Kamis, 14 Agustus 2025

Ekspedisi Sabuk Merapi 2011

Suhu di Retakan Dinding Puncak Merapi 78,7 Derajat Celcius

KAMIS, 27 Oktober 2011. Jarum jam menunjuk angka sembilan pagi. Dalam kepekatan kabut dan terjangan angin kencang dari timur, Sapari

Editor: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Suhu di Retakan Dinding Puncak Merapi 78,7 Derajat Celcius
Tribun Jogja/Hasan Sakri Ghozali
Seorang warga menggunakan alat komunikasi berkomunikasi dengan radio saat tiba di Bukit Kendil, Desa Glagaharjo, Cangkingan, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (27/10/2011). Dalam ekspedisi yang dilakukan oleh Tim Tenggara kali ini bersama BPPTK dan warga bertujuan untuk melihat konsidi terakhir Bukit Kendil pasca erupsi 2010 karena Bukit Kendil merupakan benteng alam untuk melindungi pemukiman di sisi selatan Gunung Merapi.

Laporan Wartawan Tribun Jogja

KAMIS, 27 Oktober 2011. Jarum jam menunjuk angka sembilan pagi. Dalam kepekatan kabut dan terjangan angin kencang dari timur, Sapari Dwiono dan Yulianto alias Alex, meninggalkan pelataran Pasar Bubrah, merayapi dinding timur laut puncak Merapi.

Tubuh mereka bergerak tak bisa tegak di tebing berkemiringan lebih kurang 50 derajat. Titian batu di atas hamparan pasir sangat labil.

Butuh kaki-kaki kokoh dan mental baja untuk merayapi tebing gunung.

Kedua teknisi instrumen BPPTK Yogyakarta itu didampingi tiga porter pembawa peralatan, serta wartawan Tribun Jogja.
"Kita akan cari titik retakan untuk mengukur temperatur fumarol dan mengambil sampel gasnya," kata Sapari sembari melangkah hati-hati.

Suratno alias Surat, porter tangguh warga Selo langganan BPPTK Yogyakarta memimpin di depan, membuka rute perjalanan di sektor utara puncak Merapi yang sudah sangat berubah.

Gerak kakinya sigap, tangannya cekatan, matanya awas mencari jalan aman dari longsoran tebing.

Pasar Bubrah adalah pelataran luas di ketinggian 2.600 mdpl yang biasanya jadi base camp para pendaki. Dari lokasi penuh pasir dan krakal/krikil ini menuju puncak jarak vertikalnya kurang dari 400 meter, karena ketinggian puncak Merapi sekarang sekitar 2.930 mdpl pascaerupsi 2010.

Mencari titik retakan di dinding kawah dan aliran gas di puncak Merapi sungguh tidak mudah. Sapari, Alex, dan Suratno mesti menyisir tebing demi tebing gunung anyar, yang kadang nyaris vertikal posisinya.

Pada ketinggian sekitar 2.800 mdpl, sebuah titik akhirnya ditemukan Surat.

"Ini ada Mas Sapari," teriak Surat, yang akrab dipanggil Pak Lik di komunitas radio komunikasi. Wajah Surat berbinar. Ia memasukkan tangannya ke ceruk di bawah tonjolan batu. "Masih cukup panas," lanjut Surat yang berdiri di tebing hanya berpijakan tonjolan batu yang masih terbungkus pasir.

Sapari dan Alex segera mendekat, bergerak hati-hati merayapi dinding. Udara hampir membekukan. Kabut yang membawa uap air menerjang tubuhnya yang berselimut jaket dan mantel hujan. "Lumayan," sahut Safari setelah mencoba memasukkan tangannya ke ceruk tebing.

"Siapkan thermocuple dan stiknya," pinta Sapari ke dua porter yang menggendong tas besar berisi peralatan kegunungapian. Dua pemuda Selo itu tak kalah gesit. Bersandar di tebing, tas segera dibongkar, stik panjang dengan ujung logam runcing dikeluarkan.

Stik itu ekornya dililiti kabel yang colokannya disambungkan ke thermocuple merek Hanna. Segera setelah tersambung, Surat menusukkan ujung stik dalam-dalam ke ceruk tebing. Angka di thermocuple bergerak naik pelan-pelan dari angka nol.

Sekitar lima menit kemudian, di tengah sapuan angin kencang dan hawa yang begitu menusuk tulang, catatan angka naik turun di 78,6 atau 78,7. Artinya, suhu di retakan dinding puncak Merapi saat itu rata-rata 78,6 atau 78,7 derajat Celcius.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan