Jumat, 14 November 2025

Gelar Pahlawan Soeharto

Gelar Pahlawan Soeharto, Guntur Romli Tegaskan Sikap PDIP Tak Ganggu Hubungan Prabowo dan Megawati

Juru bicara PDIP Guntur Romli mengungkap hubungan Prabowo dan Megawati setelah Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional.

Dok. Biro Setpres
PRABOWO GANDENG MEGAWATI - Presiden RI Prabowo Subianto menggandeng Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebelum upacara Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta Pusat, Senin (2/6/2025). Guntur Romli yang bergabung ke PDIP sejak Agustus 2023 menegaskan, hubungan personal antara Prabowo dan Megawati baik-baik saja terlepas dari gelar pahlawan nasional Soeharto. 
Ringkasan Berita:
  • Presiden RI ke-2 Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto dalam peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada Senin (10/11/2025).
  • Gelar pahlawan nasional Soeharto pun mendapat penolakan keras dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
  • Lantas, bagaimana hubungan antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri setelah gelar tersebut?

TRIBUNNEWS.COM - Penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto berbuntut pada pertanyaan publik mengenai relasi antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.

Adapun Presiden RI ke-2 Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto dalam peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada Senin (10/11/2025).

Pemberian gelar tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta.

Penganugerahan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Gelar pahlawan nasional kepada Soeharto telah menimbulkan sederet pro-kontra, bahkan sejak masih dalam tahap pengusulan yang pertama kali diajukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada 2010 lalu, di era Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Di satu sisi, Soeharto disebut sebagai sosok yang berjasa dalam masa perjuangan kemerdekaan maupun untuk pembangunan bangsa Indonesia.

Misalnya, saat memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, hingga melakukan pembangunan nasional dengan meletakkan konsep Trilogi Pembangunan yang menekankan pada stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan.

Di sisi lain, beragam penolakan berkembang lantaran adanya rekam jejak kelam Soeharto di masa Orde Baru (1966-1998) yang dipimpinnya, seperti pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta otoritarianisme.

Adapun masa pemerintahan Soeharto disebut dilaksanakan dengan tangan besi, dan bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan dan mengambil keuntungan sebanyak mungkin.

Salah satu pihak yang keras menentang pemberian tanda kehormatan pahlawan nasional kepada Soeharto adalah PDIP.

PDIP sendiri memiliki riwayat historis yang mendalam dengan Soeharto, terutama karena ideologi sejarah ketika Soekarno digulingkan oleh Soeharto, peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 yang disponsori pemerintah untuk menggulingkan Megawati dari kantor pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI), serta penolakan terhadap warisan Orde Baru.

Baca juga: Gelar Pahlawan Nasional Disebut Pemutihan Dosa-dosa Besar Soeharto

Sejumlah politisi PDIP juga sudah menyatakan menentang pemberian gelar pahlawan nasional kepada ayah Siti Hardijanti Rukmana (Tutut) dan Bambang Trihatmodjo itu.

Di antaranya adalah Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi PDIP Andreas Hugo Pareira, politisi PDIP Ribka Tjiptaning, hingga Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.

Mengingat banyaknya penentangan PDIP terhadap gelar pahlawan nasional Soeharto, lantas bagaimana hubungan antara Prabowo dan Megawati?

Guntur Romli: Gelar Pahlawan Soeharto Tak Pengaruhi Relasi Prabowo dan Mega

Guntur Romli yang bergabung ke PDIP sejak Agustus 2023 dan kini menjadi juru bicara partai menegaskan, hubungan personal antara Prabowo dan Megawati baik-baik saja.

Ia yakin, hubungan tersebut, tidak terpengaruh oleh sikap partai yang menolak gelar pahlawan nasional untuk Soeharto.

Hal ini disampaikan Guntur Romli dalam program Sapa Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Kamis (13/11/2025).

"Relasi antara Ibu Megawati dengan Presiden Prabowo sebenarnya baik-baik saja," ujar Guntur.

"Terkait perbedaan, partai kami yang menolak Soeharto sampai kapan pun sebagai pahlawan, kami yakin itu tidak akan mengganggu hubungan personal antara Ibu Megawati dengan Presiden Prabowo Subianto."

Guntur menegaskan, sikap penolakan terhadap gelar pahlawan nasional Soeharto selaras dengan posisi PDIP sebagai politik penyeimbang, sebagaimana disampaikan Megawati Soekarnoputri dalam pidato penutupan Kongres VI PDIP di Nusa Dua Bali Convention Center, Sabtu (2/8/2025).

