Pilpres 2019
Sidang Sengketa Pilpres, BW Singgung Status Maruf Amin, Argumen Yusril Dipakai hingga Alat Bukti
Sidang perdana Sengketa Pilpres 2019 di MK hari ini, Jumat (14//6/2019), memberikan kesempatan kepada pemohon untuk membacakan pokok-pokok permohonan.
Penulis:
Daryono
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Sidang perdana Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Jumat (14//6/2019), memberikan kesempatan kepada pemohon yakni tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk membacakan pokok-pokok permohonan.
Hal itu diawali saat Hakim Konstitusi, Anwar Usman, meminta pihak pemohon perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk pemilihan presiden (pilpres) agar membacakan pokok-pokok permohonan.
"Baik, kami langsung ke pemohon. Silakan untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan. (Permohonan,-red) Kami sudah baca dan kami sudah teliti," kata pria yang menjabat sebagai ketua umum Mahkamah Konstitusi (MK) di ruang sidang pleno lantai 2, Gedung MK, Jumat (14/6/2019).
Baca: Di Sidang MK, BW Ungkap Alasan Absennya Prabowo-Sandi hingga Minta MK Tak Jadi Mahkamah Numerik
Menurut dia, permohonan dibacakan berdasarkan pada pengajuan permohonan pada 24 Mei 2019.
"Permohonan yang disampaikan bertitik tolak dari permohonan tanggal 24 Mei. Silahkan pokok-pokoknya saja," kata dia.

Setelah itu, ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto membacakan permohonan.
Dia bergantian dengan anggota tim hukum lainnya membacakan pokok permohonan tersebut.
Saat berita ini diturunkan, pembacaan permohonan belum selesai dan sidang di skor untuk Salat Jumat.
Dalam permohonannya, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi menyinggung soal status Maruf Amin di Bank, sumbangan kampanye Jokowi hingga menggunakan argumen ahli Tata Negara Yusril Ihza Mahendra yang saat ini menjadi Ketua Tim Hukum 01.
Berikut rangkuman jalannya penyampaian pokok-pokok permohonan dalam sidang MK:
1. Persoalkan Status Maruf Amin di Bank
Pada awal pembacaan pokok permohonan, BW, sapaan Bambang Widjojanto, mengungkapkan mengenai status calon wakil presiden nomor urut 01, KH Maruf Amin, yang terdaftar sebagai pejabat dua bank yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Padahal, untuk temuan itu baru disampaikan kepada pihak MK oleh tim hukum Prabowo-Sandi pada Senin (10/6/2019).
Baca: Buka Sidang Sengketa Pilpres 2019, Ketua MK Anwar Usman Tegaskan Lembaganya Independen
Hal itu tercantum dari berkas tanda terima tambahan berkas pemohon bernomor (1/P-PRES/PAN.MK/06/2019 tertanggal Senin 10 Juni 2019 pukul 16.59 WIB.
Dalam berkas tersebut tercantum dua poin yakni perbaikan berkas permohonan satu rangkap dan daftar alat bukti satu rangkap. Dalam keterangannya, alat bukti yang ditambahkan terdaftar dengan nomor P1-P155.

Satu di antara sejumlah argumentasi yang ia masukan dalam revisi tersebut adalah mengenai status jabatan Calon Wakil Presiden nomor urut 01 KH Maruf Amin di dua bank sampai sekarang.
Padahal menurut Bambang, hal itu bertentangan dengan Pasal 227 huruf P Undang-undang nomor 7 2017 yang menyatakan seorang calon atau bakal calon harus menandatangani informasi atau keterangan dimana tidak boleh lagi menjabat suatu jabatan tertentu ketika dia sudah mencalonkan.
2. Soroti Sumbangan Kampanye Jokowi
Dikutip dari Kompas.com, Ketua tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyoroti sumbangan dana kampanye pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin saat sidang pendahuluan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019).
Bambang menilai, terdapat ketidaksesuaian antara total harta kekayaan pribadi Jokowi dengan besaran dana kampanye yang disumbangkan.
