Pembatasan BBM Bersubsidi
Antrean BBM Hingga 2 Kilometer
Bila sebelumnya SPBU di Kota Medan yang mengalami kehabisan stok, Senin (25/8), giliran SPBU di luar Medan yang mengalaminya
Editor:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN -- Kendati Pertamina membantah kelangkaan akibat pengurangan dan pembatasan BBM bersubsidi, sejumlah SPBU kehabisan solar atau premium bersubsidi. Bila sebelumnya SPBU di Kota Medan yang mengalami kehabisan stok, Senin (25/8/2014), giliran SPBU di luar Medan yang mengalaminya.
Di sepanjang Jl Jamin Ginting dari Kabupaten Karo hingga Kota Medan, rata-rata SPBU kehabisan premium. Sedangkan di Pulau Nias, hampir semua SPBU kehabisan solar. Akibatnya antrean kendaraan mengular hingga 2 km dari beberapa SPBU.
Pantauan Tribun sejak pukul 10.00 WIB, sepanjang Jl Jamin Ginting dari Kabupaten Karo hingga Kota Medan, SPBU terpantau kehabisan premium. Pukul 09.00, SPBUdi kawasan Lau Gumba (sebelum Tongkoh) hanya membuka satu pompa premium. Akibatnya antrean panjang kendaraan khususnya pribadi pun terjadi.
Sebagian pengendara memilih mengisi bahan bakar di SPBU di sekitar Green Hill, Sibolangit, yang ternyata juga kehabisan premium. Petugas hanya melayani permintaan solar.
Selanjutnya SPBU Sukamakmur yang berada tidak jauh dari SPBU Sibolangit juga kehabisan premium. Bahkan tak satupun petugas terlihat di sekitar SPBU.
Tak sedikit pengendara mobil pribadi yang kehabisan bahan bakar memilih mengisi bensin ketengan yang dijual sepanjang perjalanan menuju Medan. Khususnya di daerah Sukamakmur karena SPBU selanjutnya hanya ada di Pancurbatu. Di sekitar itu, bensin ketengan dijual Rp 8.000 per liter.
Sudah diduga, SPBU paling awal Pancurbatu juga bernasib sama. Sepi, tak ada aktivitas. Hanya ada plang dengan tulisan "habis".
Di sekitar kota Medan juga masih terjadi hal serupa. Hingga SPBU paling terakhir yang berada di Jl Jamin Ginting, SPBU Pajak Sore. Masih tersedia premium, namun malah solar yang habis. Namun penjaga SPBU mengaku sebelum sore tadi juga sempat kehabisan premium.
Sedangkan SPBU di kawasan Medan Johor kehabisan stok premium dan solar sejak pukul 07.30. Karyawan SPBU yang berbadan gumpal, menjelaskan kelangkaan BBM di SPBU-nya berlangsung sejak beberapa hari lalu.
"Permintaan minyak di sini cukup tinggi, tapi pasokan dikurangi," ujarnya.
Sedangkan di Nias, rata-rata SPBU kehabisan solar.
Antrean di SPBU pun menjadi padat dan mengular, bahkan sejak pasokan solar belum tiba di SPBU. Pemandangan itu terlihat di SPBU yang berada di kilometer 5, jalan lintas menuju Teluk Dalam. Sejak Senin pagi, antrean kendaraan jenis truk telah mengular.
Para sopir mengaku terpaksa bertahan hingga pasokan solar datang karena kehabisan bahan bakar untuk melanjutkan perjalanan. Mereka sudah menunggu sejak pukul 6 pagi, dan hingga siang belum ada tanda-tanda ada pengiriman solar ke SPBU itu.
Sopir dumptruck, Ismail, mengaku sudah sejak pukul 8 menunggu di antrean. "Semakin sulit kami mendapatkan solar," kata Ismail.
Ia menyebutkan, hampir di seluruh SPBU di Kepulauan Nias juga mengalami kekosongan stok solar. Akibatnya, sopir harus memarkirkan kendaraan mereka di SPBU agar bisa mendapatkan bbm jenis solar.
Sementara itu, pihak SPBU mengaku kelangkaan bahan bakar jenis solar ini sudah dirasakan sejak dua minggu terakhir. Hal ini terjadi karena berkurangnya jatah yang diberikan pihak pertamina ke SPBU.
Jefri, pengelola SPBU mengaku kewalahan dalam melayani para pembeli solar ini, apalagi pihak depot Pertamina sudah membatasi pasokan. "Biasanya depot memasok sebesar 16 hingga 20 ton, tapi hari ini baru 8 ton," kata Jefri.
Akibat dari pembatasan pasokan solar ini, SPBU pun menjadi dipadati truk dan mobil pribadi. Aparat kepolisian yang berjaga-jaga di setiap SPBU pun harus bekerja ekstra. Sebab, nelayan, agen hingga sopir truk dan mobil pribadi sudah memadati SPBU dan membuat macet di jalan depan SPBU, hingga sepanjang dua kilometer.
Humas Eksternal PT Pertamina Regional I Sumatera Bagian Utara, Brasto Galih Nugroho, mengatakan pembatasan dan pengurangan BBM bersubsidi merupakan keputusan pemerintah yang mengurangi kuota dari 48 juta KL menjadi 46 juta KL.
"Pertamina hanya sebagai sebuah badan usaha penyedia BBM bersubsidi yang diamanatkan untuk menyalurkan sesuai dengan kuota BBM bersubsidi," katanya saat dikonfirmasi Senin.
Brasto mengatakan dengan kondisi seperti sekarang, hanya ada dua pilihan. Pertama penyaluran BBM bersubsidi secara normal dengan konsekuensi BBM bersubsidi habis sebelum akhir tahun yaitu pertengahan November untuk solar dan pertengahan Desember untuk premium.
Setelah itu, masyarakat harus membeli BBM nonsubsidi hingga akhir tahun. Kedua, mengatur volume penyaluran setiap hari sehingga kuota BBM bersubsidi bisa cukup hingga akhir tahun. Konsekuensinya Pertamina tetap bisa menyalurkan BBM bersubsidi hingga 31 Desember. (Tim Tribun Medan)