Pilpres 2019
Pengamat: Konsekuensi Tidak Langsung dari Penolakan BPN Prabowo-Sandi Adalah Menyetujui Hasil KPU
Pengamat Politik, Leo Agustino, menyebut konsekuensi dari penolakan BPN Prabowo-Sandiaga adalah menyetujui hasil KPU.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik, Leo Agustino menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap sah menetapkan calon presiden dan wakil serta calon anggota legislatif terpilih, meski tanpa persetujuan BPN Prabowo-Sandiaga.
Menurutnya bila harus ada persetujuan dari BPN Prabowo-Sandiaga justru akan menimbulkan masalah tersendiri.
"Sebab jika harus mendapat persetujuan BPN, maka calon-calon tersebut tidak akan ditetapkan dan ini menjadi masalah tersendiri bagi sistem politik Indonesia," ujar Leo Agustino kepada Tribunnews.com, Jumat (17/5/2019).
Hal tersebut dikatakan Leo Agustino menanggapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada 25 Mei 2019.
Baca: Psikiater Ungkap Kondisi Kejiwaan Sugeng Saat Memutilasi Korban
Penetapan tersebut dilakukan sesuai jadwal hanya jika tak ada sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Menurut dia, penolakan BPN atas rencana KPU untuk mengumumkan hasil Pemilu 2019 menunjukkan perilaku yang tidak dewasa dan tidak mempercayai sistem Pemilu dan sistem politik Indonesia.
Jika alasan BPN menolak hasil Pemilu karena ada kecurangan, maka menurut dia, gunakan jalur konstitusional yang tersedia, baik itu ke Bawaslu hingga menyengketakan hasil KPU ke MK.
Baca: BMW Indonesia Akhirnya Luncurkan All-New BMW Seri 8 Coupe
"Jangan karena kasus-kasus kecil, Pemilu yang berjalan demokratis dan konstitusional diburuk-burukan, seolah-olah Pemilu kita tidak berjalan secara demokratis," jelasnya.
Apabila BPN tidak menyengketakan hasil KPU tersebut ke MK, kata dia, itu menjadi hak BPN untuk menentukan pilihannya sendiri.
"Konsekuensinya tentu secara tidak langsung menyetujui hasil KPU yang akan ditetapkan," ucapnya.
Di luar itu semua, dia berharap semua pihak yang bersaing memiliki jiwa besar dalam menyepakati hasil Pemilu 2019.
Bukan sebaliknya, imbuh dia, justru memanas-manasi keadaan dan mendelegitimasi penyelenggara Pemilu yang sudah teruji kredibilitasnya dalam menyelenggarakan Pemilu-pemilu sebelumnya.
BPN tolak hasil
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menyatakan menolak hasil penghitungan suara yang kini sedang berjalan di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Penolakan tersebut disampaikan Ketua BPN, Jenderal Purnawirawan Djoko Santoso dalam acara pemaparan kecurangan Pemilu di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa (14/5/2019).
"Kami Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi bersama-sama rakyat Indonesia yang sadar demokrasi menolak hasil perhitungan suara dari KPU RI yang sedang berjalan. Saya ulangi, kami Badan Pemenangan Nasional Prabowo Sandi bersama rakyat Indonesia yang sadar demokrasi menolak hasil perhitungan suara dari KPU RI yang sedang berjalan," katanya.
Baca: Rekap Tingkat Nasional KPU RI: Jokowi-Maruf Unggul Suara di Sulawesi Tengah
Penolakan tersebut menurut Djoko Santoso karena penyelenggaraan Pemilu 2019 keluar dari prinsip Luber.
Penyelenggaraan Pemilu tidak berlangsung jujur dan adil.

"Kita telah mendengar, melihat, memperhatikan secara mencermati paparan yang disampaikan para pakar para ahli tentang kecurangan pemilu 2019 pada sebelumnya, pada saat dan setelah pemilu yang bersifat TSM, ada juga yang menambahkan brutal," katanya.
Baca: Ditemukan di Singapura, Hal Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Cacar Monyet
Penolakan tegas BPN juga menurut Djoko berdasarkan rekomendasi dan laporan kecurangan dari Partai Politik Koalisi Adil dan Makmur.
"Pidato pak Sandiaga Uno juga mengungkapkan secara garis besar kecurangan yang terjadi," katanya.
Penetapan 25 Mei
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih pada Sabtu, tanggal 25 Mei 2019. Sedangkan pada tanggal 22 Mei, KPU baru sebatas mengumumkan hasil rekapitulasi Pemilu 2019.
Penetapan pemenang terpilih pada tanggal 25 Mei, dilakukan dengan kondisi, jika tak ada gugatan sengketa hasil Pemilu yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kondisi tersebut juga berlaku bagi pemilihan legislatif untuk menetapkan jumlah perolehan kursi dan anggota legislatif terpilih.
"Putusan calon terpilihnya, tergantung. Apakah ada sengketa atau tidak. Kalau tanggal 22 Mei kita tetapkan (re: umumkan), 3 hari kemudian sampai tanggal 25 Mei tidak ada sengketa, maka 25 Mei kita tetapkan," kata Ketua KPU RI Arief Budiman di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019).
Namun bila ada peserta yang mengajukan sengketa hasil Pemilu ke MK dalam masa 3 hari, dari tanggal 22 - 25 Mei, maka penetapan calon presiden dan wakil presiden terpilih akan dilakukan pascaputusan MK.
"Kalau perolehan suaranya disengketakan, maka kita tunggu sampai selesainya proses sengketa. Tapi kalau tidak, maka dalam waktu 3 hari itu, akan kita tetapkan. 3 hari setelah rapat rekapitulasi selesai (re: tanggal 22 Mei)," jelas Arief.
Baca: Jadi Salah Satu Target Kajian Tim Asistensi Hukum Bentukan Wiranto, Amien Rais Keluarkan Ultimatum
Baca: Para Mahasiswi Rela Jual Sel Telur Rp200 Juta Hanya Demi Bisa Beli Handphone Baru
Baca: Bawaslu: Situng KPU Tidak Perlu Dihentikan
Baca: Tolak Hasil Pemilu 2019, Prabowo juga Tak Mau ke MK, Ini Tanggapan Mahfud MD hingga Kubu Jokowi
Baca: Persija Jakarta Dapat Pujian dari Marko Simic Usa Kalahkan Shan United
Soal putusan penyelesaian sengketa hasil Pemilu presiden dan wakil presiden oleh MK, akan berlangsung dalam rentang waktu 23 Mei 2019 - 15 Juni 2019.
Sedangkan pengambilan sumpah dan janji pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih akan dilakukan pada 20 Oktober 2019.