Ia menjelaskan, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Joko Widodo yang diumumkan KPU pada 12 April 2019, tercatat total harta kekayaan mencapai Rp 50 miliar dengan kas dan setara kas sebanyak Rp 6 miliar.
Kemudian, dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye 25 April 2019 menunjukkan sumbangan pribadi Jokowi berbentuk uang mencapai Rp 19,5 miliar dan berupa barang sebesar Rp 25 juta.
"Menjadi janggal ketika kas dan setara kas di dalam Harta Kekayaan pribadi Joko Widodo berdasarkan LHKPN hanya berjumlah Rp 6 Miliar, tertanggal 12 April 2019, mampu menyumbang ke rekening kampanye Rp 19 Miliar pada 25 April 2019. Dalam waktu 13 hari bertambah Rp 13 Miliar," ujar Bambang saat membacakan permohonan sengketa.
Bambang juga menyoroti adanya sumbangan dari perkumpulan Golfer TRG sebesar Rp 18.197.500.000 dan perkumpulan Golfer TBIG sebesar Rp 19.724.404.138.
Baca: Gaya Anwar Usman Saat Pimpin Sidang Sengketa Pilpres
Ia mengutip hasil temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 9 Januari 2019 yang menduga perkumpulan Golfer TRG dan perkumpulan Golfer TBIG adalah dua perusahaan milik Wahyu Sakti Trenggono, yakni PT Tower Bersama Infrastructure dan Teknologi Riset Global Investama.
Diketahui Wahyu Sakti Trenggono merupakan Bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.
Dalam analisis ICW, kata Bambang, patut diduga sumbangan dari dua perkumpulan tersebut bertujuan untuk mengakomodasi penyumbang yang tidak ingin diketahui identitasnya dan penyumbang perseorangan yang melebihi batas dana kampanye Rp 2,5 miliar.
Selain itu, Bambang menyoroti tiga kelompok penyumbang dana kampanye Jokowi-Ma'ruf, yaitu Wanita Tangguh Pertiwi, Arisan Wanita Sari Jateng dan Pengusaha Muda Semarang.
Masing-masing menyumbangkan dana kampanye sebesar Rp 5 miliar, Rp 15,7 miliar dan Rp 13 miliar.
Namun, Ia mengatakan, ketiga kelompok tersebut memiliki alamat, NPWP dan nomor identitas pimpinan kelompok yang sama.
"Sudah sangat jelas adanya kecurangan, dugaan menyamarkan sumber asli dana kampanye yang bertujuan memecah sumbangan agar tidak melebihi batas dana kampanye dari lelompok sebesar Rp 25 miliar," kata mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
3. Ketua MK Tolak Interupsi
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menolak interupsi yang diajukan salah satu peserta sidang sengketa pilpres di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat (14/6/2019).
Ceritanya, saat itu pengacara pasangan capres cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto akan membacakan pokok permohonan dalam draft gugatannya.
Pokok permohonan yang dibacakan Bambang berbeda dari draft gugatan yang sejak awal dia bacakan.
Bambang sebelumnya membacakan draft yang dikirim ke MK pada 24 Mei 2019.
Pada bagian pokok permohonan, Bambang membacakan draft perubahan yang dikirim ke MK pada 10 Mei 2019.
Tiba-tiba, terdapat seruan interupsi dari peserta sidang.

Tidak diketahui siapa yang melontarkan interupsi tersebut.
Bambang sempat berhenti membaca gugatannya.
Namun, Ketua MK Anwar Usman mengangkat tangannya dan menolak interupsi itu.
"Nanti saja, tidak ada interupsi," ujar Anwar.
Setelah itu, Bambang kembali lanjut membacakan permohonan gugatannya.
4. Pakai Argumen Yusril
Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang memeriksa seluruh tahapan proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 terkait permohonan sengketa yang diajukan oleh pihaknya.
Artinya, MK dapat memeriksa seluruh alat bukti yang diajukan terkait dugaan adanya kecurangan terstruktur, sistematis dan masif selama pilpres.
