Minggu, 2 November 2025

Abrasi jadi Gerbang Rob di Pesisir Pantai Utara Jawa, Giant Sea Wall Disebut Bisa jadi Solusi

Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat sedikitnya 400 kilometer garis pantai di Indonesia telah tergerus abrasi.

Penulis: Abdul Qodir
TRIBUNPADANG.COM/RIMA KURNIATI
Ilustrasi abrasi - Penampakan abrasi di Pantai Indah Cemara Laut Pasia Jambak, Senin (30/10/2023). Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyatakan, laju abrasi pantai cukup signifikan bisa sampai 200 hingga 500 m dalam 10 tahun terakhir. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ancaman abrasi di pantai utara Pulau Jawa dinilai sudah mengkhawatirkan. Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat yang dikeluarkan pada 2015 menunjukkan sedikitnya 400 kilometer garis pantai di Indonesia telah tergerus abrasi.

Dari total pantai sepanjang 745 kilometer, 44 persen telah hilang, di antaranya 579 hektare lahan di pesisir Tangerang sejak 1995-2015.

Baca juga: Selain Kades, Ketua RT Ikut Sebut Area Pagar Laut di Desa Kohod Dulunya Empang yang Terkena Abrasi

Jurnal yang dikeluarkan Departemen Geografi Universitas Indonesia berjudul “Monitoring perubahan garis pantai untuk evaluasi rencana tata ruang dan penanggulangan bencana di Kabupaten Tangerang”, menunjukkan semua desa di Pesisir Kabupaten Tangerang mengalami abrasi ataupun akresi selama satu dekade terakhir.

 

Desa dengan laju dan luas akresi tertinggi berada di Desa Kohod sebesar 31,41 m/tahun dan 55,51 ha. Desa yang mempunyai laju abrasi tertinggi di Desa Tanjung Burung sebesar -23,12 m/tahun dan luas abrasi tertinggi di Desa Desa Ketapang seluas 27,65 ha. 

Baca juga: Cegah Abrasi di Pulau Pramuka, Nusantara Regas Gelar Penanaman 2.000 Mangrove

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengamini data tersebut. Dia menyatakan, laju abrasi pantai cukup signifikan bisa sampai 200 hingga 500 m dalam 10 tahun terakhir.

“Sangat terlihat daerah-daerah yang ke mangrove-nya sudah tidak terjaga, sangat riskan tergerus dalam luasan yang cukup signifikan,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (28/1/2025).

Sementara itu, hasil citra satelit Pantai Anom, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang periode 2009-2025. Kawasan itu pada 16 tahun lalu masih terdapat daratan dan hamparan sawah. Di tahun-tahun berikutnya, abrasi sedikit demi sedikit mulai mengikisnya. Tahun 2014 terlihat terjadi perubahan yang luar biasa besar jarak laut sudah sangat dekat dengan titik yang bertulisan “Pantai Anom” pada layar citra satelit. 

Pada 2022, titik yang bertuliskan “Pantai Anom” sudah pada posisi di laut, tidak lagi terbentang daratan seperti tahun 2009, 2010, 2012, dan 2014. 

Kemudian pada 2024 terlihat jelas posisi titik “Pantai Anom” sudah jelas berada di dalam laut, dan tidak lagi terlihat hamparan dataran yang sebelumnya ada. 

Citra Satelit terbaru yang diambil tepat pada 24 Januari 2025, titik “Pantai Anom” sudah berada di posisi laut, dan itu adalah posisi pagar laut yang mengejutkan publik dan media sosial.

Kondisi ini berpotensi membuat masyarakat di pesisir tersebut khawatir. Apalagi BMKG sempat mengeluarkan pengumuman soal akan datangnya bencana banjir rob di pesisir pantai utara pulau Jawa. 

Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo menyatakan ancaman abrasi atau degradasi tanah akibat air laut yang kini terjadi di seluruh pesisir Pantai Utara Jawa bisa menjadi gerbang masuk dari bencana banjir rob. 

“Jika memang terjadi penurunan tanah atau degradasi tanah. Tentunya banyak hal yang terancam. Di antaranya potensi terjadinya air laut yang masuk ke daratan ketika fase rob,” ujar Eko ketika dihubungi wartawan, Selasa (28/1/2024).

Baca juga: Hadapi Perubahan Iklim dan Persoalan Abrasi, 2.500 Mangrove Ditanam di Pesisir Utara Bekasi

Degradasi tanah yang berujung pada rob akan berdampak luas bagi masyarakat, seperti menyebabkan pencemaran air, pencemaran lingkungan, hingga terjadinya penyebaran penyakit menular. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved