Angka Perceraian Tinggi saat Pandemi: Didominasi Pasutri Muda
Pengadilan Agama Jakarta Timur mencatat angka kasus perceraian meroket saat pandemi Covid-19.
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Agama Jakarta Timur mencatat angka kasus perceraian meroket saat pandemi Covid-19.
Diketahui, kasus gugatan perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur didominasi pasangan suami istri muda yang baru menikah atau usia rumah tangganya masih di bawah lima tahun.
"Ada yang baru satu tahun, dua tahun. Ada juga yang lima tahun pertama perkawinan. Kata psikolog tujuh tahun perkawinan awal masa adaptasi. Kalau itu berhasil berarti di tujuh tahun ke dua itu sukses," ujar Humas sekaligus Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Istiana saat dikonfirmasi di Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (3/9/2020).
Baca: Rekonstruksi Pesta Seks Gay di Kuningan, Terungkap Inisiator Acara hingga Diskon 50 Persen
Bila sebelum pandemi total gugatan cerai yang masuk dalam satu bulan berkisar 450 hingga 500 kasus, bulan Juni 2020 jumlah melonjak jadi 900 kasus.
Istiana mengatakan jumlah tersebut melonjak sekitar 50 persen bila dibanding sebelumnya.
"Bulan Maret, April, Mei kan Covid-19, kita stuck (tutup) enggak ada aktivitas. Juni mulai dibuka langsung 900 kasus," kata Istiana
Dari 900 gugatan tersebut hanya segelintir pasangan suami istri yang setuju melanjutkan rumah tangganya setelah dimediasi Majelis Hakim.
Ironisnya mayoritas pasangan suami istri yang mengajukan gugatan baru menikah atau usia rumah tangganya masih di bawah lima tahun.
"Ada yang baru satu tahun, dua tahun. Ada juga yang lima tahun pertama perkawinan. Kata psikolog tujuh tahun perkawinan awal masa adaptasi. Kalau itu berhasil berarti di tujuh tahun ke dua itu sukses," ujarnya.
Mayoritas gugatan diajukan pihak istri karena masalah ekonomi akibat suami mereka jadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Namun Istiana menuturkan jumlah gugatan cerai yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Timur selepas bulan Juni berangsur menurun.
"Pelan-pelan mulai kembali ke angka normal. Tapi tetap permasalahan mengajukan gugatan cerai utamanya karena ekonomi," tuturnya.
Penyebab Berpisah

Angka perceraian di Jakarta Timur sempat mencapai 900 kasus pada Juni 2020 lalu, atau pada saat pandemi Covid-19.
Masalah perekonomian diduga jadi penyebab utama berpisahnya ratusan pasutri.
Namun, pada Juli dan Agustus angka perceraian berangsur normal, yakni sekira 500 kasus per bulan.
"Sudah turun sedikit sih di bulan Juli 700, bulan Agustus itu 550," kata Hakim sekaligus Humas Pengadilan Agama Jakarta Timur Istiana saat dikonfirmasi, Kamis (3/9/2020).
Menurut dia, angka perceraian mulai turun lantaran pemerintah sudah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi yang melonggarkan kegiatan masyarakat sehingga roda perekonomian bergerak.
Hasilnya, pasutri yang semula mengalami paceklik perekonomian, kini mulai mendapatkan penghasilannya kembali.
"Karena dibuka lagi perusahaan, perkantoran. Yang tadinya dirumahkan sudah kembali kerja. Yang orang dagang di pasar tadinya enggak dapat pelanggan sama sekali sekarang kan jadi dapat," kata Istiani.
Dia memperkirakan, pada September dan seterusnya kasus perceraian akan kembali ke jumlah normal, yakni sekira 500 kasus per bulan.
Sebelumnya, 900 angka perceraian tersebut terdiri dari pasutri yang usia pernikahannya baru seumur jagung.
Rata-rata usia pernikahan mereka diketahui baru dua sampai lima tahun.
"Kata psikolog tujuh tahun perkawinan awal masa adaptasi. Kalau itu berhasil, berarti di tujuh tahun ke-2 (memasuki 14 tahun) itu sukses," terang dia.
Penyebab perceraiannya pun mayoritas sama yakni karena masalah ekonomi. Banyak istri yang mengeluhkan minimnya pendapatan suami setelah jadi korban PHK pada masa pandemi Covid-19.
Perceraian Tertinggi di Pulau Jawa

Kasus perceraian tertinggi terdapat di Pulau Jawa.
