Pemilu 2014
Bela HT, Ketua Fraksi Hanura: Yang Mundur Harusnya Caleg Modal Dengkul
"Seharusnya yang mundur itu caleg yang kerjanya hanya jadikan partai tempat makan," kata Sudding ketika dikonfirmasi.
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding membela Ketua Bapillu Hary Tanoesoedibjo terkait desakan mundur.
Hary diminta mundur dari jabatannya di Hanura setelah partai bentukan Wiranto itu gagal meraup suara tinggi pada pemilihan umum 2014.
"Seharusnya yang mundur itu caleg yang kerjanya hanya jadikan partai tempat makan," kata Sudding ketika dikonfirmasi, Rabu (30/4/2014).
Dalam hal ini, Sudding menyentil seluruh caleg yang menggantungkan harapan kepada seseorang dan berharap dibiayai, namun minim kontribusi.
"Terlalu naif orang yang sudah berkorban sedemikian rupa. Partai ini lolos parliamentary terus diasumsikan gagal," ungkap Anggota Komisi III itu.
Menurut Sudding, Hary berkontribusi atas suara Hanura yang meningkat dibanding perolehan suara pada pemilu 2009.
"Sebelum bergabung masih 0 sekian persen lalu bisa lolos PT dari 3 ke 5 persen," tuturnya.
Selain itu, kata Sudding, HT telah menyumbang Hanura dengan sangat besar seperti iklan-iklan di MNC group.
"Kehadiran HT bawa angin segar dan perub signifikan. Tidak ada ruang bagi mereka lalu merasa terganggu dan bicara macam-macam," katanya.
Ia pun membantah adanya perpecahan di tubuh Hanura terkait perolehan suara pada pileg 2014.
"Tidak ada. Itu suara-suara kecewa gagal ke Senayan karena modal dengkul," katanya.
Sebelumnya, Wakil Sekjen Hanura Kristiawanto kecewa dengan perolehan suara partainya pada Pemilu 2014. Apalagi Hanura gagal memenangkan pemilu 2014.
"Pemilu sudah usai, Hanura belum mampu mengambil tiket Capres atau Cawapres. Kami berharap Ketua Umum kami Bapak Wiranto sebagi kader terbaik Bangsa yang sudah terbukti memiliki integritas dan kapabilitas harusnya menjadi harapan bangsa ini," kata Kristiawanto.
Kristiawanto menuding Hary di balik kegagalan partai tersebut mendapat perolehan suara maksimal. Hal itu menjatuhkan semangat serta mentalitas kader Hanura di seluruh Indonesia.