Kamis, 21 Agustus 2025

Penasihat Hukum Yakin Asep Maftuh Divonis Bebas, Tak Bersalah Atas Kematian HR Prawoto

Penasihat hukum terdakwa Asep Maftuh yang disangka menganiaya tokoh persis HR Prawoto hingga tewas meyakini kliennya bakal divonis bebas.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Jabar/Mega Nugraha
Sidang lanjutan dengan terdakwa Asep Maftuh, penganiaya HR Prawoto hingga meninggal dunia, Kamis (9/8/2018). TRIBUN JABAR/MEGA NUGRAHA 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Penasihat hukum terdakwa Asep Maftuh yang disangka menganiaya tokoh persis HR Prawoto hingga tewas meyakini kliennya bakal divonis bebas.

Hal itu sudah disampaikan pada sidang dengan agenda pembelaan terdakwa yang disampaikan pada sidang pekan lalu.

Tim penasihat hukum berpendapat bahwa jaksa penuntut umum salah menerapkan pasal dalam dakwaan dan tuntutan. ‎

Pada dakwaanya, jaksa menerapkan dakwaan primer yakni Pasal 340 KUH Pidana tentang pembunuhan berencana dan dakwaan subsidair Pasal 351 ayat 3 KUH Pidana tentang penganiayaan mengakibatkan tewasnya seseorang.

Pada tuntutan yang dibacakan dua pekan lalu, jaksa tidak menerapkan dakwaan primer karena kemungkinan unsur-unsurnya tidak terbukti.

Sehingga, jaksa menerapkan pasal 351 ayat 3 dengan tuntutan pidana 6,5 tahun penjara.

Baca: Isak Tangis Keluarga Tak Terbendung saat Jenazah Salemah Dievakuasi dari Reruntuhan Masjid

‎"Pembelaan pertama menurut kami, jaksa salah menerapkan pasal, kedua menyatakan klien kami tidak bersalah atas kematian korban," ujar Gun-gun, penasihat hukum Asep Maftuh di PN Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kamis (9/8/2018).

Ia menjelaskan, HR Prawoto dianiaya di dekat rumahnya pada 1 Februari pagi dengan benda tajam.

Saat itu, HR Prawoto sempat dilarikan ke Rumah Sakit Santosa dalam kondisi kritis namun masih hidup. ‎

Hanya saja, tiba-tiba keluarga membawa pulang paksa HR Prawoto yang sedang dalam kondisi kritis.

Kemudian pada sore harinya, HR Prawoto dinyatakan meninggal.

Tribun sempat mendatangi RS Santosa pada malam hari, di hari kejadian tersebut.

Petugas UGD RS Santosa menyebutkan bahwa HR Prawoto sudah dibawa pulang saat Tribun menanyakan tokoh PP Persis tersebut.

Asep Maftuh juga sempat menjalani pemeriksaan kejiwaan karena kondisinya disebut-sebut mengalami gangguan kesehatan jiwa.

Ia berpendapat, jika saja HR Prawoto tidak dibawa pulang, maka fakta akan mengatakan lain.
Artinya, ada selisih waktu kurang lebih lima jam sejak dibawa ke rumah sakit kemudian dibawa pulang hingga akhirnya tokoh PP Persis itu meninggal.

"Karena dalam pernyataannya, yaitu saksi dalam hal ini dokter yang menerima korban bahwa korban (saat dibawa ke rumah sakit) masih dalam keadaan hidup tapi kemudian dibawa pulang dan akhirnya meninggal," ujar Gun-gun.

Baca: Basarnas Butuh Waktu 24 Jam Evakuasi Jenazah Salemah, Bibi Muhammad Zohri dari Reruntuhan Masjid

Pasal 351 ayat 3 KUH Pidana pun, kata dia, membutuhkan pembuktian soal penyebab kematian, dalam kasus ini penyebab kematian HR Prawoto.

Sehingga, kata dia, penyebab kematian HR Prawoto janggal. Artinya, apakah karena penganiayaan atau kondisi lain.

"Kami inginkan autopsi karena ada kejanggalan dalam kematian korban. Sayangnya, tidak ada autopsi visum et repertum terhadap kematian HR Prawoto. Sehingga, itu dasar kami membela yakni masalah adanya kejanggalan dari kematian korban. Karena itu, kami masih sesuai dengan pembelaan bahwa klien kami tidak bersalah atas kematian korban," ujar Gun-gun.

Sementara itu, Edi selaku jaksa penuntut umum dalam tanggapan jaksa atas pembelaan Asep Maftuh menyatakan menolak semua pendapat terdakwa.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan