Polisi Gadungan Tewas di Tahanan, Keluarga Mengaku Diteror saat Pertanyakan Kejanggalan Kematiannya
Beberapa kali orang yang tidak dikenal oleh keluarga dan mengaku sebagai petugas menghubungi Sri Rahayu melalui sambungan telepon.
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Keluarga tahanan polisi gadungan yang meninggal tak wajar di Polsek Sunggal mengaku diteror oleh oknum petugas usai melaporkan kasus tersebut ke Polda Sumut.
Hal ini disampaikan langsung adik korban Joko Dedi Kurniawan, Sri Rahayu yang menyebutkan dirinya ditelepon hingga diminta bertemu oleh orang tak dikenal.
"Ada beberapa yang menghubungi saya dan meminta untuk bertemu, tapi saya bilang waktu itu saya lagi di luar," kata Sri di kantor LBH Medan, Sabtu (17/10/2020).
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum keluarga dari LBH Medan menyebutkan, hal tersebut adalah bentuk intimidasi atau upaya menakut-nakuti keluarga agar mencabut laporannya.
"Hal yang kita nilai sebagai dugaan intimidasi itu diterima oleh keluarga dalam beberapa bentuk, ada yang secara terang-terangan dan ada pula melalui telepon," katanya.
Dikatakannya, beberapa kali orang yang tidak dikenal oleh keluarga dan mengaku sebagai petugas menghubungi Sri Rahayu melalui sambungan telepon.
Bahkan mereka selalu mengajak bertemu dengan pihak keluarga dengan cara mengancam.

"Dari balik telepon orang tersebut kita duga ingin bernegosiasi terkait kasus tersebut. Namun dengan menakut-nakuti bahkan dengan mengatakan 'sudah ku rekam suaramu ya," tuturnya sambil menirukan suara tersebut.
Irvan menyebutkan teror tersebut datang saat keluarga dan LBH Medan sebagai kuasa hukum membuat laporan di Propam Polda Sumut.
"Waktu kita buat laporan di Propam ada dua kali ditelepon, ada yang mengaku bermarga Samosir, ada yang mengaku bermarga Tarigan. Jadi ada sekitar tiga kali ya," jelasnya.
Bahkan Irvan menyebutkan tindakan intimidasi juga dialami Sri Rahayu saat mengantarkan bontot nasi untuk suaminya, Suprianto yang juga ditahan dalam kasus polisi gadungan yang sama.
Saat itu, seorang perwira polisi di Polsek Sunggal yang merupakan perwira di Polsek Sunggal mengutarakan "kau yang melaporkan kami ya, udah kau letak aja nasi disitu," bentaknya dengan nada tinggi kepada Sri.
Baca juga: 2 Polisi Gadungan Tewas dalam Tahanan, Diduga Alami Kekerasan, Keluarga Tuntut Keadilan
Irvan menegaskan bahwa hal tersebut sangat tidak layak dilakukan oleh seorang petugas kepada keluarga yang tengah mencari keadilan.
"Padahal dalam Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 14 Tahun 2011 pasal 10 huruf (c), yang mengamanatkan petugas memberikan pelayanan yang cepat, mudah dan nyaman," ungkap Irvan.
Sebelumnya, LBH Medan menduga ada kejanggalan dalam kasus kematian dua tahanan Polsek Sunggal atas nama Joko Dedi Kurniawan dan Rudi Efendi.
Sebelumnya, berdasarkan laporan keluarga tersangka kepada pihak LBH Medan, ditemukan kejanggalan terhadap kematian dua tahanan tersebut, karena ada luka di kepala dan dada, kulit tangan terkelupas dan sekujur badan kondisi membiru.
Badan Tegap dan Segar
Sebelumnya, dua tersangka polisi gadungan yakni Rudi Efendi (40) dan Joko Dedi Kurniawan (36) yang ditangkap Polsek Sunggal Polrestabes Medan tewas di tahanan.
Keduanya merupakan pelaku pencurian dengan kekerasan (curas) yang menyamar menjadi polisi.
Mereka beraksi di kawasan Jalan Ringroad, Kelurahan Asam Kumbang, Medan pada 8 September 2020.
Kedua keluarga korban yang merasa terdapat kejanggalan terhadap kematian keduanya mendatangi Kantor LBH Medan untuk meminta kuasa terkait kejadian tersebut, Senin (5/10/2020) siang.
Informasi yang dihimpun Tribun dari wawancara keluarga, Rudi Efendi merupakan warga Jalan Laut Dendang Kenari XII, Percut Sei Dendang, Percut Sei Tuan, Deliserdang yang meninggal pada 26 September 2020.
Baca juga: Polisi Gadungan Beraksi di Jakarta Timur, Culik 3 Pegawai Toko Bunga
Joko yang merupakan warga Pasar Dua Saentis, Percut Sei Tuan, Deliserdang meninggal pada 2 Oktober 2020 lalu.
