Jumat, 5 September 2025

Rusuh di Papua

Disebut Dicintai Orang Papua, Gus Dur Lakukan 3 Hal untuk Papua: Sumbang Rp 1 M hingga Ubah Nama

Ribuan pengunjuk rasa itu menggelar aksi damai protes atas aksi persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.

Penulis: Daryono
Kompas/ Hendra A Setyawan
Puluhan aktivis dari Aliansi Masyarakat Sipil untuk Toleransi berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu (16/11/2013). Aksi damai tersebut untuk memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada hari ini, bertujuan menyuarakan komitmen dan aksi nyata untuk menghargai dan bekerja sama dalam perbedaan. 

TRIBUNNEWS.COM - Nama Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur disebut-sebut oleh Gubernur Papua Lukas Enembe saat menemui ribuan pengunjuk rasa di Lapangan Apel Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Senin (19/8/2019).

Ribuan pengunjuk rasa itu menggelar aksi damai protes atas aksi persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang.

Berbeda dengan di Manokwari yang diwarnai kerusuhan, aksi di Jayapura berlangsung damai dan tertib. 

Kepada ribuan pengunjuk rasa, Enembe menceritakan percakapannya via telepon dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. 

Saat itulah, Enembe menyingggung soal nama Gus Dur.

"Saya sampaikan (ke Khofifah), orang Papua mencintai Gus Dur, Ibu Gubernur tuh kadernya Gus Dur, kenapa mahasiswa saya dianiaya seperti itu hanya karena masalah bendera, tidak dibenarkan," kata Enembe sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Suasana saat ribuan pendemo ditemui Gubernur Papua Lukas Enembe di Lapangan Apel Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Senin (19/08/2019).
Suasana saat ribuan pendemo ditemui Gubernur Papua Lukas Enembe di Lapangan Apel Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Senin (19/08/2019). (KOMPAS.COM/DHIAS SUWANDI)

Ia mempertanyakan kebijakan Khofifah yang tidak menerjunkan Banser untuk membela mahasiswa Papua yang diserang oleh organisasi kemasyarakatan lainnya.

"Saya sampaikan kepada Ibu Gubernur, ibu minta maaf bukan mewakili Jawa Timur, ini kelompok tertentu," ujar dia.

Lantas apakah yang telah dilakukan Gus Dur sehingga namanya disebut oleh Lukas Enembe dan menyatakan masyarakat Papua mencintai Gus Dur

Berikut sejumlah kebijakan Gus Dur di Papua semasa Gus Dur menjabat jadi Presiden RI: 

1. Sumbang Dana Rp 1 Miliar untuk Kongres Rakyat Papua

Dikutip dari tulisan Tri Agung Kristanto dalam buku Perjalanan Politik Gus DurGus Dur memiliki peran besar dalam terselenggaranya Kongres Rakyat Papua pada akhir Mei 2000.

Kongres itu awalnya tertunda-tendua karena masalah finansial.

Kongres yang dihadiri tidak kurang dari 5.000 rakyat Papua itu akhirnya terselenggara berkas bantuan dari Gus Dur sebesar Rp 1 miliar.

Sekretaris Presidium Dewan Papua Thaha Mohammad Alhamid kepada Kompas menjelang kongres berlangsung mengakui besarnya peranan dana bantuan Presiden Gus Dur untuk penyelenggaraan kongres.

Meskipun pada kemudian hari, Gus Dur kecewa dengan hasil kongres.

"Tadinya saya membantu (Kongres Rakyat Papua,-red) supaya terlaksana, karena panitia kongres menjanjikan dua hal yakni tidak orang asing di dalamnya (Kongres) dan semua orang (Papua) boleh ikut," kata Gus Dur dalam berita Kompas, 6 Juni 2000.

Saat itu, langkah Gus Dur memberikan bantuan dana dikecam karena dianggap memberi peluang opsi Papua memisahkan diri dari NKRI.

2. Gus Dur Mampu Jembatani Perbedaan di Papua

Mengutip berita Kompas.com, Sekretaris Jendral (Sekjen) Presidium Dewan Papua (PDP), Thaha M Alhamid menyatakan, Gus Dur mampu menjembatani segala perbedaan yang ada dalam kelompok masyarakat tertentu di Papua untuk menyelesaikan permasalahan di daerah tersebut.

"Gus Dur mampu mengalihkan kekalutan politik di Papua pada tahun 2000 silam melalui proses-proses bermartabat yang jauh dari tindakan anarki yang melibatkan pertentangan antara rakyat dengan aparat," ujar Thaha di Jayapura.

