Menkes Protes Sistem Berjenjang Rujukan BPJS Kesehatan yang Tak Efisien: Keburu Wafat Nanti Dia
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengkritik sistem rujukan berjenjang BPJS Kesehatan yang dinilai tidak efisien.
Ringkasan Berita:
- Menghambat penanganan kasus gawat darurat
- Merugikan BPJS Kesehatan karena mengeluarkan biaya berulang sekaligus memberatkan pasien
- BPJS Kesehatan akan diarahkan untuk lebih fokus melayani masyarakat berpenghasilan rendah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengkritik sistem rujukan berjenjang BPJS Kesehatan yang dinilai tidak efisien dan berpotensi membahayakan pasien.
Ia menilai pola rujukan yang harus melewati beberapa fasilitas kesehatan justru menghambat penanganan kasus gawat darurat.
Sistem rujukan yang berlaku saat ini dikatakan Budi membuat pasien harus berpindah dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas lain, meski sejak awal sudah jelas bahwa tindakan medis hanya bisa dilakukan di rumah sakit tipe tertentu.
“Yang nomor dua kita lakukan, kita akan ubah rujukannya berbasis kompetensi. Supaya menghemat BPJS juga,” kata Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Ia mencontohkan kasus pasien serangan jantung yang membutuhkan operasi jantung terbuka.
Baca juga: Wamenkes, BPJS Kesehatan hingga Gubernur DKI Bicara Soal Warga Baduy Ditolak RS karena Tak Punya KTP
Pasien itu setidaknya harus melakukan proses rujukan hingga 3 kali dari Rumah Sakit.
“Sekarang kalau orang misalnya sakit kena serangan jantung, harus dibedah jantung terbuka, dia dari puskesmas, masuk dulu ke rumah sakit tipe C. Tipe C rujuk lagi tipe B. Nanti tipe B, rujuk lagi tipe A. Padahal yang bisa lakukan sudah jelas tipe A. Tipe C, tipe B enggak mungkin bisa tangani,” ujarnya.
Budi menilai pola rujukan semacam ini merugikan BPJS Kesehatan karena mengeluarkan biaya berulang, sekaligus memberatkan pasien.
“Harusnya dengan demikian, BPJS enggak usah keluar uang tiga kali, dia keluar sekali aja, yok, langsung dinaikin ke yang paling atas,” tuturnya.
Baca juga: Transformasi Digital BPJS Kesehatan Tingkatkan Kualitas dan Kepuasan Peserta JKN
Selain membebani biaya, ia menekankan risiko keterlambatan yang dapat berakibat fatal.
“Dari BPJS itu biaya yang lebih murah, dari masyarakat juga lebih senang, enggak usah dia rujuknya tiga kali lipat, keburu wafat nanti dia kan. Lebih baik dia langsung aja dikasih ke tempat, di mana dia bisa dilayani sesuai dengan anamnesa awalnya,” ucapnya.
Fokus Melayani Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Menteri Kesehatan pun menegaskan bahwa skema BPJS Kesehatan ke depan akan diarahkan untuk lebih fokus melayani masyarakat berpenghasilan rendah.
Sementara itu, kelompok mampu didorong menggunakan layanan kesehatan swasta.
“Di yang baru nanti rencananya kita akan lakukan kelas rawat inap standar. Ini maksudnya apa? Supaya BPJS fokusnya ke yang bawah saja, walaupun ini didebat terus sama BPJS. Tapi saya bilang, BPJS enggak usah cover yang kaya-kaya deh,” ujar Budi.
Menurutnya, peserta kelas 1 yang secara finansial mampu seharusnya dialihkan ke layanan swasta agar beban BPJS Kesehatan tidak berkelanjutan.
“Kaya kelas satu itu biar dia dianggap swasta. Itu sebabnya tadi pagi kita tanda tangan sama OJK untuk combine benefit. Sudah di-improve juga oleh Komisi IX POJK mengenai kombinasi swasta dan BPJS,” katanya.
Selama ini, kata Budi, koordinasi manfaat atau coordination of benefit (COB) antara asuransi swasta dan BPJS tidak dapat disambungkan.
Regulasi terbaru diharapkan mengatasi persoalan tersebut.
“Biarin yang besar swasta saja yang ambil. Supaya BPJS bisa sustain (berlanjut), diambil yang level bawah, semuanya di-cover sama. 280 juta rakyat Indonesia, dia kaya miskin, harusnya di-cover sama. Kalau ada apa-apa, seperti itu,” pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.