BMKG Sebut Isu Kemarau Panjang dan Kekeringan Akan Terjadi Mulai 2019 hingga 2022, HOAX
BMKG menyebut kabar akan terjadinya musim kemarau panjang mulai 2019 hingga 2022, adalah kabar bohong alias hoax!
Penulis:
Sri Juliati
Editor:
Natalia Bulan Retno Palupi
TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kabar akan terjadinya musim kemarau panjang mulai 2019 hingga 2022, adalah kabar bohong alias hoax!
Beberapa waktu belakangan, masyarakat dihebohkan dengan adanya pesan yang menyebut akan terjadi kemarau panjang dan kekeringan.
Kemarau panjang itu dikabarkan terjadi mulai 2019 hingga tahun berikutnya.
Baca: 3 Alasan Cuaca Panas di Pulau Jawa Menurut BMKG, Ternyata Bukanlah Terpanas
Isu tersebut meluas dan tersebar lewat jejaring jejaring media sosial, pesan berantai, dan muncul dalam artikel di komunitas online, tulisan di blog, hingga dokumentasi ceramah, serta voice-over informatif di Youtube.
Begini isi pesan berantai tersebut, “BMKG Prediksi Kemarau Panjang Tahun 2019 hingga 2022 : keluarnya Dajjal telah sangat dekat?”
Klaim itu disebut dari BMKG hingga BMKG Eropa.
Untuk meyakinkan pembaca, klaim dimunculkan dalam bentuk tangkapan layar atas artikel The Guardian yang dimasukkan ke dalam artikel.
Isu tersebut langsung dibantah oleh BMKG.
Deputi Klimatologi BMKG, Herizal menyatakan, informasi itu terus muncul setiap tahun dan terus beredar ulang di masyarakat.
"BMKG telah membantah isu yang meresahkan tersebut melalui berbagai media hampir tiap tahun, namun tiap tahun juga isu tersebut terus beredar-ulang," kata Herizal dilansir Tribunnews.com dari akun Instagram resmi BMKG, @infobmkg, Senin (15/10/2018).
Herizal menjelaskan, artikel The Guardian yang dirujuk dan disisipkan dalam artikel blog itu berjudul asli, “Here is the Weather Forecast for the Next Five Years: Even Hotter.'
Isinya pun membahas tentang lonjakan suhu global sepanjang tahun 2016, seiring dengan peningkatan emisi gas rumah kaca dan fenomena cuaca El Nino.
Selain memuat informasi prakiraan lonjakan suhu global, artikel itu juga menyebut meskipun fenomena El Nino dihilangkan pengaruhnya, tapi tren peningkatan suhu masih tetap berlanjut.
Disebutkan juga, lonjakan suhu global diprediksi bakal terjadi pada periode tahun 2018, 2019, dan 2020.
“Tidak ada yang salah dalam artikel di dalam The Guardian ini," kata Herizal.
Sebab, menurutnya, artikel ini membicarakan fakta kecenderungan suhu global yang diprediksi terus naik sehingga menimbulkan tahun-tahun yang lebih panas sebelumnya dan sama sekali tidak menyinggung kekeringan panjang.
Herizal juga menyatakan, BMKG juga sudah menyampaikan pendapat melalui media massa dan menegaskan, isu yang beredar tersebut adalah hoax.
“Sekalipun benar ada kondisi perubahan iklim akibat kecenderungan naik pemanasan global pada periode klimatologi hingga saat ini, pola musiman sebagai pola utama iklim Indonesia tetaplah ada yaitu, adanya musim penghujan dan musim kemarau," ujarnya.
Artinya, lanjut Herizal, tidak ada musim kemarau yang berlangsung sepanjang tahun bahkan hingga menyeberang tahun.
"Ada kalanya musim kemarau dapat menjadi lebih parah tingkat keringnya atau menjadi lebih lama berlangsungnya kalau ada faktor-faktor yang memengaruhinya, satu di antaranya EL Nino," kata dia.
Masih dari informasi yang dirilis Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, pemutakhiran terbaru prakiraan BMKG dari data hingga 1 Oktober 2018 menyebutkan, 68 persen wilayah akan terlambat awal musim hujannya.
Baca: Penjelasan BMKG terkait Gempa Bumi Magnitudo 5,6 di Wilayah Sulut
Awal Musim Hujan di 342 Zona Musim (ZOM), 43 persen diprediksi mulai pada November 2018, 22,8 persen pada Oktober di sebanyak 78 ZOM, dan selebihnya pada Desember 2018.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)