Guru Rudapaksa Santri
Perjalanan Kasus Herry Wirawan, Banyak yang Kecewa Sang Guru Bejat Cuma Divonis Seumur Hidup
Banyak pihak kecewa dengan keputusan Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup kepada Herry Wirawan
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung memutus hukuman penjara seumur hidup kepada Herry Wirawan (36), pelaku rudapaksa 13 santriwati, Selasa (15/2/2022).
Vonis tersebut disampaikan oleh Hakim Ketua, Yohanes Purnomo Suryo Adi.
Diketahui, putusan yang dibacakan lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Herry dijatuhi hukuman mati.
Selain itu, JPU juga meminta hukuman tambahan berupa hukuman kebiri kimia dan denda Rp 500 juta.
Setelah mengetahui vonis yang diberikan, berikut perjalanan kasus yang dihadapi Herry Wirawan dari terungkapnya rudapaksa yang dilakukan hingga vonis seumur hidup yang diterimanya.
Mulai Terkuak pada Juni 2021
Awal mula kasus Herry Wirawan terungkap pada Juni 2021.
Kasus ini terungkap setelah salah satu korban pulang ke rumah saat akan merayakan hari raya Idul Fitri.
Pada saat dirumahnya, orang tua korban merasa ada yang berbeda dari anaknya.
Lantas, mereka pun mengetahui dan terkejut di mana anaknya dalam keadaan hamil.
Korban dan orang tuanya pun melaporkan ke Polda Jabar, Bupati Garut, dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Kemudian rentetan pelaporan pun berdatangan dan diketahui terdapat 12 korban yang melapor serta 11 diantaranya adalah warga Garut, Jawa Barat.
Baca juga: Isi Lengkap Putusan Hakim untuk Herry Wirawan, Pelaku Rudapaksa 13 Santriwati di Bandung
Lantas dari perbuatan bejatnya, delapan dari 13 korban hamil hingga melahirkan 8 bayi, seperti dikutip dari Tribun Jabar.
Selain itu, Herry melakukan aksi bejatnya di beberapa tempat seperti pesantren, hotel, hingga apartemen.
Herry Wirawan diketahui melakukan rudapaksa kepada santriwati sejak tahun 2016 hingga akhirnya terkuak pada Juni 2021.
Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri Kimia
Dalam babak persidangan, Herry Wirawan dituntut hukuman mati, kebiri kimia, serta denda Rp 500 juta.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh Kepala Kajati Jabar, Asep N Mulyana di Pengadilan Negeri Bandung pada 11 Januari 2022.

Sidang pembacaan tuntutan tersebut dihadiri oleh Herry Wirawan yang hadir langsung untuk mendengarkan.
Asep mengatakan beberapa hal yang dinilainya memberatkan Herry Wirawan hingga jaksa menuntut hukuman mati dan kebiri kimia.
Hal pertama adalah penggunaan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya hingga korban terperdaya.
Lalu, perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak secara psikologis.
Baca juga: Kata Pakar terkait Pertimbangan Hakim Loloskan Herry Wirawan dari Hukuman Mati
“Terdakwa menggunakan simbol adama dalam pendidikan untuk memanipulasi dan alat justifikasi,” jelas Asep.
Selain itu JPU juga menuntut hukuman kebiri dengan identitas terdakwa disebarkan untuk memberikan efek jera bagi terdakwa dan pelaku kejahatan lainnya.
Ditambah adanya tuntutan soal pengambilan aset seperti yayaasan milik Herry Wirawan diserahkan ke negara.
“Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban,” kata Asep.
Herry Wirawan Tak Tunjukkan Ekspresi Menyesal saat Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri Kimia
Raut wajah Herry Wirawan tidak menunjukkan penyesalan sama sekali bahkan hingga membuat Asep merasa terkejut.
Melihat raut wajah Herry tersebut membuat Asep merasa gusar.
Hal ini dikarenakan, menurut Asep, Herry harusnya menitikkan air mata saat dituntut hukuman kebiri kimia.
Herry Wirawan Divonis Seumur Hidup

Hari ini akhirnya menjadi hari penghakiman terakhir bagi Herry Wirawan.