Menurut tim hukum, wewenang MK tidak hanya sebatas pada memeriksa proses hasil penghitungan dan rekapitulasi suara.
Baca: Bagaimana Peluang Prabowo-Sandi pada Sidang Sengketa Pilpres di MK? Ini Kata Mahfud MD
Untuk memperkuat pendapatnya itu,Tim Hukum Prabowo-Sandiaga menggunakan argumen atau keterangan Ketua tim kuasa hukum pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra pada sidang sengketa hasil Pilpres 2014.
Sementara Yusril hadir di ruangan sidang.
Ia memimpin para kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf.
"Pendapat Ahli pun banyak yang menguatkan agar Mahkamah Konstitusi tidak dibatasi oleh keadilan prosedural undang-undang, tetapi lebih menegakkan keadilan substantif konstitusi," ujar anggota tim hukum Teuku Nasrullah dalam sidang pendahuluan sengketa hasil pilpres di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019).
"Yang pertama, adalah rekan sejawat kami yang terhormat Profesor Yusril Ihza Mahendra, yang saat ini menjadi Ketua Tim Kuasa Hukum Paslon 01," ucapnya.

Pada sidang sengketa hasil Pilpres 2014, Yusril memberikan keterangan ahli bagi pihak pemohon, yakni pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Saat itu, Yusril berpendapat, MK dalam menjalankan kewenangannya sudah harus melangkah ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
Yusril mencontohkan, Mahkamah Konstitusi Thailand yang dapat menilai apakah pemilu yang dilaksanakan itu konstitusional atau tidak, sehingga bukan persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka.
Menurut Yusril, masalah substansial dalam pemilu itu sesungguhnya adalah terkait dengan konstitusionalitas dan legalitas dari pelaksanaan pemilu itu sendiri.
Dengan demikian, MK harus memeriksa apakah asas pelaksanaan pemilu, yakni langsung, umum, bebas, dan rahasia, jujur, dan adil, telah dilaksanakan dengan semestinya atau tidak, baik oleh KPU maupun oleh para peserta pemilihan umum, penyelenggara negara, penyelenggara pemerintahan, dan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu.
Begitu juga terkait dengan prosedur pencalonan presiden dan wakil presiden, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar.
"Ada baiknya dalam memeriksa Perkara PHPU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kali ini, Mahkamah Konstitusi melangkah ke arah itu," ucap Nasrullah saat membacakan pendapat Yusril.
5. Gunakan Bukti Pemberitaan Media Massa
Tim hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengakui menggunakan sejumlah tautan berita media massa sebagai bukti gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi.
Hal itu disampaikan saat materi permohonan gugatan dibacakan oleh salah satu kuasa hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
"Tidak tepat pula dan keliru untuk mengatakan bahwa tautan berita bukanlah alat bukti, sebagaimana dalam beberapa waktu terakhir dipropagandakan," ujar Denny Indrayana.
Menurut Denny, Pasal 36 ayat 1 UU MK menegaskan bahwa tautan berita minimal bisa masuk kepada alat bukti surat atau tulisan, petunjuk, atau alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik.
Menurut Denny, tautan berita itu diambil dari media massa utama yang tidak diragukan kredibilitasnya, seperti Kompas, Tempo, Detikcom, Kumparan, CNNIndonesia, Tirto.id, Republika dan berbagai media massa utama lainnya.
Tim hukum Prabowo-Sandi meyakini isi berita tersebut, dan menghormati sistem kerja media massa yang telah melakukan check and recheck sebelum mempublikasikan berita.
Apalagi, menurut Denny, sebagian besar dari tautan itu adalah peristiwa fakta yang tidak dibantah oleh yang diberitakan, sehingga diakui kebenarannya, mempunyai nilai bukti sebagai pengakuan.
"Apapun, sekali lagi, kekuatan alat bukti tersebut kami serahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia untuk menilainya," kata Denny.
(Tribunnews.com/Glery Lazuardi/Daryono) (Kompas.com/Kristian Erdianto/Jessi Carina/Abba Gabrillin)