Kisah Putra, Remaja Keterbelakangan Mental, Rela Mengais Rezeki dengan Jadi Manusia Silver
Kisah seorang remaja keterbelakangan mentar yang mengais rezeki dengan jadi manusia silver datang dari, Kota Padang.
Editor:
Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Kisah seorang remaja keterbelakangan mentar yang mengais rezeki dengan jadi manusia silver datang dari, Kota Padang.
Diketahui remaja tersebut bernama Putra dan berumur 13 tahun.
Di usia belianya, Putra rela membantu keluarganya untuk mendapatkan rupiah.
Meskipun dengan keterbatasan yang dimiliki, dirinya tak patang menyerah.
Pantauan TribunPadang.com, Jumat (26/3/2021), Putra sedang berdiri hanya menggunakan celana pendek tanpa baju sembari dicat oleh seorang wanita yang tak lain adalah ibunya di toko pinggir jalan di simpang empat Alai.
Proses pengecatan hanya berlansung 5-10 menit saja. Alat yang digunakan adalah kuas, minyak goreng dan cat perak yang didapatkan dari toko bangunan.
Baca juga: VIRAL Kisah Remaja Pria Beli Baju Malah Dapat Tanktop, Sempat Chat Penjual, Kini Pilih Ikhlaskan

Rani (34), ibu Putra menjelaskan, cat perak yang ia beli seharga Rp 15 ribu per kaleng berukuran kecil.
Cat tersebut dicampur minyak goreng, barulah dilumuri dengan kuas ke badan anaknya.
Sehingga cat yang digunakan Putra terlihat lembab dan tidak melekat kuat di tubuhnya.
"Catnya tidak melekat keras di kulit, biasanya selesai bekerja, Putra mandi seperti biasa tapi sabunnya diganti dengan sabun Sunlight atau sabun Ekonomi," kata Rani.
Putra mulai bekerja pukul 10.00-12.00 WIB.
“Terkadang kalau sudah lelah, sebelum jam 12 siang kita sudah pulang,” ujar Rani.
Selama bekerja, Putra ditemani Rani. Selain takut terjaring razia Satuan Polisi Pamong Praja, Putra sendiri memiliki keterbelakangan mental semenjak Sekolah Dasar (SD).
Kata Rani, cara bicara serta komunikasi yang susah dimengerti sejak kecil.
“Putra itu lemah secara fisik, teloh berbicara dan memiliki kelainan mental. Jadi saya tidak berani meninggalkannya walau dia selalu menyuruh saya pulang setelah selesai mengecat," tambah Rani.
Karena keterbelakangan mental itu, Rani sangat waspada dengan anaknya.
Putra sendiri mulai bekerja sejak kecil sebagai pengamen bersama ayahnya.
Ayah Putra semenjak ia kecil ngamen di Imam Bonjol, sedangkan Rani menjual minuman sachet dan rokok menggunakan keranjang di sana.
Menurut Rani, karena bekerja sebagai pengamen sewaktu sekolah, Putra sering menjadi bahan olok-olokan temannya sehingga ia memutuskan untuk berhenti sekolah.
Baca juga: Kisah Kosmas Adang Pengantin Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar, Sang Adik Ungkap Kondisinya
“Putra sewaktu kelas 4 SD tidak mau lagi diantar ke sekolah, ia menolak pergi ke sekolah tanpa memberi tahu penyebabnya," kata Rani.
Dari SD Putra memang sukar bercerita.
"Pernah ketika saya dan ayahnya bekerja, Putra dipukuli dan diolok-olok saat bermain di lapangan Imam Bonjol, tapi adiknya yang memberi tahu kepada saya," ujar Rani.
Saat ditanya, kata Rani, Putra selalu menjawab tidak tahu atas apa yang terjadi padanya.
Sejak tahun ini Putra juga sering pergi dari rumah walau akhirnya kembali lagi.
“Dua bulan lalu sewaktu duduk di luar rumah tiba-tiba saja Putra menghilang selama tiga hari sebelum kembali lagi ke rumah," kata Rani.
Rani juga membeberkan, pada awal Maret 2021, Putra kembali melakukan hal serupa.
Kali ini Putra menghilang satu pekan sebelum ditemukan kembali di Tunggul Hitam.
"Awal bulan ini, satu minggu dia menghilang sebelum kembali pulang ke rumah," kata Rani.
Saat ditemukan tangan dan kepalanya sudah dijahit oleh pihak puskesmas.
Rani mengira bahwa putranya tersebut habis dipukuli oleh orang tidak dikenal.
Saat Rani menanyakan siapa pelakunya, Putra hanya menggeleng dan mengaku tidak tahu.
“Kebetulan setelah luka-luka itu ada orang yang menemukan Putra dan membawanya ke puskesmas sehingga bisa pulang lagi ke rumah," tambahnya.
Baca juga: Doktor HC Doni Monardo, Selarik Kisah yang Terpendam

Hal tersebut jadi alasan Rani selalu menunggui putranya bekerja.
Karena keterbelakangan mental dan sulit berkomunikasi, Rani pernah membawa Putra berobat ke rumah sakit jiwa.
“Setelah kejadian yang pertama pernah saya bawa ke rumah sakit jiwa, setelah diberi obat komunikasi dan cara bicaranya sudah mulai membaik," kata Rani.
Tapi setelah berobat yang pertama Putra tidak mau lagi dibawa ke rumah sakit.
“Awak ndak sakik do, manga pai barubek (saya tidak sakit, mengapa harus pergi berobat)," ucap Rani mencontohkan jawaban anaknya tersebut.
Oleh sebab itu, Rani tidak pernah lagi membawa Putra ke rumah sakit jiwa, walaupun katanya pengobatan rumah sakit jiwa tidak dipungut biaya.
Namun semenjak berhenti sekolah, Putra sudah bisa membantu biaya makan dan uang belanja adiknya.
Selama jadi manusia silver, Putra bisa mendapatkan Rp 50-80 ribu setiap harinya.
"Sekarang ia (Putra) sudah bisa nambah uang jajan sendiri, bantu uang makan di rumah dan membelanjakan adiknya," kata Rani.
Artikel ini telah tayang di Tribunpadang.com dengan judul Kisah Remaja Keterbelakangan Mental jadi Manusia Silver di Padang, Selalu Ditemani Ibu
(Tribunpadang.com/Rahmat Panji)