Kamis, 18 September 2025

Ignasius Jonan: Masa Depan Kendaraan Berbahan Bakar Hidrogen Masih Jauh, Biayanya Mahal

Hanya beberapa pabrikan yang mulai fokus pada pengembangan kendaraan hidrogen, satu diantaranya Toyota.

Tribunnews/Lita Febriani
GIAC GIIAS - Seminar Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) dalam GIIAS 2025, ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (29/7/2025). Pelaku industri otomotif perlu mengubah cara menjual untuk menyasar generasi muda. 

TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Kendaraan hidrogen merupakan mobil yang menggunakan gas hidrogen sebagai bahan bakar, sehingga menawarkan potensi solusi ramah lingkungan karena emisi utamanya adalah air.

Sayangnya, hanya beberapa pabrikan yang mulai fokus pada pengembangan kendaraan jenis ini, satu diantaranya Toyota.

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral era Presiden Jokowi, Ignasius Jonan, menyebut bahwa penggunaan hidrogen sebagai sumber energi kendaraan masih jauh dari realisasi yang terjangkau dan layak secara ekonomi.

Baca juga: Crown FCEV Perkuat Posisi Toyota Sebagai Brand Mobil Hidrogen di GIIAS 2025

"Kalau saya punya 20 tahun lagi untuk hidup, mungkin teknologi hidrogen akan datang. Tapi menurut saya, belum sekarang," ungkap Jonan dalam Gaikindo International Automotive Conference (GIAC), ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (29/7/2025).

Ia menambahkan, jika pun teknologi itu hadir hari ini, biayanya kemungkinan masih akan sangat mahal dan sulit dijangkau oleh publik.

"Sekarang mungkin biayanya 200.000-300.000 dolar AS. Untuk menjatuhkannya jadi 100.000 saja sudah sulit. Apalagi lebih murah," jelas Jonan.

Jonan yang juga mantan Menteri Perhubungan menyampaikan, tidak sepenuhnya menutup kemungkinan masa depan hidrogen, namun ia menekankan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengandalkannya sebagai solusi utama menghadirkan kendaraan rendah emisi.

Selain itu, Jonan mengajak pelaku industri otomotif untuk melihat tren besar yang terjadi di kalangan generasi muda, terutama Generasi Z dan Generasi Alpha. Menurutnya, perubahan gaya hidup generasi ini berdampak besar pada cara mereka melihat kepemilikan kendaraan.

"Pertanyaannya cuma satu, apakah mereka benar-benar butuh beli mobil sendiri? Banyak dari mereka tidak merasa perlu," ujarnya. 

Hal ini dikarenakan menurut generasi muda, kemudahan akses transportasi seperti ride-hailing, car-sharing, hingga layanan antar barang membuat kepemilikan mobil bukan lagi kebutuhan utama.

Jonan juga menyinggung perlunya perubahan pendekatan pemasaran di industri otomotif. Industri mobil harus mulai mengubah cara kampanye, cara menjual dan cara mendekati konsumen.

Generasi muda kini memiliki nilai hidup yang berbeda. Mereka lebih mengutamakan fleksibilitas, pengalaman dan keseimbangan hidup dibanding kepemilikan barang.

"Sekarang ini bukan cuma soal teknologi, tapi juga soal cara orang menjalani hidup. Zaman saya dulu kalau penghasilan naik, saya beli mobil. Tapi sekarang beda. Banyak anak muda yang lebih memilih bisa kerja dari mana saja dua hari seminggu," jelasnya.

Jonan menyarankan para pelaku industri otomotif, pemimpin-pemimpin baru di industri dan pemerintahan untuk lebih mendengarkan suara generasi muda.

"Kita perlu pahami bagaimana mereka berpikir, bagaimana mereka hidup dan apa nilai yang mereka anggap penting," tutur Jonan.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan