Jumat, 14 November 2025

UU Hak Cipta

Pimpinan Baleg Sindir Ketua LMKN Tak Bicara dan Duduk di Belakang Saat RDPU di DPR: Aneh Bin Ajaib

Pimpinan Baleg DPR sorot sikap Ketua LMKNA ndi Mulhanan Tombolotutu, yang tidak memberikan pernyataan saat rapat bareng anggota DPR.

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Fersianus Waku
HAK CIPTA - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) saat menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait RUU Hak Cipta dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025). 

Namun, karena sistem bisnis di lapangan hanya mengakui entitas besar seperti label dan publisher lama yang memiliki jutaan basis data lagu, mereka tidak bisa mengklaim haknya.

"Karena apa? Common bisninsya di lapangan, DSP-DSP ini hanya mengakui entitas-entitas besar, label, yang kebetulan sejak puluhan tahun memang menguasai puluhan juta data base lagu, misalnya. Publisher pun demikian," ucapnya. 

Menurut Fahmi, kondisi ini menimbulkan akumulasi hak cipta yang tidak terdistribusi dengan benar.

"Setiap tahun itu puluhan miliar pak bahkan sampai ratusan miliar," ungkapnya.

Usul LMKN Dibubarkan

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Eric Hermawan, mengusulkan LMKN dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dibubarkan.

Sebagai gantinya, ia mengusulkan pembentukan mekanisme pengelolaan royalti berbasis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di bawah Kementerian Ekonomi Kreatif.

"Saya memberikan gambaran dan usulan lebih ekstrem lagi bahwa LMK dan LMKN ini menurut saya lebih baik dibubarkan," kata Eric dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait harmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Menurut Eric, pengelolaan royalti hak cipta sebaiknya berada langsung di bawah kendali pemerintah agar lebih transparan dan adil bagi para pencipta karya. 

Ia menilai, selama ini mekanisme pengumpulan dan distribusi royalti melalui LMK dan LMKN kerap menimbulkan persoalan.

"Kenapa demikian? Karena saya melihat dalam tarik menarik uang itu rakyat itu harusnya melalui negara, tinggal kita bentuk caranya," ujarnya. 

Eric menjelaskan, sistem PNBP dapat menjadi solusi untuk memastikan setiap pencipta karya mendapat haknya secara proporsional. 

Nantinya, para pencipta bisa mendaftarkan karya mereka di unit khusus di bawah ekonomi kreatif yang mengelola royalti.

"Misalnya, tarif lagunya Dewa misalnya begitu kan, berapa, sama semua kan kalau untuk manggung sehingga tidak ada masalah. Kalau kemudian ke depannya Pak Once mau nyanyi mau ada acara, sudah clear sebelum selesai manggung sudah dapat daftar di PNBP. Gampang secara online," ucapnya. 

Eric menilai, sistem baru tersebut akan membuat tata kelola royalti lebih sederhana dan akuntabel. Ia juga menegaskan bahwa selama sistem LMK dan LMKN masih dipertahankan, persoalan serupa akan terus muncul.

"Makanya menurut saya lebih baik melalui ekonomi kreatif yang membidangi tentang royalti. Nah ini harus kita pikirkan Pak Ketua, kita pikirkan Pak Ketua, caranya gimana Pak Ketua, sehingga ini menarik. Kalau selama LMK LMKN sampai mati pun akan masalah," ungkapnya. 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved