Properti Terus Menggeliat di Masa Pandemi, Pengembang Incar Pembeli Milenial
properti menjadi sektor bisnis yang tahan terhadap dampak buruk perlambatan ekonomi akibat Covid-19 maupun disrupsi digital
Penulis:
Choirul Arifin
Editor:
Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua tahun periode pandemi telah membuktikan, bahwa properti menjadi sektor bisnis yang tahan terhadap dampak buruk perlambatan ekonomi akibat Covid-19 maupun disrupsi digital.
Kendati tren penjualannya menurun, harga jualnya terus naik. Pertumbuhan penjualan rumah tipe menengah pada kuartal IV 2021 tumbuh 11,26 persen year on year (YoY).
Capaian angka penjualan Agung Podomoro Land pada 2021 yang melebihi target menjadi gambaran lain ketahanan sektor properti atas dampak pandemi Covid-19.
Informasi ini mengemuka dalam Bincang Properti Pascapandemi bertajuk Investasi Cerdas Generasi Muda secara virtual melalui Zoom, Rabu (20/4/2022).
Baca juga: Ekonomi Mulai Pulih, Pengembang Optimis Ada Peningkatan Penjualan Properti Tahun Ini
Hadir di acara ini, Head of Regional Marketing Jawa Barat Tedi Guswana, Dewan Kehormatan Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Jawa Barat Asep Ahmad Rosidin, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat Boy Iman Nugraha, Ketua Prodi Manajemen FPEB UPI Heny Hendrayati, dan Financial Planner Arindra Mentari Putri.
Asep mengungkapkan, bisnis properti sudah kembali meningkat. Dia tak memungkiri, dampak pandemi Covid-19 sempat menyebabkan bisnis properti lesu. "Semua sektor industri kaget akibat pandemi, bukan hanya properti," ucap Asep.
Perihal faktor yang menyebabkan bisnis properti lesu saat itu, menurut Asep, bukan daya beli masyarakat. Dia berpandangan, saat jumlah kasus Covid-19 tinggi, masyarakat khawatir beraktivitas di luar rumah. Pada saat bersamaan, kebanyakan pegawai perusahaan properti bekerja dari rumah (work from home).
Sementara itu, berlaku kebiasaan masyarakat ingin lebih dulu melihat lokasi berikut rupa unit saat hendak membeli.
"Faktornya, karena tidak ada titik temu saja, di antara kebiasaan masyarakat itu dengan kekhawatiran di tengah situasi kasus Covid-19 yang tinggi. Istilah saya, saat itu daya beli tertunda, bukan (daya beli) menurun," tutur Asep.
Asep turut menyampaikan data dari World Market Research (WMR), permintaan properti rumah mendominasi dengan 55 persen. Tanah menempati peringkat kedua dengan 12 persen. Berdasarkan rentang harga, Rp 500 juta-Rp 2 miliar mendominasi, mencapai 57 persen. Untuk klasifikasi peruntukan, 90 persen pembeli merupakan pengguna langsung (end user), 10 persen lainnya investor. Dari segi rentang usia, kebanyakan pembeli merupakan kelompok 35-45 tahun.
Rentang usia tersebut termasuk dalam kelompok milenial (1981-1996) dan angkatan paling muda gen X (1965-1980). Merujuk data BPS dari Sensus Penduduk 2020, persentase kelompok mineal di Indonesia mencapai 25,87 persen atau 69,38 juta jiwa. Mencocokan dengan penyampaian data dari Asep, angka penduduk milenial itu potensial sebagai target pasar properti.
Heny Hendrayati menyebutkan, secara umum sektor properti tahan banting, termasuk terpaan dampak pandemi Covid-19. Dari berbagai jenis properti, rumah tipe menengah tampak paling tahan akan terpaan dampak pandemi Covid-19.
Baca juga: Ciputra Gandeng Halorumah, Genjot Penjualan Properti di Timur Cibubur
Dia menunjukkan data pertumbuhan tahunan penjualan rumah 2021 daripada 2020. Per kuartal empat 2021, rumah tipe menengah tumbuh 11,26 persen. Sementara itu, rumah tipe kecil dan yang besar terkoreksi.
"Kalau pun dari segi penjualan lesu, harganya terus naik. Rata-rata peningkatan nilai 10-15 persen per tahun. Sektor properti akan terus menjadi primadona, mengingat fungsinya sebagai kebutuhan dasar," ucap dia.
