Wawancara Eksklusif
VIDEO Kisah Getir Anak Korban Tanjung Priok 1984: Beasiswa Hangus, PNS Pun Ditolak Karena Nama Biki
“Saya berkesempatan dapat Beasiswa Supersemar. Tapi, ketika nama Biki tersemat di nama saya, beasiswa itu hangus”
Ringkasan Berita:
- Lia Biki (48) kembali mengingat tragedi Tanjung Priok 1984 yang menewaskan ayahnya, Amir Biki, dan meninggalkan stigma panjang bagi keluarganya.
- Nama “Biki” jadi stigma, Beasiswa hangus dan ditolak menjadi PNS, mempertegas luka sosial yang tak pernah sembuh.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kerudung hitam dan batik cokelat membalut tubuh Lia Biki (48), siang itu di rumah tua peninggalan ayahnya, Amir Biki, di Kebon Bawang, Tanjung Priok, Selasa (11/11/2025).
Senyumnya ramah, tapi memudar begitu ia mulai mengenang masa lalu yang terus menjerat hidupnya.
Kisah itu bukan hanya merenggut nyawa Amir Biki, tetapi juga meninggalkan stigma panjang bagi keluarganya.
Empat puluh satu tahun telah berlalu sejak tragedi Tanjung Priok 1984—tepatnya pada 12 September 1984 — yang menjadi salah satu babak kelam dalam sejarah politik Indonesia di era Presiden Soeharto.
Menurut catatan Komnas HAM, sedikitnya 79 orang menjadi korban: 55 orang terluka dan 23 lainnya tewas.
Bagi Nur Dahlia Biki, atau Lia Biki, anak kedua Amir Biki, luka itu tak pernah benar-benar sembuh.
Ia tumbuh dengan bayang-bayang tragedi yang menewaskan sang ayah dan stigma sosial yang melekat pada nama keluarganya.
Baca juga: Korban Tragedi Tanjung Priok 1984: Pantaskah Soeharto Disebut Seorang Pahlawan?
Ia pernah gagal meraih Beasiswa Supersemar meski nilai akademiknya tinggi. Alasannya sederhana, nama keluarga "Biki" dianggap “bermasalah.”
“Dengan nilai akademik yang bagus, saya berkesempatan dapat Beasiswa Supersemar. Tapi, ketika nama Biki tersemat di nama saya, beasiswa itu hangus,” kenangnya, saat wawancara eksklusif bersama Tribunnews dalam program SAKSI KATA.
Baca juga: Rumah Amir Biki Korban Tanjung Priok 1984 Kini Jadi TPQ: Luka Era Soeharto Belum Sembuh
Kemudian, saat melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Hukum dan HAM pada awal 2000-an, berkasnya bahkan dipisahkan di depan mata.
“Sebenernya sih itu menjadi jawaban atas dulu kan ceritanya (dicap). Nggak bakalan lu dapat kerjaan PNS, nggak bakalan lu dapat kerjaan di pemerintah, nah itu menjadi jawaban semuanya, saya rasain sendiri,” ucap Lia.
Penolakan itu semakin menegaskan stigma yang diwariskan dari peristiwa Tanjung Priok.(*)
Saksikan kisah lengkap dan wawancara eksklusif Lia Biki hanya di kanal YouTube Tribunnews!
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.