominasi rupiah itu pada 8 hingga 10 tahun ke depan, saat ekonomi sudah stabil 
  • Wacana soal redenominasi disebut tidak perlu terburu-buru, apalagi masih banyak program pemerintah yang jadi PR

 

TRIBUNNEWS.COM - Lembaga riset independen di Indonesia yang fokus pada kajian ekonomi, hukum, dan kebijakan publik, Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai pembahasan terkait wacana redenominasi rupiah saat ini terlalu dini dibicarakan

Peneliti Celios, Dyah Ayu Febriani mengungkapkan, apalagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto baru berjalan satu tahun.

Rencana redenominasi rupiah itu diketahui sudah bergulir sejak era pemerintahan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2010 hingga pemerintahan era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), kemudian kini kembali mencuat di era pemerintahan Presiden Prabowo.

Redenominasi adalah menyederhanakan nilai mata uang dengan mengurangi tiga angka nol di belakang nominal, tanpa mengubah daya belinya. Artinya, meskipun nominalnya terlihat lebih kecil, nilai atau kekuatan belinya masih tetap sama.

Contohnya, saat ini ada uang Rp20.000 untuk membeli sebuah roti, kemudian setelah redenominasi, nominal uang tersebut akan berubah menjadi Rp20, tapi tetap bisa dipakai untuk membeli roti dengan harga Rp20.000 tersebut.

Adapun, wacana ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029 yang ditetapkan pada 10 Oktober 2025. 

Dalam beleid tersebut, penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi) menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan. 

"RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027," tertulis dalam PMK 70/2025.

Dengan pemahaman masyarakat Indonesia yang berbeda-beda, Dyah mengatakan wacana redenominasi ini terlalu cepat dibahas.

Dyah menilai Indonesia baru siap menerapkan redenominasi rupiah itu pada 8 hingga 10 tahun ke depan, saat ekonomi sudah stabil dan masyarakat siap menghadapinya.

"Terlalu cepat (bahas redenominasi rupiah), karena kembali lagi kondisi financial knowledge di Indonesia itu berbeda-beda. Kunci utama dari redenominasi ini agar berjalan lancar adalah bagaimana masyarakat paham kondisinya, bagaimana masyarakat mengetahui adanya implementasi tersebut dan juga tidak terjadi kepanikan dan juga risiko psikologis yang ada," ungkap Dyah saat wawancara bersama Tribunnews dalam program On Focus, dikutip pada Kamis (13/11/2025).

"Patokannya adalah stabilitas makroekonomi dan juga kesiapan masyarakatnya. Entah itu 8 sampai 10 tahun ke depan, di mana masyarakat Indonesia sudah siap," sambungnya.

Baca juga: DPR Singgung Beban Utang Negara di Tengah Wacana Redenominasi Rupiah: Enggak Usah Buru-buru

Maka dari itu, menurut Dyah, wacana soal redenominasi ini tidak perlu terburu-buru. Terlebih lagi, masih banyak program pemerintah juga yang perlu ditangani dengan baik.

Dyah kemudian menyinggung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang masih harus melakukan banyak perbaikan, karena kerap menimbulkan kontroversi hingga merugikan masyarakat.

"Roadmap ini jangan terburu-buru, karena kita tahu banyak sekali program pemerintah, contohnya MBG sampai saat ini belum punya roadmap yang jelas dan bagaimana cara evaluasinya. Banyak sekali kontroversi di luar sana dan juga banyak kerugian yang dirasakan oleh masyarakat," paparnya.

Dyah pun menegaskan, redenominasi rupiah ini jangan sampai terulang kembali seperti persoalan program MBG tersebut.

Sebab, kebijakan redenominasi itu merupakan langkah besar untuk Indonesia guna memperkuat kepercayaan investor dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, jadi bukan hanya tentang menyederhanakan angka saja.

"Kita enggak mau kejadian itu terulang, apalagi ini adalah sebuah langkah besar Indonesia untuk melakukan redenominasi, karena ini bukan hanya tentang menghilangkan nol saja, tetapi juga ini adalah langkah besar pemerintah untuk dianggapnya adalah memperkuat kepercayaan investor dan juga langkah untuk menggapai ekonomi 8 persen," ujar Dyah.

