MK Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Nasir Djamil: Tapi Polri Juga Punya Kompetensi
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil, menanggapi putusan MK yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan di lembaga sipil.
Ringkasan Berita:
- Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan di lembaga sipil.
- Politikus PKS ini menegaskan bahwa Polri merupakan institusi sipil, bukan militer.
- Dalam putusan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025, MK memutuskan bahwa Kapolri tidak boleh lagi menugaskan anggota Polri aktif ke jabatan sipil.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan di lembaga sipil.
Nasir menghormati keputusan MK tersebut, namun secara prinsip, penempatan anggota kepolisian di jabatan sipil sebenarnya tidak bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
"Putusan MK itu sejalan dengan semangat dalam Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, meskipun juga sangat disayangkan,” kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Nasir menilai bahwa anggota kepolisian yang ditempatkan pada jabatan-jabatan sipil sejatinya telah melalui proses pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang mumpuni.
Sehingga memiliki kemampuan yang relevan untuk membantu di lembaga sipil.
“Sebab apa pun ceritanya, anggota polisi yang ditempatkan di jabatan-jabatan sipil itu mereka sudah dididik oleh negara. Mereka punya pengetahuan, punya keterampilan, punya pengalaman,” ujarnya.
Dalam pandangan Nasir Djamil, secara konseptual Polri merupakan institusi sipil, bukan militer, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.
“Undang-undang itu memberikan peneguhan bahwa polisi itu sebenarnya institusi nonkombatan, dia itu institusi sipil,” ujarnya.
"Dia nonkombatan, bahwa kita menghormati putusan MK ya tentu tapi saya juga punya pendapat bahwa sebenarnya tidaklah salah cuma pengaturannya yang barangkali diatur dengan baik," imbuhnya.
Sebab itu, menurut Nasir tidak ada yang salah jika anggota Polri aktif bertugas di lembaga sipil, selama pengaturannya dilakukan dengan baik dan tetap memberi ruang bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk berkarier.
“Kalau misalnya ada anggota kepolisian ditempatkan di lembaga-lembaga sipil, itu sesuatu yang tidak bertentangan, sesuatu yang sejalan dengan ‘jenis kelamin’ polisi. Dia nonkombatan,” kata Nasir.
Namun, Nasir mengingatkan bahwa ketentuan dalam Undang-Undang telah mengatur bahwa anggota Polri yang ingin bertugas di luar institusinya wajib mengundurkan diri atau pensiun dini.
“UU Nomor 2 Tahun 2002 itu mensyaratkan bahwa ketika dia ingin berdinas di tempat lain maka dia harus pensiun dini atau mengundurkan diri," ucapnya.
Sebagai solusi, Nasir mendorong pemerintah dan DPR untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi regulasi agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan kebijakan di lapangan.
"Oleh karena itu, mungkin sebagai pembentuk undang-undang dalam hal ini pemerintah dan DPR perlu melakukan sinkronisasi dan harmonisasi agar kemudian situasi yang ideal bisa kita dapatkan," tandasnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa Kapolri tidak lagi bisa menugaskan polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil di luar institusi kepolisian, kecuali mereka sudah mengundurkan diri atau pensiun.
Putusan ini diambil dalam sidang perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menguji Pasal 28 Ayat (3) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
Permohonan ini diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite.
Mereka menyoroti praktik penempatan polisi aktif di jabatan sipil seperti Ketua KPK, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT, tanpa proses pengunduran diri atau pensiun.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Utama, MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002.
Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” kata Ridwan.
Perumusan yang demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian.
Sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
Hal demikian menurut pemohon sejatinya bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik.
Baca juga: MK Larang Polisi Aktif Jadi Pejabat Sipil, Margarito Kamis: UU Masih Membolehkan!
Serta merugikan hak konstitusional para pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
| MK Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Bagaimana Nasib Pejabat Polri di Kementerian atau KPK? |
|
|---|
| MK Larang Polri Aktif di Jabatan Sipil, Anggota DPR Ingatkan UU Lain Perlu Dikaji |
|
|---|
| Brigjen Pol Wibowo: Pondasi Keselamatan di Jalan Dimulai dari Tertib Data dan Dokumen |
|
|---|
| Istana Hormati Putusan Mahkamah Konstitusi yang Larang Polisi Duduki Jabatan Sipil |
|
|---|
| Kepercayaan Publik pada Polri Naik 76,2 Persen, Kadivhumas: Polri Terus Berbenah dan Terbuka Kritik |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.