Perencana keuangan Arindra Mentari Putri menyampaikan, sembilan perilaku generasi milenial menurut survei Alvara Research Center pada Januari 2018. Salah satu di antaranya, tidak harus memiliki. Artinya, selama bisa menyewa, memiliki barang bukanlan suatu keharusan bagi generasi milenial.
Padahal, properti bisa bermanfaat sebagai investasi, bukan hanya hunian. Tantangan generasi milenial, ucap Arindra, yakni fenomena Sandwich Generation. Definisi Sandwich Generation, yakni orang dewasa yang menanggung biaya dua generasi sekaligus, orang tua beserta anaknya.
Berinvestasi merupakan pilihan solusi menghindari dari Sandwich Generation. Apalagi, berdasarkan data, hanya 5,34 persen penduduk Indonesia yang sudah memiliki dana pensiun.
Arindra menyampaikan, terdapat sejumlah karakteristik pelaku investasi, yakni agresif, moderat, konservatif. Investasi properti bisa cocok dengan karakteristik-karakteristik tersebut.
"Teman terbaik investasi merupakan waktu. Lebih cepat berinvestasi, makin baik. Dalam berinvestasi, perlu juga memperhatikan angka return yang di atas inflasi," tutur dia.
Dia menyarankan pengaturan bujet, di antarnya menyimpanan untuk investasi. Sebanyak 40 persen dari penghasilan untuk kebutuhan prioritas, 30 persen cicilan produk-termasuk rumah, dan kendaraan-, 20 persen masa depan -mencakup dana darurat, investasi, asuransi-, dan 10 persen zakat maupun gerakan sosial.
Baca juga: Agen Masih Jadi Ujung Tombak Pengembang Pasarkan Produk Properti
Melebihi Target
Tedi Guswana mengungkapkan, Agung Podomoro Land mencapai Rp 2,7 triliun pada 2021. Angka itu lebih tinggi daripada target, yakni Rp 2 triliun. Kebanyakan dari angka capaian itu berada di Jawa Barat.
Dia mengungkapkan, masyarakat yang membeli properti dengan pengembang Agung Podomoro Land mengaku turut berlandaskan motivasi berinvestasi kesehatan. Hal itu berkaitan dengan konsep properti penawaran pihaknya, mengedepankan kenyamanan lingkungan, serta one stop living. "Prinsipnya, kami memenuhi hal yang menjadi kebutuhan masyarakat," ucap dia.
Berdasarkan prediksi, kata dia, kecenderungan masyarakat akan properti, terutama pascapandemi sangat berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini setidaknya terlihat dari permintaan pasar terhadap properti Podomoro Park Bandung.
"Properti dipandang tidak hanya sebagai investasi keuangan, tetapi investasi kesehatan. Selain itu, produk-produk hunian saat ini diharapkan merujuk pada akomodasi kebutuhan masayarakat. Ketidakpastian pandemi mengubah paradigma terhadap properti dan ini yang harus dipandang serius oleh developer," katanya.
Menurut dia, dua kebutuhan tadi harus terpenuhi. Oleh karena itu, pascapandemi, developer harus melahirkan produk yang jelas-jelas mementingkan kesehatan, dimulai dari desain kawasan, fasilitas, bangunan, hingga bagaimana iklim kawasan dibangun mendukung produktivitas masyarakat dalam satu lokasi. Selanjutnya, ketidakpastian dan fleksibilitas menghadapi pandemi menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman dan bisa jadi paling lama untuk ditinggali.
"Sehingga produk yang memiliki open space atau kawasan dengan lingkungan 50% area hijau akan terus diminati. Dari kedua paradigma baru terhadap properti pascapandemi, Podomoro Park terus optimis untuk bisa memberikan yang terbaik di tahun 2022 dan tahun-tahun berikutnya karena benar-benar memandang kebutuhan masyarakat sebagai yang utama," tuturnya.
Baca juga: Ciputra Gandeng Halorumah, Genjot Penjualan Properti di Timur Cibubur
Memperhatikan dampak
Hal yang perlu menjadi perhatian bagi pebisnis properti, ucap Boy, yakni menjaga lingkungan. Menurut dia penerimaan negara dari pajak properti tak sebanding dengan pembiayaan atas dampak yang timbul.
Boy turut menyampaikan perihal skenario program pengurangan backlog, nol pada 2039. Berdasarkan data BKKBN 2020 beserta kabupaten maupun kota 2021, kepemilikan berjumlah 2.898.158, sedangkan penghuniannya 2.164.421.