"Karena PDI Perjuangan sudah memutuskan berada di luar pemerintahan dan menjadi politik penyeimbang sejak Kongres VI Agustus 2025, maka pastinya PDI Perjuangan akan memiliki sikap yang berbeda dengan pemerintahan saat ini," papar Guntur.

Baca juga: Rahmah El Yunusiyyah Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Fahira Idris: Sosok Reformator Pendidikan Islam

Seperti yang disampaikan oleh Ibu Ketum [Megawati] pada waktu itu, apabila katakanlah politiknya tidak memperhatikan aspirasi masyarakat, tidak pro rakyat gitu, [maka PDIP] akan memberikan masukan-masukan."

"Dan ini terjadi ketika penganugerahan Soeharto sebagai pahlawan nasional, yang secara tegas PDI Perjuangan itu menolak."

Lebih lanjut, Guntur Romli juga menegaskan bahwa perbedaan pendapat dan pandangan politik adalah hal yang biasa dalam negara demokrasi.

"Hubungan keakraban antara Ibu Megawati dengan Presiden Prabowo Subianto kami yakin tidak terganggu, dan ini kan biasa dalam demokrasi, memiliki pilihan yang berbeda," ujar Guntur.

Guntur Romli juga membahas ketidakhadiran Ketua DPR RI Periode 2024-2029 sekaligus Ketua Bidang Politik PDIP Puan Maharani di acara penganugerahan gelar pahlawan nasional awal pekan lalu.

Guntur mengaku, tidak mengetahui pasti sikap pasti Puan terkait gelar pahlawan nasional Soeharto.

Namun, menurutnya, saat itu Puan tidak hadir lantaran ada acara lain dan belum tentu menjadi simbol penolakan PDIP.

Meski begitu, ia menegaskan, sikap partai PDIP adalah menolak pemberian gelar tersebut.

"Kalau saya tidak tahu sikap dari [Mbak Puan]. Yang jelas, ketika kita bicara soal sikap partai, sudah jelas bahwa partai itu menolak  Soeharto sebagai pahlawan," ujar Guntur.

"Saya lihat, beliau kan ada acara melayat ke Semarang, kemudian juga kunjungan ke luar negeri."

Guntur juga menyebut, penolakan terhadap gelar pahlawan nasional Soeharto sudah pasti ada di DNA atau ibaratnya, informasi genetik, PDIP.

Sebab, PDIP lahir dari rahim penindasan yang terjadi pada masa Orde Baru, dan memiliki jati diri yang pro demokrasi dan anti penindasan.

GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh. Penganugerahan tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Keluarga almarhum Presiden ke-2 RI Soeharto menanggapi pro-kontra atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional yang diberikan Presiden Prabowo.
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh. Penganugerahan tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Keluarga almarhum Presiden ke-2 RI Soeharto menanggapi pro-kontra atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional yang diberikan Presiden Prabowo. (Tribunnews.com/Taufik Ismail/Tangkapan Layar di YouTube Sekretariat Presiden)

Kontroversi Gelar Pahlawan Nasional Soeharto

Penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto telah diselimuti pertentangan dari berbagai pihak.

Kontroversi besar membayangi gelar tersebut, lantaran Soeharto disebut memiliki rekam jejak yang kelam selama Orde Baru (1966-1998) yang dipimpinnya.

Misalnya, dugaan pelanggaran HAM berat seperti pembantaian 1965-1966, penembakan misterius (Petrus), Tragedi Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, hingga penghilangan paksa aktivis 1997-1998, serta kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Sejumlah kritikus menilai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto melanggar semangat Reformasi 1998 dan bertentangan dengan dua ketetapan MPR RI, yakni:

  • Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang secara eksplisit menyebut mantan Presiden Soeharto. Meski akhirnya, nama Soeharto dicabut dari Tap MPR ini pada September 2024.
  • Tap MPR Nomor V/MPR/2000 yang mengidentifikasi penyebab krisis bangsa seperti ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan KKN.
    Adapun pihak-pihak yang menyuarakan penolakan terhadap gelar pahlawan nasional untuk Soeharto meliputi sejumlah lembaga, tokoh publik, aktivis, maupun massa yang berdemonstrasi.

Sementara, ada aktivis, tokoh, dan lembaga yang melayangkan penolakan dan kritikan tajam terhadap gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.

Seperti, Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Amnesty International Indonesia, Wakil Ketua DPR RI sekaligus kader PDIP Andreas Hugo Pareira, sejarawan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Asvi Warman Adam, jaringan GUSDURian, hingga Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis.

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved