Sabtu, 16 Agustus 2025

Pilkada Serentak 2020

369 ASN Langgar Netralitas, Didominasi Kampanye di Medsos

Sebanyak 369 ASN dilaporkan melanggar netralitas karena terlibat dalam sejumlah kegiatan politik

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
setkab.go.id
Pilkada Serentak 2020 - Pendaftaran petugas Pemilu seperti PPK/PPS untuk Pilkada Serentak 2020, telah dibuka. Simak syarat-syaratnya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 369 aparatur sipil negara (ASN) dilaporkan melanggar netralitas karena terlibat dalam sejumlah kegiatan politik terkait Pilkada. Pelanggaran didominasi aktivitas ikut berkampanye di media sosial.

"283 ASN telah diberikan rekomendasi oleh KASN untuk mendapat sanksi pelanggaran netralitas. 99 ASN sudah ditindaklanjuti oleh PPK (pejabat pembuat komitmen)," kata Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)
Agus Pramusinto pada acara Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN "ASN
Netral, Birokrasi Kuat dan Mandiri", yang digelar secara virtual, Selasa (30/6).

Agus menjelaskan, jumlah tersebut merupakan total laporan sepanjang awal tahun
hingga 26 Juni 2020.

Dari jumlah pelanggaran tersebut, yang paling banyak didapati
adalah melakukan kampanye di media sosial 27 persen, dan melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan diri atau orang lain sebagai bakal calon 21 persen.

Kemudian memasang spanduk atau baliho mempromosikan diri atau orang lain sebagai bakal calon 13 persen, mendeklarasikan diri sebagai bakal calon 9 persen, dan menghadiri deklarasi pasangan calon 4 persen.

Baca: Komisi II DPR Sepakat RUU Pilkada Serentak Dibawa Ke Rapat Paripurna 

Dari jumlah pelanggar tersebut, sebanyak 36 persen terdiri dari ASN dengan jabatan
pimpinan tinggi, 17 persen jabatan fungsional, 13 persen jabatan administrator, 12
persen jabatan pelaksana, dan 7 persen jabatan kepala wilayah seperti camat atau
lurah.

Pelanggaran ASN paling banyak didapati di pemerintahan Kabupaten Sukoharjo, disusul Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Sumbawa.

Kemudian Kota Banjarbaru, Kabupaten Muna Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten
Banggai, Kabupaten Dompu dan Kabupaten Muna.

Baca: Pelanggaran Netralitas ASN di Medsos, KASN Bakal Blok Status Kepegawaian

Agus pun meminta para ASN supaya bersikap netral selama penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

Menurut dia, asas netralitas menjadi bagian dari etika dan perilaku yang wajib dilakukan setiap ASN sebagai penyelenggara negara.

Pelanggaran asas netralitas, kata dia, menjadi pintu masuk munculnya berbagai distorsi dan pelanggaran hukum lain, seperti perilaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, (KKN), kualitas pelayanan publik yang rendah, serta perumusan dan eksekusi kebijakan yang mencederai kepentingan publik.

Baca: Polemik Terus Berlanjut, Isco Alarcon Berbicara Mengenai Netralitas Politik

"Saya mengimbau ASN dimanapun untuk membangun
kesadaran tidak berpihak dan bebas dari konflik kepentingan," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan di
lapangan ASN kerap bimbang saat menjaga netralitasnya ketika musim Pemilihan
Kepala Daerah datang.

"Semuanya penuh risiko, tidak ada yang aman. Mau netral
dianggap tidak mendukung oleh petahana. Mau mendukung dianggap berisiko kalau
petahana kalah," tuturnya.

Sedangkan jika ASN diam dan tak bersikap, lanjut Ghufron, juga bisa berimbas pada
kendala kariernya di instansi tersebut.

Ini akhirnya membuat ASN kian bimbang.

Ghufron mengatakan yang perlu diperbaiki adalah pemerintah pusat harus bisa
memastikan keamanan jabatan ASN ketika dituntut netral dalam politik lokal.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan Misbah mengatakan, longgarnya
pengawasan akan pemberian sanksi di PPK terjadi karena ada kendala pada regulasi.

Untuk itu, pihaknya bersama KPK, KemenPANRB, Kemendagri, dan KASN tengah
menggodok surat keputusan bersama mengatur alur pengawasan dan sanksi
pelanggaran netralitas ASN.

Sejauh ini, sanksi terhadap pelanggaran netralitas ASN diatur melalui Peraturan
Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Di situ diatur
pelanggaran netralitas ASN dapat diberi sanksi administratif dan pidana.

Sanksi administratif ini yang harus melalui rekomendasi KASN dan ditindak oleh PPK.
Sedangkan sanksi pidana juga didapati punya kendala dalam penindakannya.

"Ada beberapa hal pelanggaran ketika sampai proses pidana dan terbukti, begitu
petahana terpilih kembali [petahana] bisa [membantu ASN] dan menjadikan itu promosi,"  ungkapnya.

Abhan pun mengingatkan para ASN agar bijak menggunakan media sosial. Menurut dia,
mengunggah dan me-like foto saja dapat diartikan sebagai keberpihakan kepada salah
satu pasangan calon kepala daerah.

Meski mengunggah dan me-like foto memang
bukan merupakan pelanggaran, namun kata dia, maksud melakukan itu di media sosial dapat diartikan keberpihakan.

"Itu bagian dari bentuk dukungan dianggap bukan
pelanggaran, tetapi substansi menunjukkan keberpihakan. Hati-hati ASN menggunakan media sosial," ujarnya.

Abhan menyebut ASN berada di posisi serba salah. Namun, pada intinya, dia
menegaskan, ASN harus netral. Apabila tidak netral, kata dia, dapat dijerat sanksi
pelanggaran administrasi atau pidana.

"ASN kalau disurvei lebih bagus seperti TNI/Polri dicabut hak pilih. Tetapi, undang-undang memberikan hak istimewa, karena tidak semua orang.

Hak istimewa menggunakan secara baik dan jangan disalahkan netralitas itu.
Negara mengakui ASN mempunyai hak pilih," tambahnya.(tribun network/gle/dod)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan