PPDB 2019: Orang Tua Antre dari Subuh & Bermalam di Depan Sekolah hingga Ganjar Usul Aturan Diubah
Orang tua antre dari subuh dan bermalam di depan sekolah dalam PPDB 2019. Banyaknya protes dari warga membuat Ganjar Pranowo usul aturan diubah.
Penulis:
Miftah Salis
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 menyimpan banyak cerita.
Ada orang tua yang antre dari subuh hingga ada yang bermalam di depan sekolah.
Terkait banyaknya protes pelaksanaan PPDB 2019, Gubernur Jawa Tengah mengusulkan Kemendikbud untuk mengubah aturan.
Diberitakan sebelumnya, ratusan orang tua siswa mengantre di SMP N 1 Tawangmangu sebelum dibukanya pendaftaran PPDB 2019 pada 13-18 Juni 2019 di Kabupaten Karangayar.
Bahkan para orang tua juga rela bermalam di halamn SMPN 1 Tawangmangu hingga Kamis (13/6/2019).
Melansir dari Tribun Jateng, PPDB di SMPN 1 Tawangmangu akan dibuka pada Kamis (13/6/2019) pukul 07.30 WIB.
Para orang tua diduga khawatir anaknya tak diterima di sekolah yang diinginkan hingga rela menginap di sekolah.
Baca: PPDB Online SMA Provinsi Jateng 2019, Penjelasan LENGKAP dari Jalur Zonasi hingga Alur Pendaftaran
Baca: Cara Pendaftaran PPDB Online 2019, Simak Langkahnya dan Kunjungi Link Berikut Ini
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Karangayar, Agus Hariyanto.
"Yang kemarin sempat ramai itu jalur zonasi. Sebenarnya, berawal dari kekhawatiran para orangtua siswa yang khawatir jangan-jangan anaknya tidak diterima di sekolah yang diinginkan," kata Agus ditemui Kompas.com di Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (13/6/2019).

Lebih lanjut, Agus menjelaskan, PPDB tingkat SMP Negeri di Karangayar dilakuakn dalam tiga sistem yakni zonasi, prestasi, dan perpindahan orang tua.
Sistem zonasi ini dibagi lagi dalam empat zonasi dimana akan ada perebutan kursi dari peserta.
"Dalam sistem zonasi ini kalau di zona I pasti diterima. Kalau di zona II kuotanya cukup, ya sudah di zona II. Kalau pendaftarnya kelebihan memang siapa yang duluan daftar, itu yang akan diterima," terang Agus.
Hal inilah yang diduga membuat para orang tua berbondong-bondong datang lebih awal ke sekolah.
"Sehingga mereka berbondong-bondong kalau bisa mendahului dengan teman-tamannya dengan harapan mereka bisa diterima di situ (SMPN 1 Tawangmangu)," katanya.
Saat dihubungi oleh Tribun Jateng, Agus juga menyampaikan adanya misskominikasi antara orang tua dan pihak sekolak.
"Misskomunikasinya itu di sana (sekolahan) oleh pihak sekolah ada penataan kursi. Kursi itu besok akan dipakai dan diduduki oleh yang antre. Memang sudah ada nomornya.
Nomor itu diduduki sesuai antrean pendaftar besok.Nggak tahunya sudah diduduki mulai sekarang. Karena menimbulkan keresahan, Pak Bupati ngersakne (meminta) untuk sementara diundur dulu. Nanti akan dilaksankan secara online," terangnya dikutip dari Tribun Jateng.
Masih dikutip dari sumber yang sama, Bupati Karangayar Juliyatmono memutuskan untuk mengundur PPDB tingkat SMP pada 1 Juli 2019.
Sementara untuk sistem pendaftaran akan dilakukan secara online.
Baca: Diduga Terlibat Pungli PPDB 2017, Kepala Sekolah SMPN 2 Tulungagung Ditahan
Baca: Surabaya Catat Ribuan Siswa di PPDB yang Asli Berasal dari Keluarga Miskin, SKTM Tak Lagi Berlaku
Hal ini untuk mengantisipasi hal sama terjadi.
"Supaya orang tidak terlalu berjubel, kasihan. Antrian itu kan bagi mereka ingin cepat untuk mendaftar, karena jumlah pendaftar itu ditentukan oleh percepatan urutan mendaftar. Buka urutan prestasi. Sehingga mereka berubel-jubel, khawtir. Sistemnya online. Kalau online kan orang tidak bersentuhan dengan antrean, orang bisa mendaftar dari rumah," ungkapnya.
Lain cerita PPDB SMA Negeri di Surabaya.
Orang tua siswa rela antres sejak subuh demi mendaftar di sejumlah SMA Negeri.
PPDB SMA Negeri di Surabaya baru akan dibuka pada 17 Juni mendatang.
Sementara itu pada Jumat (31/5/2019) lalu, orang tua siswa sudah banyak mengantre saat pengambilan PIN.
PIN ini digunakan untuk mendaftar secara online pada 17-20 Juni 2019.
"Warga banyak yang sudah antre sejak subuh. Saya datang jam 06.00 sudah tidak kebagian antrean," kata seorang wali murid, Novi, dikutip dari Tribun Madura.

Novi kehabisan antrean di SMAN 13 dan SMAN 22 yang berada dalam satu zona.
Sementara itu, persoalan PPDB 2019 juga ditanggapi oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Masyarakat banyak yang melakukan protes terhadap PPDB online 2019 tingkat SMA dan SMK.
Protes ini muncul lantaran adanya sistem zonasi serta kuota anak berpretasi yang hanya 5 persen.
Kuota anak berprestasi in dinilai terlalu sedikit.
Ganjar Pranowo kemudian mengusulkan Kemendikbud untuk mengubah mekanisme dan aturan PPDB 2019.
"Saya setiap hari ditanya masyarakat terkait PPDB online ini. Mereka bertanya soal zonasi serta minimnya tempat bagi siswa berprestasi karena kuota yang disediakan hanya 5 persen," ujarnya pada Kamis (13/6/2019) dikutip dari Kompas.com.
Baca: Kebijakan Baru PPDB 2019, Mendikbud Putuskan Hapus SKTM sebagai Syarat Pendaftaran Calon Siswa
Baca: KPAI Minta Pemerintah Perbaiki Sarana-Prasarana Sekolah Sebelum Penerapan PPDB 2019
Ganjar mengatakan dirinya telah menggelar rapat dengan dinas terkait dan melakukan koordinasi dengan Menteri Pendidikan.
Lebih lanjut, Ganjar menilai, Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 51 tahun 2018 tentang PPDB masih menimbulkan persoalan di masyarakat.
Penerapan zonasi berlaku untuk kuota 90 persen sementara jalur prestasi hanya 5 persen.
Akibat aturan tersebut, banyak siswa cerdas yang mengalami kendala.
Jawa Tengah kemudian berinisiatif mengusulkan adanya perubahan sistem PPDB.
"Saya usul boleh tidak kuota jalur prestasi diubah dari 5 persen menjadi 20 persen. Kalau bisa 20 persen, maka mereka yang berprestasi bisa mendapatkan pilihan sekolah melampaui zonasi yang sudah ditetapkan," tegasnya.
Tak hanya itu, Ganjar juga menyoroti aturan mengenai pendaftar tercepat akan mendapat prioritas.
Aturan ini, menurut Ganjar, akan mempersulit masyarakat.
"Sekarang kan rumusnya cepet-cepetan, kalau itu masih digunakan, ya akan terjadi gejolak di masyarakat. Mengatasi persoalan ini harus ada perubahan peraturan," tutur Ganjar.
(Tribunnews.com/Miftah)