Sunarsih, istri korban Joko mengatakan, dirinya merasa janggal atas kematian suaminya tersebut karena saat ditangkap dalam keadaan sehat.
Ia menduga suaminya mengalami kekerasan hingga berbekas lebam di bagian kepala dan dada.
"Suami saya Joko, ya waktu ditangkap badannya segar. Cuma ada lebam di kepala dan dadanya sakit. Di situ di sel katanya sudah tidak ada langsung dibawa ke rumah sakit. Saya merasa janggal saja minta keadilan supaya diusut. Diduga tewas karena kekerasan dan tidak wajar," tuturnya saat diwawancarai Tribun.
Ia menyebutkan terakhir kali bertemu suaminya mengeluhkan sakit kepala.
"Badannya sakit, kepalanya sakit. Hari Kamis terakhir saya dikabari polisi talu di situ cuma nengok aja. Kondisinya sakit gitu kayak orang pucat, kata polisi karena sakit paru-paru," ujar dia.
Adik korban Joko Dedi, Sri Rahyu menuturkan awalnya korban sempat dibawa ke rumah sakit untuk dirawat karena sakit pada 25 dan 26 September 2020.
"Jadi awalnya Joko dibawa ke rumah sakit karena sakit, katanya paru-paru dan sesak napas. Kami sudah sempat jenguk juga," tuturnya saat diwawancarai Tribun di Kantor LBH Medan.
Lalu tiba-tiba pihak keluarga mendapatkan kabar kembali bahwa Joko kembali sakit dan harus masuk ke rumah sakit.
"Jadi kami awalnya dikabari hari Kamis 1 Oktober bahwa abang kami Joko sakit, terus kami jenguk di Polsek Sunggal dan kondisinya disitu sudah pucat dan disitu dia mengeluh kesakitan di kepala dan di dada," ungkapnya.
Sri menceritakan keesokan harinya keluarga mendapatkan kabar dari pihak kepolisian Polsek Sunggal bahwa Joko kritis di RS Bhayangkara.
Namun satu jam kemudian sudah dikabari polisi bahwa Joko sudah meninggal karena sakit paru-paru.
"Jadi keesokan harinya tiba-tiba jupernya menelepon kembali jam 7 bahwa Joko sekarat. Terus saya marah-marah kenapa baru dikabari sekarang. Lalu keluarga sampai jam setengah 9 di RS Bhayangkara abang saya itu sudah meninggal," tuturnya.
Baca juga: Mengaku Berpangkat AKP, Polisi Gadungan Tipu Wanita Rp 285 Juta dan Janji akan Menikahi
Sri menyebutkan saat dimandikan keluarga melihat bekas luka di kepala korban Joko.
"Jadi saat dimandikan abang saya itu, kepalanya biru mengeluarkan darah. Terus dadanya juga biru," ungkapnya.
Pihak keluarga tak terima dengan kematian korban Joko dan meminta perlindungan hukum ke LBH Medan untuk mendampingi mengusut tuntas kasus ini.
"Kami merasa kematian abang saya itu tidak wajar, karena kami lihat waktu masuk ke dalam penjara sehat wal afiat tidak ada punya riwayat sakit paru-paru.
Sehingga kami datang ke LBH Medan untuk bisa menjadi kuasa kami dan meminta keadilan," cetus Sri.
Abang korban Rudi, Irwansyah menyebutkan bahwa adiknya tersebut juga mengalami luka akibat penganiayaan di bagian dada.
"Jadi adik kami itu ketika dimandikan pada tanggal 26 September itu badannya semua biru bekas dianiaya. Saya mendapatkan kabar dari dalam bahwa adik saya itu meninggal di dalam sel bukan di rumah sakit. Karena saya dapat kabar jam 3 sore terus kami datang langsung ambil jenazah," terangnya.
Ia menyebutkan adiknya tersebut saat ditangkap di Polsek Sunggal tidak memiliki riwayat sakit paru-paru seperti yang disebutkan kepolisian sebagai penyebabnya.
"Adik saya itu sehat tidak ada sakit sewaktu ditangkap badannya dia itu tegap, besar, jadi saya pikir ada oknum yang sengaja menganiaya dia. Kalau dia bersalah hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Jangan sampai dibinasakan seperti ini adik kami itu," jelas Irwansyah.
Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Saputra menyebutkan pihaknya sudah resmi menjadi kuasa terhadap kedua korban meninggal dan menduga kematian keduanya diduga disiksa hingga berujung kematian.
Selain dua orang tersebut, enam orang lainnya yang diamankan polisi dalam kasus ini yakni otak pelaku Muhammad Budiman alias Budi (34), Suprianto alias Lilik (40), Khairunissa (18), Yogi Air Langga (20), Diki Ari Wibowo (25) dan Dedi Saputra alias Putra (32). (vic/tribunmedan.com)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Keluarga Tahanan Polsek Sunggal yang Tewas Diteror, Diminta Jumpa Oknum Petugas dan Dibentak