Herry menjalani sidang vonis dan Hakim Ketua yaitu Yohanes Purnomo Suryo Adi memutuskan Herry Wirawan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Adapun daftar putusan hakim atas kasus asusila yang dilakukan oleh Herry Wirawan adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan Herry Wirawan alias Herry bin Dede diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan pendidik yang menimbulkan korban lebih dari satu orang, beberapa kali, sebagaimana dalam dakwaan primer.
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara seumur hidup.
3. Menetapkan terdakwa tetap ditahan.
4. Membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI.
5. Menetapkan 9 anak dari para korban dan anak korban agar diserahkan perawatannya kepada pemerintah Provinsi Jawa Barat, UPT Perlindungan Perlindungan dan Anak Provinsi Jawa Barat dengan dilakukan evaluasi secara berkala. Apabila dari hasil evaluasi ternyata para korban dan anak korban sudah siap mental dan kejiwaan sudah bisa menerima dan mengasuh kembali anaknya, dan situasinya telah memungkinkan anak tersebut dikembalikan ke para korban masing-masing.
6. Menetapkan barang bukti sebuah sepeda motor Yamaha Mio Z warna hitam dirampas untuk negara.
7. Membebankan biaya perkara kepada negara.
Keluarga korban kecewa berat
Keluarga santriwati marah dan menangis ketika hakim tidak memvonis hukuman mati Herry Wirawan.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan hukuman seumur hidup pada Herry Wirawan di sidang putusan pada Selasa (15/2/2022).
"Saya komunikasi dengan keluarga korban, mereka pada menangis kecewa berat dengan putusan ini," ujar Yudi Kurnia, kuasa hukum korban rudapaksa saat diwawancarai Tribunjabar, Selasa (15/2/2022).
Menurutnya, seharusnya majelis hakim mengabulkan tuntutan hukuman mati pada Herry Wirawan, sesuai dengan tuntutan jaksa Kejati Jabar.
"Padahal unsur-unsur hukuman mati sudah sangat terpenuhi," kata dia.
Adapun unsur atau syarat hukuman mati bagi pelaku tindak pidana anak diatur di pasal 81 ayat 5 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D, menimbulkan:
1. Korban lebih dari 1 (satu) orang,
2. Mengakibatkan luka berat,
3. Gangguan jiwa,
4. Penyakit menular,
5. Terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi,
6. Dan/atau korban meninggal dunia,
Pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun.
Ia menyebut keluarga korban saat ini tengah tersesak karena hukuman terhadap pelaku tidak sebanding dengan penderitaan yang akan dialami korban seumur hidupnya.
Baca juga: Apa Itu Penjara Seumur Hidup? Vonis Hukuman yang Dijatuhi pada Herry Wirawan
Putusan hukuman penjara seumur hidup menurutnya menyakiti perasaan keluarga korban yang sedari awal sudah mengharapkan hukuman mati bagi terdakwa.
"Si pelaku masih bisa bernapas walau pun di dalam penjara, sementara keluarga korban sesak menghadapi masa depan anak-anak, harapan anak sudah dibunuh, sementara si heri masih bisa bernapas," ungkapnya.
Yudi menjelaskan dari fakta persidangan terdakwa tidak membantah sedikit pun atas kesaksian para korban, unsur-unsur hukuman mati pun sudah terpenuhi.
Menurutnya kejadian tersebut merupakan kejadian yang luar biasa, diperparah dengan terdakwa yang seorang guru pengajar sekaligus guru pengasuh yang seharusnya melindungi muridnya.
Perbuatan terdakwa pun melakukan perbuatan bejat kepada 13 orang santriwati pun dilakukan secara berulang.
"Apakah ini bukan suatu kejadian luar biasa, kami mohon kepada jaksa penuntut umum untuk berani banding. Upaya banding adalah upaya hukum, mungkin ke depannya hasilnya seperti apa, yang jelas jaksa penuntut umum ada upaya dan komitmen," ujarnya.
Hukuman mati menurutnya sebagai pesan bahwa di negara Republik Indonesia ini tidak ada ruang untuk siapa pun yang melakukan kejahatan terhadap anak. (*)