Program Makan Bergizi Gratis
BGN Tanggapi Keracunan Massal MBG di Bandung Barat, SOP yang Tak Dijalankan Jadi Salah Satu Penyebab
Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang mengungkap, keracunan massal MBG di Bandung Barat salah satunya disebabkan karena adanya SOP yang tidak dijalankan
Penulis:
Faryyanida Putwiliani
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang menanggapi soal terjadinya keracunan massal pada siswa di Bandung Barat, Jawa Barat akibat mengonsumsi makan bergizi gratis (MBG).
Tercatat ada lebih dari 1.000 siswa di Bandung Barat yang menjadi korban keracunan MBG.
Banyaknya jumlah kasus keracunan MBG ini pun sampai membuat Pemkab Bandung Barat menetapkan kasus ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Menanggapi kasus keracunan MBG di Bandung Barat ini, Nanik mengaku BGN sudah menerjunkan tim investigasi.
Diduga keracunan MBG di Bandung Barat ini terjadi karena adanya SOP yang tidak dijalankan oleh pihak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) saat memasak MBG.
BGN juga telah menggandeng pihak Kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk melakukan investigasi mendalam.
"Sudah turun (BGN) dan kami tentu belum bisa menyampaikan. Kemarin sudah beberapa kali sampaikan, kalau secara teknis yang terjadi adalah SOP yang tidak dijalankan."
"Sekarang kami sudah kerja sama dengan Kepolisian, BIN, BPOM, kemudian Dinkes itu melakukan investigasi," kata Nanik dalam konferensi persnya di Jakarta, Kamis (25/9/2025) dilansir Kompas TV.
Menurut Nanik, MBG yang dimakan korban keracunan di Bandung Barat ini berasal dari dua dapur.
Namun pemilik dua dapur tersebut berasal dari yayasan yang sama.
Kini dapur MBG tersebut telah ditutup imbas kasus keracunan ini.
Baca juga: Kasus Keracunan Terus Terjadi, 3 Pejabat Masih Tegas MBG Tidak Perlu Dihentikan
"Di Bandung Barat itu ada dua dapur, pemiliknya satu yayasan. Nah, ini kita lagi selidiki ya, karena ini ada dua dapur, ternyata kejadiannya tuh bukan dari berproduksinya dari satu dapur, tapi dua dapur dan pemiliknya satu
yayasan."
"Ini juga lagi kita investigasi dan sekarang kita sudah tutup itu dapur itu lebih cepat kita tutup ya," tegas Nanik.
Selanjutnya terkait SOP yang tidak dijalankan dalam produksi MBG ini, Nanik menyebut SOP tersebut terkait teknik memasak.
Sebenarnya pihak BGN telah memberikan SOP tentang batas waktu makanan itu dimasak hingga dimakan oleh siswa. Namun nyatanya SOP tersebut tidak dijalankan.
"Jadi begini yang sudah yang kami temukan di awal SOP-nya itu soal teknik memasak. Memasak itu, makanan dari dimasak sampai matang. Maksimal ya itu harus 6 jam langsung disantap."
"Artinya kalau mereka mau memberikan makanan ini jam 07.00 pagi atau jam 08.00 pagi, masaknya harus jam 02.00 - 03.00 dini hari, berarti kan masih di bawah 6 jam. "
"Terjadi kesalahan SOP ya, kan kami sudah ada SOP-nya dari BGN soal ini (batas waktu memasak hingga dimakan)," jelas Nanik.
Baca juga: Pengamat: Keracunan Massal MBG Imbas Pemerintah Lebih Fokus Tingkatkan Kuantitas SPPG Bukan Kualitas
MBG Harus Dimasak oleh Chef Bersertifikasi

Nanik menilai, SOP dalam teknik memasak MBG ini penting dilakukan agar tidak terjadi kasus keracunan dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.
Untuk itu kini BGN pun memperketat aturan agar SOP ini bisa terus dilakukan oleh dapur MBG.
Salah satunya yakni MBG harus dimasak oleh seorang chef yang tersertifikasi.
"Nah, itulah tadi kenapa kenapa kita bilang yang masa ini sekarang diwajibkan chef. Kalau dia seorang chef yang bersertifikasi dia paham dia tidak akan berani untuk 'ah saya masak dululah gitu kan."
"Ini dalam tanda kutip kemalasan. Saya masak dulu ah. Nanti dibaginya entar kan enggak apa-apa' gitu mikirnya. Mungkin selama ini mereka suka makan di rumah. Kalau di rumah kan dipanasin ya kan ya."
"Di rumah kan ada makanan lebih 12 jam enggak apa-apa tapi karena dipanasin. Tapi ini kan tidak melalui proses pemanasan," terang Nanik.
Baca juga: Dokter Tan Bongkar Borok MBG, Sebut Ahli Gizinya Baru Lulus: Mereka Tak Tahu Saat Ditanya HACCP
Pengelola SPPG di Bandung Barat Produksi 3.647 Paket MBG
SPPG dikabarkan memproduksi 3.647 paket makanan yang berujung membuat keracunan massal para siswa di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Menu ayam kecap pada sajian program MBG diduga kuat menjadi penyebab keracunan massal yang menimpa 1.000 siswa di Kecamatan Cipongkor.
Hingga Kamis, 25 September 2025, sudah lebih dari 1.000 siswa yang menjadi korban keracunan MBG atau Makan Bergizi Gratis di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Data tersebut merupakan akumulasi dari dua kali peristiwa keracunan MBG.
Keracunan MBG di Bandung Barat pertama kali terjadi dua hari lalu, pada Senin (22/9/2025) dengan korban 475 siswa di Kecamatan Cipongkor.
Baca juga: Dasco Minta Aparat Investigasi Banyaknya Siswa yang Keracunan MBG
Rabu (24/9/2025) kejadian serupa kembali terjadi di dua kecamatan, Cipongkor dan Cihampelas.
Dari data sementara, ada 500 korban di Kecamatan Cipongkor dan 60 korban di Kecamatan Cihampelas.
Jika diakumulasikan, data akumulasi sementara menunjukkan ada 1.035 siswa yang menjadi korban keracunan MBG di Bandung Barat.
Para siswa di Cipongkor yang menjadi korban diduga keracunan dari menu makan ayam kecap.
Berikut daftar menu MBG yang membuat siswa keracunan:
- Nasi putih
- Ayam Kecap
- Buah melon
- Tahu
Baca juga: Cak Imin Pastikan Program Tetap Berjalan Meski Korban Keracunan MBG Terus Bertambah
Koordinator SPPG Bandung Barat, Gani Djunjunan mengatakan, selain temuan menu MBG tersebut, ada dugaan sajian MBG dimasak terlalu dini hingga menyebabkan makanan mulai basi.
"Dapur yang di Cipari memang memasaknya itu terlalu dini. Jadi ketika didistribusikan makanan sudah tidak bagus (tidak layak konsumsi)," kata Gani, Selasa (23/9/2025).
Gani mengungkapkan, SPPG penyedia sajian MBG yang menyebabkan lebih dari 360 siswa di Cipongkor keracunan itu telah diberhentikan sementara.
"Dapur SPPG Cipari itu akan berhenti operasional dahulu sampai ada hasil laboratorium. Kalau yang diproduksi hari kemarin itu 3.647 paket," tandasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Erik S)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.