Hal tersebut dipaparkan Dirjen Badan Pengadilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI, Aco Nur.
Aco mengungkapkan peningkatan drastis terjadi sejak Juni 2020 hingga saat ini.
"Datanya saya enggak bawa. Saya pernah membaca bulan April, Mei di bawah 20.000 (perceraian) di seluruh Indonedia yang daftar. Tapi setelah PSBB, meningkat menjadi 57.000. Di bulan Juni, Juli meningkat termasul di Agustus masih ada (peningkatan)," kata Aco usai meresmikan enam aplikasi di Pengadilan Agama Jakarta Barat, Jumat (28/8/2020).
Adapun untuk wilayah yang peningkatan kasus perceraian cukup tinggi berada di Pulau Jawa.
Hal tersebut sempat membuat penumpukan dari masyarakat yang mengurus cerai di pengadilan.
"Ada beberapa pengadikan tinggi yang memang peningkatannya cukup besar khususnya di Jawa Barat, Surabaya dan Semarang. Tapi untuk di luar Pulau Jawa peningkatannya tidak signifikan," kata Aco.
Aco menuturkan, selama pandemi Covid-19 ini mayoritas pengajuan cerai diajukan istri kepada suaminya.
"Akibat covid 19 kan banyak yang di PHK atau dirumahkan sehingga ekonoomi enggak berjalan lebih baik. Ibu-ibu enggak dapat jaminan dari suaminya sehingga banyak dari ibu-ibu yang menggugat suaminya," kata Aco.
Aplikasi Permudah Urus Cerai
Pengadilan Agama Jakarta Barat meluncurkan enam aplikasi untuk mempermudah masyarakat urus perceraian.
Keenam aplikasi itu yakni Drive Thru untuk pengambilan akta cerai dan salinan putusan, Simekar (sistem informasi manajemen keuangan perkara), Si Absari (sistem informasi pengambilan salinan putusan secara mandiri, Sembara (sistem informasi berbasis perkara), e-Kemas (elektronik survei kepuasan masyarakat dan indeks persepsi korupsi), dan Smart (sistem informasi manajemen surat masuk dan surat keluar).
Peluncuran keenam aplikasi ini dilakukan oleh Dirjen Badan Pengadilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI, Aco Nur, Ketua Pengadilan Agama Jakarta Barat, Mohamad Yamin dan Wakil Wali Kota Jakarta Barat, M. Zen.
Dalam sambutannya, Aco Nur mengapresiasi terobosan ini. Ia menyampaikan bahwa masyarakat yang ingin mengurus perceraian bisa mengunduh aplikasi itu di smartphonenya sehingga tak perlu datang ke Pengadilan Agama Jakarta Barat.
• Lesty Kejora Ketemu Keluarga Rizky Billar: Mantan Rizki DA Bilang Begini hingga Soal Gimmick
• Intip Sederet Obat Tradisional untuk Perbanyak ASI, Kaum Ibu-ibu Kudu Tahu Nih!
• Rencana Pelibatan TNI Tangani Terorisme Mendapat Kritik dari Pegiat HAM
• Kepala RSPAD Ungkap Kondisi Terkini Polisi yang Menjadi Korban Perusakan Polsek Ciracas
Selain mempermudah, ia menyebut aplikasi ini juga cukup membantu mengurangi penyebaran Covid-19 yang masih melanda lantaran mengurangi tatap muka dan kerumunan.
"Apikasi ini sesuai kebijakan Mahkamah Agung dalam menghadapi era digitalisasi untuk melayani masyarakat yang ingin mencari keadilan dengan cepat sesuai dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan," kata Aco saat meresmikan keenam aplikasi di Pengadilan Agama, Jakarta Barat, Jumat (28/8/2020).
Aco menyebut peluncuran enam aplikasi di Pengadilan Agama Jakarta Barat ini melengkapi 18 aplikasi yang lebih dulu diluncurkan Badilag untuk memudahkan masyarakat yang berperkara.
"Seperti aplikasi yami kami kembangkan di Badila, jadi enggak perlu lagi datang ke Pengadilan Agama untuk mendaftar perkara seperti yang sudah diterapkan oleh MA melalui e-court atau pendaftaran secara online karena di Perma Nomor 1 Tahun 2019 bahwa beracara di pengadilan di Indonesia melalui teknologi informasi," papar Aco. (TribunJakarta.com/Kompas.com)