Jumat, 14 November 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Eks Dirut Pertamina Nicke Widyawati Dihadirkan di Sidang Lanjutan Kasus Korupsi Minyak Mentah

Nicke Widyawati eks Direktur Utama PT Pertamina menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

Tribunnews.com/Rahmat Nugraha/ist
SIDANG KORUPSI PERTAMINA - Sidang dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) 2018-2023, Kamis (13/11/2025). Nicke Widyawati mantan Direktur Utama PT Pertamina dihadirkan jadi saksi di persidangan. 
Ringkasan Berita:
  • Eks Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina
  • Nicke hadir untuk terdakwa Direktur PT Pertamina Patra Niaga 2023-2025, Riva Siahaan
  • Selain Nicke, saksi lainnya adalah Alfian Nasution dan Elia Massa Manik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat melanjutkan sidang dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) 2018-2023, Kamis (13/11/2025).

Duduk sebagai terdakwa dalam perkara ini, Direktur PT Pertamina Patra Niaga 2023-2025, Riva Siahaan.

Baca juga: Perusahaan Riza Chalid Ikut Tahap Kajian Pengadaan Terminal BBM Pertamina, Saksi Takut Menegur

Kemudian Terdakwa Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya 2023-2025 serta VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne 2021-2023.

Sidang yang dimulai pukul 13.45 WIB jaksa menghadirkan tiga orang saksi ke persidangan. 

Saksi pertama atas nama Nicke Widyawati mantan Direktur Utama PT Pertamina 2018-2024.

Kemudian saksi Alfian Nasution selaku eks Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina.

 

 

Selanjutnya saksi mantan Direktur Utama PT Pertamina Elia Massa Manik periode 2018.

Diketahui dalam perkara ini Direktur PT Pertamina Patra Niaga 2023-2025, Riva Siahaan didakwa memperkaya dua perusahaan minyak asing asal Singapura mencapai USD 5,7 juta.

Hal itu terkait pengadaan atau impor bahan bakar minyak (BBM) gasoline RON 90 (Pertalite) dan RON 92 (Pertamax).

Hal itu disampaikan jaksa penuntut umum dalam pada sidang agenda dakwaan, perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) 2018-2023, PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).

Dakwaan tersebut dibacakan untuk Terdakwa Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode 2023-2025, Riva Siahaan.

Kemudian Terdakwa Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya 2023-2025. Serta VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne 2021-2023.

"Memperkaya BP Singapore Pte. Ltd. dalam pengadaan Gasoline 90 H1 2023 sebesar USD3,600,051.12. Memperkaya BP Singapore Pte. Ltd. dalam pengadaan Gasoline 92 H1 2023 sebesar USD745,493.30 . Memperkaya Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd. dalam pengadaan Gasoline 90 H1 2023 sebesar USD1,394,988.19," kata jaksa di persidangan saat membacakan surat dakwaan.

Di persidangan jaksa menyebut perbuatan para terdakwa tersebut melawan hukum dengan cara menyalahgunakan wewenang menjadikan BP Singapore Pte. Ltd dan Sinochem International Oil. Menang tender BBM RON 90 dan RON 92.

Para terdakwa didakwa membocorkan informasi pengadaan, serta memberikan tambahan waktu penawaran kepada dua perusahaan asing tersebut. Meskipun sudah melewati batas waktu penyampaian penawaran.

"Edward Corne menerima pemberian hadiah dari perusahaan yang terafiliasi (BP Singapore Group) berkaitan dengan proses pengadaan yang telah dilaksanakan dan dimenangkan BP Singapore Pte. Ltd," kata jaksa di persidangan.

Sementara itu dalam penjualan solar non subsidi periode 2021-2023 para terdakwa didakwa penuntut umum melanggar aturan.

"Terdakwa Riva Siahaan menyetujui usulan harga jual BBM Solar/Biosolar kepada konsumen industri yang tidak mempertimbangkan Bottom Price (nilai jual terendah) dan tingkat profitabilitas," jelas jaksa.

Tak hanya itu jaksa juga menyebut Terdakwa Riva Siahaan menandatangani kontrak perjanjian jual beli solar/biosolar kepada pembeli swasta. Dengan harga jual di bawah harga jual terendah.

"Menyebabkan PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah, bahkan di bawah harga pokok penjualan (HPP) dan harga dasar solar bersubsidi, yang pada akhirnya memberikan kerugian PT PPN," imbuh penuntut umum.

Atas perbuatannya itu para terdakwa merugikan keuangan negara USD 5.740.532,61 pada pengadaan produk bahan bakar minyak.

Sementara itu untuk kerugian keuangan negara dalam penjualan solar non subsidi Rp 2,5 triliun. Kerugian tersebut total dari kerugian keuangan negara seluruhnya Rp 25 triliun.

Selain itu terdapat juga kerugian perekonomian negara sebesar Rp 171 triliun yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi. 

Serta ilegal gain Rp 2,6 miliar berupa keuntungan ilegal dari selisih harga impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri. 

Total kerugian negara seluruhnya mencapai Rp 285 triliun.

Pada terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved