Ramai Blockchain, Kripto dan NFT, Pakar Ingatkan Calon Investor Perlu Terapkan Prinsip Kehati-hatian
Miliaran rupiah yang didapatkan oleh Ghozali ini karena ia mengunggah foto selfie miliknya sebagai produk NFT di OpenSea.
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang pemuda bernama Ghozali menjadi perbincangan di dunia maya, karena meraup untuk miliaran rupiah berkat bisnis Non Fungible Token (NFT).
Miliaran rupiah yang didapatkan oleh Ghozali ini karena ia mengunggah foto selfie miliknya sebagai produk NFT di OpenSea.
Foto tersebut pun mendapatkan banyak peminat hingga laku puluhan juta rupiah.
Karena ramai berita foto selfie seseorang laku miliaran sebagai Non-Fungible Token (NFT), banyak orang Indonesia mulai latah ingin mencari peruntungan melalui investasi NFT, baik untuk menjual maupun membeli dengan harapan nilainya akan naik.
Baca juga: Kominfo Minta Platform Transaksi NFT Tidak Fasilitasi Penyebaran Konten Negatif
Produk yang dijual sebagai NFT meliputi kue lapis, produk baju dan foto KTP.
Praktisi Hukum Hendra Setiawan Boen mengingatkan, sebelum memutuskan berinvestasi pada kripto atau NFT, ada baiknya calon investor mempelajari terlebih dahulu secara mendalam supaya tidak mengalami kerugian besar.
Hal ini karena sulit memberi nilai instriksi pada produk virtual yang sepenuhnya ada di dunia maya seperti kripto dan NFT.
Kripto maupun NFT juga tidak memiliki sektor riil atau asset riil yang menunjang harga atau nilai pasar dan tidak didukung oleh bisnis utama atau underlying.
Baca juga: Ghozali Akui Jual 932 Swafoto Bentuk Eksperimennya Tawarkan Sesuatu Berbeda di Jagat NFT
Nilai pada produk-produk tersebut sepenuhnya diserahkan kepada tangan-tangan tidak terlihat. Jadi kripto maupun NFT lebih besar faktor spekulasi daripada investasinya.
Dikatakan, masyarakat mungkin ingat, beberapa tahun belakangan, cukup banyak perusahaan sekuritas dan asuransi di Indonesia mengalami kesulitan finansial akibat salah menempatkan investasi di pasar saham maupun obligasi.
Investor yang mencoba mendapatkan kembali investasi mereka tersebut dengan berbagai macam cara termasuk membuat pengaduan ke DPR, kementerian terkait dan mengajukan gugatan perdata maupun PKPU dan pailit namun nyaris tidak ada yang berhasil.
"Menanamkan uang di perusahaan yang memiliki underlying dan aset riil saja ternyata perlu kehati-hatian, tentu prinsip ini perlu semakin diterapkan sebelum menanamkan investasi di produk yang fundamentalnya tidak jelas seperti kripto dan NFT," ujar Advokat yang juga Managing Partner Frans & Setiawan Law Office dalam keterangannya, Minggu (16/1/2022).
Ia mengingatkan, berinvestasi pada produk dengan fundamental rendah selalu berisiko.
"Kita tentu ingat krisis global tahun 2008 yang disebabkan oleh produk mortgage-backed securities (MBS) dan collateralized debt obligations (CDO). Surat berharga MBS dan CDO tersebut berasal dari berbagai kredit kepemilikan rumah (KPR) di Amerika yang tidak diteliti kemampuan membayar dari debitur KPR. Akibatnya ketika para debitur ramai-ramai tidak membayar KPR mereka karena berbagai alasan, pasar MBS dan CDO runtuh seketika dan merugikan para investor," katanya.
Ia menambahkan, krisis tahun 2008 yang dikenal sebagai subprime mortgage ini membangkrutkan perusahaan pialang besar seperti Fannie Mae, Freddie Mac, Lehman Brothers sampai menimbulkan kerusakan parah pada sistem perbankan negara Islandia.