Pengamat Sebut Putusan MK Soal Larangan Polisi Duduki Jabatan Sipil Tak Ganggu Jalannya Pemerintahan
Pengamat sebut putusan MK soal larangan Polisi duduki jabatan sipil tak ganggu jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran.
Ringkasan Berita:
- Putusan MK terkait larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil patut disambut positif.
- Menurut Dosen Fakultas Hukum UGM Yance Arizona, putusan MK itu bukan hanya mendorong proses meritrokrasi yang baik di dalam jabatan sipil.
- Tapi juga mendorong profesionalitas yang lebih baik di lingkungan Polri.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona buka suara mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil.
Putusan nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu, dibacakan dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 13 November 2025.
Yance mengatakan, putusan tersebut perlu disambut positif.
Sebab, bukan hanya mendorong proses meritrokrasi yang baik di dalam jabatan sipil, tapi juga mendorong profesionalitas yang lebih baik di lingkungan Polri.
"Putusan ini juga memberikan garis batas yang memagari agar polisi tidak terlalu banyak ikut campur dalam urusan sipil," kata Yance, saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (14/11/2025).
"Kita telah melihat ada banyak pengaruh negatif dari semakin luasnya jabatan sipil yang diisi oleh Polri aktif," sambungnya.
Baca juga: MK Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Nasir Djamil: Tapi Polri Juga Punya Kompetensi
Sementara itu, Yance mengatakan, proses penerapan putusan MK tersebut tidak akan mengganggu jalannya pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabumingraka.
Menurutnya, jabatan sipil yang ditinggalkan seiring para anggota Polri aktif kembali ke markas, akan mudah diisi oleh pejabat sipil lainnya.
"Saya rasa hal ini tidak akan mengganggu pemerintahan Prabowo. Kalaupun banyak yang kembali ke Markas, jabatan sipil yang ditinggalkan akan mudah diisi oleh pejabat sipil lainnya. Justru ini bisa menjadi kesempatan untuk mendorong meritokrasi di jabatan sipil," pungkasnya.
Sebelumnya, MK menegaskan bahwa Kapolri tidak lagi bisa menugaskan polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil di luar kepolisian, kecuali mereka sudah mengundurkan diri atau pensiun.
Putusan ini diambil dalam sidang perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menguji Pasal 28 Ayat (3) dan penjelasannya dalam UU Polri.
Permohonan diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite, yang menyoroti praktik penempatan polisi aktif di jabatan sipil seperti Ketua KPK, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT.
Baca juga: MK Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Bagaimana Nasib Pejabat Polri di Kementerian atau KPK?
Ketua MK Suhartoyo menyatakan permohonan dikabulkan seluruhnya. Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menilai frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) justru menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum.
Hal ini, menurut pemohon, bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi, serta merugikan hak konstitusional warga sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
Fakta di lapangan menunjukkan banyak polisi aktif masih menduduki posisi strategis di lembaga sipil.
Termasuk di antaranya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sebelumnya mensyaratkan calon komisioner harus berstatus pensiunan sebelum mendaftar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.