Sabtu, 15 November 2025

Kemenkes Soroti Dampak Fatherless di Indonesia, Anak Berisiko Kehilangan Arah di Masa Depan

Ayah harus terus ada setiap hari berkomunikasi dengan anak. Tujuannya agar anak merasakan kehadiran orang tua secara emosional.

Tribunnews.com/Rina Ayu Panca Rini
KESEHATAN MENTAL — Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes RI, dr. Imran Pambudi, saat temu media di Jakarta, Rabu (10/9/2025). Ia menyebut satu kasus bunuh diri dapat berdampak psikologis pada sekitar 35 orang di sekitar korban, termasuk keluarga, saksi, dan penolong. 
Ringkasan Berita:
  • Fatherless di mana kondisi anak tumbuh tanpa peran ayah secara langsung
  • Kondisi tersebut bisa mengakibatkan anak salah jalan di masa depan
  • Sekalipun sibuk bekerja, para ayah diharapkan tetap luangkan waktu quality time dengan anak-anak

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menyoroti dampak fenomena fatherless pada anak-anak Indonesia.

Fatherless adalah kondisi ketika seorang anak tumbuh tanpa kehadiran, keterlibatan, atau peran aktif dari ayah dalam kehidupannya yang bisa disebabkan oleh perceraian, ayah meninggal, ayah bekerja jauh, ayah ada secara fisik tetapi tidak hadir secara emosional hingga hubungan keluarga yang tidak harmonis.

Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes RI Imran Pambudi mengatakan, fatherless berpotensi membuat anak-anak salah jalan di masa depan.

Anak laki–laki dan perempuan membutuhkan figur orang tua.

Baca juga: Ungkap Ketakutan Terbesarnya, Ringgo Agus Soroti Fenomena Fatherless

“Ketika masa pertumbuhan dan perkembangannya anak-anak harus punya bayangan, begini peran laki-laki dan peran perempuan,” tutur dia di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Jika tidak ada sosok ayah dimasa-masa itu, dikhawatirkan anak akan kehilangan role model-nya.

Seperti anak perempuan, maka dia akan mudah terbujuk rayu oleh laki-laki, lantaran dia merindukan sosok ayah.

“Ini disalahgunakan oleh laki-laki, sehingga perempuan ini akan lebih mudah dirayu, lebih mudah tertarik sama orang-orang yang figur ayahnya kuat,” ujar Imran.

Sementara anak laki-laki membutuhkan ayah sebagai pengayom.

Jika tidak ada, maka ia akan cenderung menjadi anak yang memiliki kontrol diri yang rendah.

Mereka cenderung tumbuh dengan kecanduan gadget, game online, napza, rokok dan lainnya.

“Jadi anak ini akan melihat dari role modelnya sejak kecil. Kalau kehilangan role model ini akan sangat berpengaruh,” ujar dia.

Sekalipun ayah harus bekerja dan sibuk dengan beragam aktivitas, Imran berharap, para ayah bisa memiliki quality time dengan anak-anak.

Ayah harus terus ada setiap hari berkomunikasi dengan anak.

“Seberapa pun kecilnya harus tetap ada komunikasi setiap hari. Jadi jangan ditumpuk di weekend. Figur ayah itu tetap ada di dalam anak. Karena kalau dia, tidak ada bisa jadi bumerang,” kata Imran.

Misalnya, seorang anak perempuan dibesarkan mungkin hanya oleh ibu, maka dia menganggap semua harus dikerjakan sendiri.

Saat dewasa karena dia tidak memiliki seorang ayah, maka dia adjustment dan bertanya apa peran laki-laki, apa peran perempuan.

“Bisa juga dia jadi enggan menikah, karena takut untuk membangun rumah tangga,” jelas dia.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved