49 KK Korban Merapi Segera Dapat Rumah Tipe 36
Rencananya, hunian tersebut dibangun untuk 49 KK di Desa Umbulharjo yang bersedia direlokasi
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Pembangunan Hunian Tetap (Huntap) Plosokerep di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman telah dimulai. Rencananya, hunian tersebut dibangun untuk 49 KK di Desa Umbulharjo yang bersedia direlokasi.
Kepala BPBD Sleman, Julisetiono Dwi Wasito mengatakan, huntap yang dibangun oleh Rekompak itu memang dibuat bagi warga korban letusan Merapi 2010 di kawasan rawan bencana yang bersedia turun untuk direlokasi ke daerah yang lebih aman.
"Nantinya, setiap KK akan mendapatkan masing-masing sebuah rumah tipe 36, dengan tanah seluas 100 meter persegi dan rumah senilai Rp 30 juta," ujarnya kepada Tribun Jogja (Tribunnews.com Network), Jumat (15/11/2013).
Mengenai 600-an kepala keluarga (KK) di tiga dusun di Glagaharjo, yakni Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, dan Srunen, yang belum bersedia direlokasi, ia menyatakan akan terus berupaya meminta mereka turun. Ia berharap mereka segera bersedia direlokasi.
"Kalau ada warga yang merasa aman di tempat tinggalnya, ya silakan. Tapi pemerintah kan sudah memetakan kawasan rawan bencana. Jadi kami tetap meminta mereka yang berada di KRB III untuk turun," jelasnya.
Mengenai relokasi, Sekretaris Desa Glagaharjo, Agralno menyatakan bahwa warga di tiga dusun tersebut ingin menerapkan live in harmony with disaster risk. Untuk itu, mereka enggan meninggalkan rumahnya.
Terkait pembangunan huntap bagi warga di KRB III, hal itu menurutnya sah-sah saja. Namun satu yang pasti adalah, ia tidak bisa memaksa turun warganya yang merasa aman tinggal di rumahnya. Menurutnya, hal itu adalah hak asasi.
"Pemerintah harus beri pengukuhan live ini harmony kalau tiga warga dusun di Glagaharjo memang menghendaki demikian. Sultan sendiri bilang itu bisa dilaksanakan," katanya membela warganya.
Agralno menyebut, hingga kini masih ada sebanyak 607 KK, masing-masing di Dusun Srunen 140 KK, Kalitengah Lor 257 KK, dan Kalitengah Kidul 210 KK, yang masih bertahan di rumahnya. Mereka tidak merasa hidup dalam wilayah bencana, hanya area terdampak langsung.
"Jadi yang benar KRB itu bukan kawasan rawan bencana, tapi kawasan rawan dibantu. Janganlah rumah mereka disebut KRB, tidak etis. Tapi daerah mereka memang bekas area terdampak langsung," paparnya.
Kepala Desa Kepuharjo, Heri Suprapto menambahkan, sebanyak 33 KK warga desanya juga belum bersedia direlokasi. Namun ia menilai bahwa rumah mereka memang tidak mengalami kerusakan parah.
"Warga meminta tetap bertahan di atas. Tapi kalau ada bencana, mereka siap direlokasi sewaktu-waktu," jelasnya.
Hingga kini, konsep live in harmony with disaster risk masih belum mencapai konsensus antara warga dan pemerintah. Konsep yang ditawarkan warga di KRB III itu masih terus dikaji, apakah dapat diterapkan bagi warga di lereng Merapi atau tidak.(wid)