Dikatakannya, rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Papua masih membutuhkan nasihat dan ketokohan Gus Dur dalam menyelesaikan persoalan-persoalan politik dan sosial yang muncul baik yang sifatnya vertikal maupun horizontal.

Thaha mencontohkan salah satu peran Gus Dur dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat Papua pada tahun 2000 lalu adalah diberinya izin untuk melaksanakan musyawarah besar atau Kongres Papua.

"Kongres Papua menjadi forum politik bagi masyarakat Papua untuk menyatakan gagasan dan aspirasi mereka yang selama pemerintahan-pemerintahan sebelumnya mengalami kebisuan," tandasnya.

Melalui kegiatan tersebut lanjut dia, Gus Dur menunjukkan dirinya sebagai seorang yang pluralis sekaligus melindungi kelompok-kelompok minoritas yang selama ini terpinggirkan.

"Setelah Gus Dur wafat, saya berharap ada tokoh Indonesia lainnya yang dapat mengganti figur dan karakter beliau, terutama dalam menyikapi dan memberikan nasihat-nasihat politik menyangkut permasalahan bangsa," kata Thaha menanggapi kabar meninggalnya Gus Dur

2. Mengembalikan Nama Papua

Pada 31 Desember 1999, Gus Dur menyempatkan diri melewatkan pergantian tahun di Jayapura.

Dalam momen itu, Gus Dur sekaligus menyatakan mengembalikan nama "Papua" untuk mengganti "Irian Jaya" yang diberikan pada pemerintahan Presiden Soeharto.

Pengembalian nama itu dilakukan pada 1 Januari 2000.

Nama Papua disebutkan dalam Manifest yang dicetuskan Komite Nasional Papua yang menyatakan, "Nama tanah kami menjadi PAPOEA BARAT dan nama bangsa kami menjadi PAPOEA."

Manifest tersebut ditulis dalam sebuah harian "Pengantara" pada 21 Oktober 1961.

Terkait pengembalian nama itu, dalam tulisannya, B Josie Susilo Hardianto yang dimuat Kompas.com pada 4 Januari 2010, orang Papua bersedih saat Gus Dur meninggal. 

Berikut tulisan B Josie Susilo Hardiant: 

Anton Sumer tercenung di depan televisi.

Pemberitaan tentang wafatnya mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid menyita seluruh perhatiannya.

”Ai, aduh. Kami, orang Papua, layak bersedih. Beliau bapak kami orang Papua. Beliau pula yang mengembalikan lagi nama Papua,” kata Anton sambil memegang kepalanya.

Dulu, semasa Orde Baru, tabu jika orang Papua menyebut diri mereka sebagai orang Papua.

Namun, oleh Gus Dur tembok-tembok ketakutan itu diruntuhkan.

Dulu Papua disebut dengan Irian, demikian juga dengan penduduknya, orang Irian.

Dulu, meskipun secara politis mereka segan menyebut diri mereka dengan Papua karena takut diidentikkan dengan Organisasi Papua Merdeka, jauh di dalam hati mereka adalah orang Papua.

”Karena Gus Dur, kami tidak takut-takut lagi menyebut diri kami orang Papua, dan kami bangga dengan itu,” kata Yehezkiel Belaw, seorang pemuda asli Paniai.

3. Sempat Memperbolehkan Bendera Bintang Kejora Dikibarkan

Presiden Gus Dur sempat memperbolehkan bendera Bintang Kejora dikibarkan di Papua pada 1 Desember yang merupakan hari ulang tahun kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Mengutip situs Alif.id, Gus Dur menyebut bahwa bendera Bintang Kejora hanya sebuah umbul-umbul seperti bendera saat pertandingan sepakabola.

Saat itu, Gus Dur meminta aparat tak terlalu risau dengan pengibaran bendera Bintang Kejora. 

Gus Dur menyebut bendera Bintang Kejora hanya benderal kultural biasa. 

Gus Dur tak mempersoalkan bendera Bintang Kejora dikabarkan asal bendera merah putih juga dikibarkan dan lebih tinggi.

Soal kebijakannya ini, Gus Dur bahkan berdebat dengan Wiranto, Menkopolhukam saat itu yang memprotesnya. 

Mengutip tulisan Tri Agung Kristanto dalam buku Perjalanan Politik Gus DurGus Dur pada akhirnya melarang pengibaran bendera Bintang Kejora. 

Dalam sidang kabinet, Gus Dur memutuskan bendera bintang kejora dianggp sebagai lambang separatisme dan bukan lagi bendera budaya. 

Gus Dur kemudian melarang pengibaran bendera tersebut. 

(Tribunnews.com/Daryono)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan