Sopir Bus dan Truk yang Kecelakaan dan Tewaskan 10 Orang Saling Membela Diri
Hingga Sabtu (15/7/2017) siang ini, Satlantas Polres Probolinggo belum menetapkan status sopir bus penumpang Medali Mas dan sopir truk.
TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO - Hingga Sabtu (15/7/2017) siang ini, Satlantas Polres Probolinggo belum menetapkan status sopir bus penumpang Medali Mas Nopol N 7130 UA, Rifai A Kerto (48) dan sopir truk muat pupuk Nopol DR 8600 AB Munawir (40) Mataram (NTB) pasca terlibat kecelakaan maut.
Rifai adalah warga Dusun Beji Ledok RT 09 RW 04 Desa Sumbersuko, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, sedangkan Munawir, asal Mataram (NTB).
Dua kendaraan itu terlibat kecelakaan maut Desa Curahsawo, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo, atau Jalan Pantura Probolinggo-Situbondo depan tempat wisata Pantai Bentar, Jumat (14/7/2017) dinihari sekira pukul 02.30 WIB.
Kecelakaan ini menewaskan 10 orang penumpang, satu di antaranya Warga Negara Asing (WNA) Austria.
Selain itu, sembilan orang dinyatakan mengalami luka-luka.

Siang ini, Kapolres Probolinggo AKBP Arman Asmara Syarifuddin mendatangi dua sopir kendaraan ini. Ia menyapa, keduanya dan menanyakan kabar mereka.
"Bagaimana kabar kalian pagi ini?" tanya Kapolres.
Tanpa dikomando, keduanya langsung menganggukkan kepala tanda bahwa kabar mereka baik-baik saja.
Setelah itu, kapolres melanjutkan perbincangan dengan dua orang ini.
Baca: Kernet Bus Medali Mas Sempat Membangunkan Penumpang, Namun Semuanya Sudah Terlambat
Kepada Surya, Munawir, sopir truk menampik tudingan bahwa dirinya disebut mengantuk saat berkendara, sehingga tidak bisa mengendalikan laju truknya.
"Saya tidak mengantuk kok. Saya berangkat dari Beji Pasuruan itu, sudah berhenti tiga kali untuk istirahat dan minum kopi. Saya tidak terima kalau disebut mengantuk sehingga melaju terlalu ke kanan saat kejadian," katanya.
Ia berdalih bahwa saat kejadian, ia dalam kondisi prima. Ia tidak merasakan kelelahan atau faktor lainnya.
Saat kejadian, menurutnya truk yang dikemudikannya ini melaju sangat pelan.

"Seingat saya, saat itu truk hanya melaju dengan kecepatan 25 km/jam, tidak lebih. Soalnya saya ke Lombok tidak diburu waktu. Saya kalau jalan luar kota tidak pernah ngebut, karena menyadari muatan yang saya bawa ini besar," kata dia.