Sabtu, 4 Oktober 2025

Lebaran 2011

Saran bagi Komisi VIII DPR RI untuk Hearing dengan Menteri Agama

Perbedaan penetapan 1 Syawal 1432 Hijriyah di Indonesia, dinilai sebagai persoalan serius yang harus ditemukan jalan tengahnya.

Editor: Paulus Burin
zoom-inlihat foto Saran bagi Komisi VIII DPR RI untuk  Hearing dengan Menteri Agama
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ilustrasi

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered  

TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Perbedaan penetapan 1 Syawal 1432 Hijriyah di Indonesia, dinilai sebagai persoalan serius yang harus ditemukan jalan tengahnya. Salah satu langkah adalah Komisi VIII DPR RI bidang Agama dan Sosial bisa mengundang Menteri Agama RI dalam waktu dekat untuk melakukan hearing.

Agenda utama hearing adalah mengevaluasi penetapan 1 Syawal pada tahun ini, beberapa tahun terakhir, sekaligus menjajaki metode yang bisa menjadi jalan tengah atas perbedaan yang terjadi. Hasil hearing bisa ditindaklanjuti sebagai acuan perumusan kebijakan pemerintah.

Demikian pandangan yang disampaikan Ormas Pusat Studi dan Da'wah Islam (Pusda'i) Fahma, Kabupaten Kutai Timur.

Ketua Pusda'i Fahma, Bambang Supriyadi, Rabu (31/8/2011), mengatakan, masih ada beberapa hal yang harus dibahas pasca sidang itsbat 29 Agustus lalu. Pembahasan ini bukan untuk memperuncing perbedaan, melainkan mencari jalan tengah demi kebaikan dan persatuan ummat.

"Kami menilai Komisi VIII DPR RI perlu meminta laporan tentang hasil sidang itsbat dan hasil ru'yatul hilal di seluruh Indonesia. Dalam hearing perlu dievaluasi pelaksanaan 'idul fitri tahun ini. Bagaimana kondisi di lapangan. Apakah ada persoalan serius di level grass root," katanya.

Selain itu, perlu dijelaskan mengapa sudah ada penetapan tanggal merah oleh pemerintah tanggal 29 Agustus 2011. "Apa yang menjadi dasarnya? Pertanyaan ini juga diajukan salah satu ormas dalam sidang itsbat, namun tidak dijawab. Apakah pemerintah menetapkan standar ganda tentang hisab dan ru'yah," katanya.

Perlu dipertanyakan pula alasan mengapa kesaksian dari warga yang melihat hilal di Cakung dan Kudus tidak dipertimbangkan, bahkan tidak diberi kesempatan memberikan penjelasan. Padahal mereka siap untuk memberikan kesaksiannya.

"Yang juga penting, perlu dipertanyakan penyebutan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) empat  negara di Asia Tenggara yang menetapkan 1 Syawal tanggal 31 Agustus. Yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei. Padahal negara-negara tersebut menetapkan 1 Syawal tanggal 30 Agustus. Harus diperjelas apakah ada perubahan SKB, ada kesalahan informasi, ataukah telah terjadi pembohongan publik," katanya.

Adapun langkah yang paling utama adalah menjajaki metode alternatif yang bisa menjadi jalan tengah antara metode hisab dan ru'yah lokal yang selama ini diterapkan di Indonesia. Salah satunya menjadikan ru'yah global sebagai referensi penentuan penanggalan Islam.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved