Ada Enam Orang Lagi Mengaku Korban Pencabulan Pimpinan Pesantren di Aceh
“Kemarin lima orang sudah kita mintai keterangan. Hari ini, ada satu orang lagi yang akan dimintai keterangan," kata Lilis saat dihubungi
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, LHOKSEUMAWE - korban pelecehan seksual yang dilakukan pimpinan pesantren dan guru di Lhokseumawe disebut jumlahnya bertambah.
Penyidik Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lhokseumawe menyebutkan, sudah enam orang yang mengaku menjadi korban.
Baca: Kasus Pencabulan Anak di Lampung, Sang Ayah Terancam 20 Tahun Penjara

Kepala Unit PPA Ipda Lilis mengatakan, ada satu korban lagi yang memberikan pengakuan kepada polisi.
Namun, sebelum memberikan keterangan, korban mendapat terapi oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PTP2A) Banda Aceh.
“Kemarin lima orang sudah kita mintai keterangan. Hari ini, ada satu orang lagi yang akan dimintai keterangan," kata Lilis saat dihubungi, Senin (15/9/2019).
Menurut Lilis, sebelumnya sudah teridentifikasi ada lebih dari 15 korban pencabulan.
Namun, baru lima yang telah diperiksa.
Saat ini, mayoritas korban masih mengalami trauma berat.
Para korban yang merupakan santri tersebut diberikan pendampingan psikologis.
Mereka mengalami trauma berupa perasaan minder dan malu untuk bergaul dengan teman sebayanya.
“Trauma itu seperti korban minder, terus merasa diri kotor setelah mengalami pelecehan seksual itu dan malu. Itu yang didampingi tim PTP2A Banda Aceh,” kata Lilis.
Baca: Kasus Pencabulan Bocah Laki-laki Terungkap Setelah Korban Mengeluh Sakit Saat BAB
Sebelumnya diberitakan AI dan MY ditangkap polisi atas dugaan pelecehan seksual terhadap santri di Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Keduanya ditahan di Mapolres Lhokseumawe.
Sejauh ini polisi sudah mendeteksi 15 santri yang diduga menjadi korban, lima diantaranya telah dimintai keterangan.
Pimpinan pesantren dijerat pasal Qanun

Penyidik Polres Lhokseumawe memastikan menjerat pimpinan pesantren masing-masing berinisial AI dan MY dengan Qanun Nomor 6/2014 tentang hukum jinayat.