Kisah di Balik Sekarung Cabai Curian 2 Remaja Lereng Merbabu, Keputusan Pemilik Kebun Bikin Terharu
Berikut kisah 2 remaja di lereng Gunung Merbabu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang nekat mencuri sekarung cabai pada Kamis (15/5/2025).
Penulis:
Nina Yuniar
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Kisah menyentuh hati datang dari lereng Gunung Merbabu, tepatnya di Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
Pada Kamis (15/5/2025) malam yang sunyi, Jurianto (69) menyambut waktu panen dengan menyusuri kebun cabainya di lereng Gunung Merbabu, Desa Tajuk.
Jurianto tak ingin hasil jerih ttpayahnya raib begitu saja.
Berbekal senter, Jurianto memeriksa satu per satu tanaman cabai di kebunnya.
Bukan cabai yang ia temukan, melainkan dua remaja yang berlari terbirit-birit di tengah kebun.
Dua sosok remaja itu berinisial MF (17) dan MA (16) yang tertangkap basah mencuri sekarung cabai dari kebun milik Jurianto.
Baca juga: Nasib Siswa SMA di Pati yang Curi Pisang demi Hidupi Adik, Jadi Anak Asuh dan Kerja di Polsek
Melihat kedua pelaku, Jurianto sontak berteriak meminta pertolongan warga.
Aparat Polsek Getasan pun datang cepat untuk mengamankan kedua remaja itu sebelum warga yang berkumpul kehilangan kendali.
Berdasarkan pemeriksaan awal, kedua pelaku nekat mencuri cabai karena motif ekonomi.
Diketahui bahwa MF sejak kecil hidup tanpa orang tua dan kini hanya diasuh neneknya.

Sedangkan MA, masih duduk di bangku sekolah dan berasal dari keluarga kurang mampu.
“Mereka mencuri karena terdesak ekonomi,” kata Kapolsek Getasan AKP Agus Pardiono, dilansir TribunJateng.com.
Barang bukti yang ditemukan yakni satu karung goni penuh cabai, hasil panen yang seharusnya menjadi sumber penghidupan bagi sang pemilik kebun.
Tak hanya Jurianto yang mengalami pencurian, warga sekitar juga mengaku resah karena hasil panen hilang sebelum sempat dipetik.
Baca juga: Kisah Pilu Siswa SMA Yatim Piatu di Asahan Tewas setelah Diduga Ditendang Polisi, Bersiap Daftar TNI
Banyak dari mereka berharap besar dari ladang cabai yang sudah dirawat berbulan-bulan lamanya.
Meski begitu, kasus pencurian ini tak berakhir di meja hukum.
Kapolres Semarang AKBP Ratna Quratul Ainy mengaku bahwa pihaknya menyediakan mediasi antara pihak keluarga pelaku, pemilik kebun, guru sekolah, dengan perangkat desa.
“Dalam pertemuan itu, pemilik kebun memaafkan kedua anak itu. Mereka pun berjanji tidak mengulangi perbuatannya,” ujar AKBP Ratna.
Jalan humanis ini diapresiasi banyak pihak.
Sebab, alih-alih memenjarakan pelaku, warga Getasan memilih pendekatan restoratif atau mengutamakan empati dan pembinaan.
Menurut Ratna, langkah ini menunjukkan pentingnya peran masyarakat dalam menciptakan lingkungan aman dan damai.
“Kami berterima kasih kepada warga yang menjaga kondusivitas. Tindakan seperti ini penting untuk membina generasi muda,” tutur Ratna.
Kasus ini menjadi kisah renungan bahwa di balik tindakan melanggar hukum, sering tersembunyi kisah pilu dan kelaparan.
Tindakan MF dan MA memang tidak dibenarkan karena menyebabkan korban juga mengalami situasi sulit.
Beruntung, mereka bertemu masyarakat dan aparat yang mengedepankan pendekatan hati.
Dari sekarung cabai, muncul pelajaran besar bahwa keadilan juga bisa hadir lewat kasih sayang dan pengertian.
Kasus Lain

Kejadian serupa sebelumnya juga terjadi di Kabupaten Pati, Jateng pada Februari 2025 lalu.
Saat, seorang siswa SMA berinisial AAP (17) dalam kondisi telanjang dada diarak warga ke balai desa karena ketahuan mencuri pisang pada Senin (17/2/2025) sekitar pukul 15.30 WIB.
AAP nekat mencuri empat tundun pisang seharga Rp 250 ribu dari kebun Kamari (50) warga Tlogowungu, demi menghidupi adiknya tanpa orang tua.
"Korban mendapati pelaku sedang membawa hasil curian berupa pisang tanduk sebanyak 4 tundun dengan dipikul menggunakan 1 batang tongkat kayu," ujar Kapolsek Tlogowungu, AKP Mujahid, Selasa (18/2/2025) dilansir TribunJateng.com.
Atas alasan kemanusiaan, pihak kepolisian dan pemerintah desa (pemdes) melakukan mediasi untuk mendamaikan korban dengan pelaku.
Akhirnya, setelah kakek AAP sebagai wali datang, tercapailah kesepakatan damai.
AAP adalah anak kurang mampu, bersama adiknya, ia selama ini tinggal dengan kakek mereka.
Kepala Desa di Kecamatan Trangkil tempat AAP tinggal mengungkapkan bahwa ibu pelaku meninggal dunia pada tahun 2019.
Sedangkan, sang ayah kandung menikah lagi lalu pergi meninggalkan AAP dan adiknya tanpa mau bertanggung jawab menafkahi.
AAP serta adiknya pun harus bertahan hidup bersama kakek dan nenek mereka dalam keadaan perekonomian yang sulit.
Bahkan, AAP terpaksa putus sekolah karena keterbatasan biaya.
Kakek AAP diketahui bekerja sebagai buruh serabutan dan mencari rumput pakan kambing.
"Sudah beberapa bulan tidak masuk sekolah. Menurut keterangan dari kakeknya seperti itu," ungkap sang Kades.
Berdasarkan kesepakatan dengan pihak korban serta Pemdes Gunungsari, kini AAP berada dalam pengawasannya untuk dibina dan agar tidak mengulangi perbuatannya.
Selain itu, AAP dikabarkan telah diangkat menjadi anak asuh Polsek Tlogowungu dan akan dibantu sekolahnya, serta mendapatkan penghasilan.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Maling Sekarung Cabai di Lereng Merbabu, Dua Remaja Ditangkap dan Dimaafkan Sang Kakek Pemilik Kebun
(Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJateng.com/Reza Gustav Pradana/Mazka Hauzan Naufal)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.