Grace, Sosialita Tenun Ikat NTT di Jakarta
NAMANYA sudah tak asing lagi. Publik pun tahu. Ia tampil pada acara Pelestarian Keroncong dan Masa Depan Anak NTT.
Laporan Wartawan Pos Kupang, Paul Burin
TRIBUNNEWS.COM- NAMANYA sudah tak asing lagi. Publik pun tahu. Pada acara Pelestarian Keroncong dan Masa Depan Anak NTT di Hotel Mulia Jakarta, Sabtu (13/8/2011) malam, Grace Yapola tampil ke atas pentas publik. Acara ini memang dikemas menarik, apalagi dipandu oleh Master of Ceremony (MC) Koes Hendratmo.
Dengan tema Melestarikan Lagu-lagu Keroncong dan Tenun Ikat NTT, suasana terasa ke-NTT-an. Grand Ballroom Hotel Mulia Jakarta, yang menampung tak kurang 1000 orang itu "berwarna" NTT.
Sebagian besar undangan mengenakan pakaian tenun dari daerah ini. Mereka bukan orang NTT, tapi mencintai tenunan dari NTT. Betapa tenun ikat malam itu "berbicara" di aras nasional. Sebuah kebanggaan tentunya.
Seorang perempuan berkulit putih. Cantik. Luwes. Mengenakan pakaian khas tenun ikat sabu berjalan di atas pentas. Semua hadirin bertepuk tangan. Memberi aplaus kepadanya.
Dialah satu-satunya perempuan NTT bersama para perempuan lain yang didaulat untuk tampil dengan tenunan khas karya perancang terkenal Agnes Budhisurya dan Taruna Kusmayadi.
Pada momentum pentas ini Grace bangga. Grace bukan saja puas dengan predikat finalis Putri Citra NTT Tahun 1988. Di Jakarta, Grace kelahiran Kupang 11 Februari 1971 ini, selain bersama sang suami Windiono Tirto memiliki usaha garmen, ia juga pelestari tenunan NTT.
Ia sangat bangga karena tenun ikat NTT ini perlahan tapi pasti mulai merambah ke berbagai level strata. Dan, di sanalah Grace terus bahkan tak pernah lelah memperkenalkannya.
Di Jakarta, dalam beberapa waktu terakhir, ibu dari Jeremy Tirto (12) dan Benedik Brandan (6), ini menjadi salah satu sosialita. "Tugas sosialita adalah melakukan sosialisasi tentang tenun ikat NTT kapan dan di mana saja," jelas Grace di sela-sela acara yang dihadiri para Dubes dan beberapa mantan pejabat di era orde baru ini.
Grace mengatakan, sebagai orang NTT memiliki kewajiban moral dalam hal memperkenalkan bahkan terus memperkenalkan tenunan ini. Promosi tak boleh selesai. Harus kontinyu agar kehadirannya meluas.
Grace tak peduli dengan berbagai penilaian tentang NTT. Daerah gersang, tandus bahkan miskin. Tiap tahun hanya menuai persoalan yang merupakan pengulangan-pengulangan. Seakan menjadi sebuah siklus tanpa ada pembenahan, tanpa penanganan.
Busung lapar, kelaparan, muntaber dan masih banyak predikat lain yang melengkapi keterpurukan NTT. Tetapi, sebenarnya daerah ini punya banyak kelebihan, salah satunya adalah tenun ikat dengan motif-motif menarik bahkan terkesan sakral ini.
Grace memetik hal positif yang dimiliki NTT.
Grace pun berjanji kelak akan kembali ke NTT. Tetapi bagi dia, membangun NTT tak harus tinggal di NTT. Kapan dan di mana saja setiap orang berkesempatan melakukan itu.
Yang jelas, dana kegiatan ini akan disumbangkan bagi anak- anak dan kaum ibu di Kabupaten Belu, NTT. Dana ini akan dibuatkan sebuah rumah yang disebut Rumah Kreatif.
Rumah yang sudah disiapkan warga Belu, ini akan diisi dengan bahan bacaan, komputer untuk anak-anak dan perangkat keterampilan bagi kaum ibu di daerah yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste ini.
Grace dan beberapa panitia menurut rencana akan turun langsung ke Atambua untuk menyerahkan kepada warga yang membutuhkan.