Erupsi Gunung Tangkuban Parahu
Gunung Tangkuban Parahu Erupsi, Tinggi Kolom Abu 200 Meter, PVMBG: Wisatawan Jangan Mendekat Kawah
Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi pada Jumat (26/7/2019) pukul 15.48 WIB. Tinggi kolom abu teramati kurang lebih 200 meter di atas puncak.
Penulis:
Whiesa Daniswara
Editor:
Sri Juliati
Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi pada Jumat (26/7/2019) pukul 15.48 WIB. Tinggi kolom abu teramati kurang lebih 200 meter di atas puncak.
TRIBUNNEWS.COM - Gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat telah mengalami erupsi pada Kamis (26/7/2019) pukul 15.48 WIB.
Tinggi kolom abu Gunung Tangkuban Parahu teramati kurang lebih 200 meter di atas puncak, atau 2.284 meter di atas permukaan laut.
Kolom abu Gunung Tangkuban Parahu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah timur laut dan selatan.
Baca: Update Terbaru Pasca-erupsi Gunung Tangkuban Parahu, Jatuhan Debu Vulkanik Capai Jayagiri, Lembang
Baca: Foto Dan Video Erupsi Gunung Tangkuban Parahu Hari Ini, Abu Vulkanik Membumbung 200 Meter
Dari data yang diterima Tribunnews.com melalui Badan Geologi Kementerian ESDM menyebutkan, erupsi Gunung Tangkuban Parahu ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 38 mm dan durasi kurang lebih 5 menit 30 detik.
Saat ini, Gunung Tangkuban Parahu berada pada Status Level I (Normal).

Selain itu, Badan Geologi memberikan rekomendasi kepada masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu dan pengunjung, wisatawan, pendaki tidak diperbolehkan turun mendekati dasar kawah Ratu dan Kawah Upas.
Masyarakat, pengunjung, wisatawan, dan pendaki juga tidak diperbolehkan menginap dalam kawasan kawah-kawah aktif yang ada di dalam kompleks Gunung Tangkuban Parahu.
Baca: Status Gunung Tangkuban Parahu Bandung Dinyatakan Normal Pasca Erupsi, Turis Tetap Dilarang Mendekat
Baca: Video dan Foto Detik-detik Gunung Tangkuban Parahu Erupsi
Dikarenakan ketika cuaca mendung dan hujan, hal tersebut mengandung gas-gas vulkanik yang dapat membahayakan kehidupan manusia.
Masyarakat di sekitar G. Tangkuban Parahu, pedagang, wisatawan, pendaki, dan pengelola wisata agar mewaspadai terjadinya letusan freatik yang bersifat tiba-tiba dan tanpa didahului oleh gejala-gejala vulkanik yang jelas.
Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan jika Gunung Tangkuban Parahu telah mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
Hal tersebut berdasarkan pengamatan visual PVMBG pada Senin (22/7/2019) lalu.
Baca: VIDEO Gunung Tangkuban Parahu Erupsi, Warga Ucap Takbir Lihat Kepulan Abu Setinggi Ratusan Meter
Baca: Video Detik-detik Erupsi Gunung Tangkuban Parahu, Abu Membumbung, Warga Panik Teriakkan Takbir
Dari hasil rekaman seismograf PVMBG, terpantau sudah terjadi 425 kali gempa.
Hembusan dan Asap kawah utama bertekanan lemah hingga sedang teramati berwarna putih dengan intensitas sedang hingga tebal

Selain itu, sudah terjadi dua kali gempa Tremor Harmonik, tiga kali gempa frekuensi rendah, tiga kali gempa vulkanik dalam, dan tiga kali gempa tektonik jauh.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Bidang Mitigasi Gunungapi pada Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan.
Saat ini PVMBG masih mengevaluasi data lengkapnya.
Baca: BREAKING NEWS - Gunung Tangkuban Parahu Alami Erupsi, Kepulan Abu Terlihat 200 Meter Di Atas Puncak
Baca: Angklung & Celempung Sambut Gubernur Kim di Gunung Tangkuban Parahu
"Intinya masih dievaluasi karena aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih didominasi gempa hembusan yang berfluktuasi dan masih kami evaluasi data lengkapnya," ujarnya saat dikonfirmasi Tribun Jabar melalui pesan singkat.
Namun secara umum, kata dia, variasi gempa hembusan berfluktuasi ini pernah terjadi di tahun tahun sebelumnya.
Hal tersebut akibat efek perubahan muka air tanah akibat perubahan musim.
"Atas kejadian ini wisatawan agar tidak turun mendekat ke kawah aktif serta tetap mengikuti perkembangan dari BPBD dan pengelola (Gunung Tangkuban Parahu)," katanya.
Ia mengatakan, evaluasi aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu hingga beberapa hari ke depan akan selesai, saat ini datanya masih terus dikumpulkan dan dianalisis.
"Intinya tergantung kapan ada perubahan muka air tanah, yang naik turunnya muka air tanah bergantung musim, tapi ini semua baru dugaan, karena evaluasi dan analisis kami belum final," katanya.
(Tribunnews.com/Whiesa/TribunJabar.id)