Jika kebijakan redenominasi ini buru-buru diterapkan, kata Dyah, dikhawatirkan akan mengakibatkan inflasi dan berpengaruh buruk pada pertumbuhan ekonomi, di mana hal tersebut justru menambah beban masyarakat.

Dyah lantas menegaskan, proses redenominasi rupiah masih perlu proses panjang dan perencanaan matang.

"Kalau misalnya redenominasi ini yang terburu-buru dan gagal, ini bisa mengakibatkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi akan lesu. Ini akan mengakibatkan beban tambahan bagi masyarakat, terutama pada saat ini inflasi stabil dan rendah di Indonesia ini belum tercapai."

"Pasar valuta asing juga kita masih terkungkung oleh US dollar dan juga keuangan publik dan perbankan saat ini juga masih dalam gejolak karena baru pergantian pemerintahan. Jadi prosesnya masih panjang, masih diperlukan adanya audit, stress test, dan juga adanya banyak evaluasi dan pembelajaran yang harus diambil dari berbagai negara di dunia," jelasnya.

Meski demikian, Dyah juga tetap berkeyakinan bahwa pemerintah pastinya sudah memikirkan untung ruginya jika memang redenominasi rupiah ini benar-benar diterapkan ke depannya.

Hanya saja, Dyah berharap, jika kebijakan tersebut diterapkan nanti, dampak positifnya harus lebih banyak dirasakan oleh masyarakat.

"Pasti pemerintah juga sudah memikirkan untung ruginya, ada efek apa nantinya secara ke depannya bagi masyarakat. Tetapi kami harap, kalau misalnya ini akan diberlakukan dan juga akan terdampak lebih banyak ke masyarakat dalam UMKM."

Baca juga: Ekonom Nilai Redenominasi Rupiah Tak Mendesak, tapi Bisa Basmi Money Laundry hingga Korupsi

"Mungkin ada program dukungan teknis seperti insentif sendiri untuk masyarakat yang terkena kebijakan tersebut ataupun adanya evaluasi secara berkala," katanya.

Dyah juga berharap, dalam hal ini pemerintah tidak membuat keputusan sendiri dan tetap melibatkan masyarakat untuk berdiskusi, mengingat keputusan redenominasi rupiah ini merupakan langkah besar pemerintah yang akan berpengaruh kepada seluruh rakyat.

"Saya harap pemerintah ini tidak memutuskan kebijakan ini secara sendirian atau sendiri-sendiri saja, tapi juga ada public hearing oleh masyarakat dan juga adanya deliberative public discussion yang terbuka untuk masyarakat."

"Dan juga mengambil keputusan ini tidak dalam waktu 1 malam ataupun di malam hari ketika masyarakat ini sedang terlelap, karena ini adalah langkah besar dan juga yang dipertaruhkan adalah seluruh masyarakat Indonesia," tegas Dyah.

Kebijakan Redenominasi Rupiah Wewenang Siapa?

Keputusan terkait kebijakan redenominasi rupiah ini merupakan wewenang dari Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter.

Hal tersebut sebelumnya disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa.

Dia menegaskan bahwa keputusan soal redenominasi nanti akan diputuskan oleh BI berdasarkan kondisi ekonomi yang dinilai tepat, bukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Dengan ini, Purbaya pun meminta agar publik tidak salah paham dan menilai seolah-olah Kementerian Keuangan yang mendorong pelaksanaan redenominasi. 

Namun, Purbaya memastikan bahwa kebijakan redenominasi rupiah belum akan dijalankan dalam waktu dekat.

“Itu kebijakan bank sentral dan dia nanti akan diterapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya, tapi enggak sekarang, enggak tahun depan,” ujar Purbaya usai acara studium generale dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-71 Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Senin (10/11/2025).

“Itu kebijakan Bank Sentral, bukan Menteri Keuangan, kan Bank Sentral sudah kasih pernyataan tadi. Jadi jangan gue yang digebukin, gue digebukin terus,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa redenominasi membutuhkan waktu dan persiapan yang lebih lama.

Untuk saat ini, kata Perry, BI lebih fokus menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Kami saat ini lebih fokus jaga stabilitas dan dorong pertumbuhan ekonomi. Fokus kami seperti itu, apalagi redenominasi butuh timing dan persiapan lebih lama,” kata Perry dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2025).

(Tribunnews.com/Rifqah)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved