Senin, 25 Agustus 2025

Pesawat Lion Air Jatuh

5 Fakta Kopaska, Dislambair, hingga Kecangggihan KRI Spica Temukan CVR Lion Air JT 610

Kopaska hingga kecanggihan KRI Spica temukan cockpit voice recorder (CVR) pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610 pada Senin 14 Januari 2019

Kolase Kompas.com dan Intisari
Kopaska hingga kecanggihan KRI Spica temukan cockpit voice recorder (CVR) pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610 pada Senin 14 Januari 2019 

TRIBUNNEWS.COM - Cockpit Voice Recorder (CVR) yang hilang dari black box peawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610 telah ditemukan Senin (14/1/2019) pagi ini.

CVR tersebut jatuh bersama peawat Lion Air JT 610 dengan rute Jakarta-Pangkalpinang, jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Sabtu (29/10/2018) lalu.

Berikut fakta-fakta yang dirangkum Tribunnews.com, dari berbagai sumber mulai dari pasukan penemu CVR hingga kecanggihan KRI Spica.

1. Gabungan penyelam Kopaska dan Dislambair

Dikutip dari WartaKotaLive.com, Kepala Dinas Penerangan Komando Armada (Koarmada) I, Letkol Laut (P) Agung Nugroho membenarkan adanya penemuan CVR tersebut.

“Iya ketemu pukul 09.10 WIB,” ujar Agung, Senin (14/1/2019).

Agung menceritakan, CVR tersebut berhasil ditemukan oleh penyelam dari Komando Pasukan Katak (Kopaska) dan Dinas Penyelam Bawah Air (Dislambair) I.

“Sekarang sudah dipegang, sudah diangkat ke kapal (CVR-nya). Kapal apanya saya belum tahu," sambung Agung.

Namun, Agung belum mengetahui secara pasti lokasi penemuan CVR.

Tetapi telah dipastikan CVR masih berada di sekitar jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP.

“Iya pokoknya masih di sekitar situ, (titik jatuhnya Lion Air) masih di perairan Karawang, saya belum tahu detailnya,” katanya.

2. Proses pencarian

Pernah diberitakan WartaKotaLive.com, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bersama Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal), melanjutkan pencarian CVR Lion Air PK-LQP, dengan mengerahkan KRI Spica.

Kepala KNKT, Soerjanto Tjahjono mengatakan, KRI Spica memiliki spesifikasi peralatan yang mendukung untuk pencarian CVR Lion Air yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat.

“Kami mencari CVR dengan bantuan dari KRI Spica, karena ada beberapa peralatan yang dimiliki spesifik oleh mereka. Kami minta bantuan TNI AL untuk mendukung pencarian,” ucapnya, Selasa (8/1/2019).

Namun demikian, bukan berarti pihaknya menutup mata apabila ditemukan bagian tubuh korban pesawat nahas itu saat melakukan pencarian.

Soerjanto Tjahjono mengaku siap melakukan proses evakuasi.

“Dan nanti kalau memang pas di dasar laut ada human body, ya mungkin sekaligus kami angkat. Karena memang tertutup oleh serpihan-serpihan, kalau dibuka ada di sana, ada bagian human, kami akan angkat,” tuturnya.

Kepala Pushidrosal, Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro mengatakan, personel yang dikerahkan di dalam KRI Spica terdiri dari 55 awak kapal dari TNI, 9 orang dari KNKT, serta 18 penyelam.

Menurut Harjo, lokasi keberadaan CVR diperkirakan pada posisi sejauh 50 meter dari tempat penemuan Flight Data Recorder (FDR) dengan luas 5x5 meter.

“Itu udah sangat sempit, cuma karena posisinya terpendam, enggak mungkin kita keruk. Harus betul-betul dicari lebih detail lagi,” jelasnya.

3. Kecanggihan KRI Spica

KRI Spica diberangkatkan mencari black box berisi CVR pesawat Lion Air JT 610
KRI Spica diberangkatkan mencari black box berisi CVR pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang

Ditulis Kompas.com, KRI Spica milik TNI yang dikerahkan mencari black box berisi cockpit voice recorder Lion Air PK-LQP JT 610 memiliki teknologi magnetometer.

Kepala Pushidrosal, Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro mengatakan, magnetometer dapat mendeteksi keberadaan logam yang tertimbun setinggi 60 meter.

"Magnetometer yang dimiliki KRI Spica itu yang paling tajam. Mudah-mudahan bisa ketemu karena itu bisa mampu untuk mendeteksi logam terpendam itu sampai 60 meter," kata Harjo di Dermaga JICT 2, Jakarta Utara, Selasa (8/1/2019).

Harjo menuturkan, teknologi magnetometer juga terpasang di unit Remotely Operated Vehicle yang dibawa.

Namun, jarak deteksinya hanya mencapai 1-2 meter.

Selain magnetometer, KRI Spica juga memiliki sejumlah teknologi lain yang sudah dimanfaatkan pada pencarian black box medio Oktober-November 2018 lalu seperti multi beam echo sounder, side scan sonar, dan sub-bottom profiling.

Harjo menuturkan, teknologi-teknologi itu akan dikombinasikan guna menemukan black box yang diduga berada di area seluas 5x5 meter persegi.

"Kemudian dipandu lagi dengan magnetometer itu seharusnya secara teoritis harusnya bisa ketemu kecuali Allah menghendaki yang lain," ujar Harjo.

Selain alat-alat tersebut, 55 awak kapal, 9 petugas KNKT, 18 penyelam, tiga ilmuwan, dan tiga orang analis juga dikerahkan dalam proses pencarian lanjutan.

4. Mengenal Kopaska

Kelompok personel yang ikut dalam pencarian CVR adalah pasukan itu bernama Komando Pasukan Katak (Kopaska).

Dikutip dari Wikipedia, Kopaska dibentuk pada 31 Maret 1961 oleh Soekarno demi membantu merebut Irian Barat.

Kopaska serupa tugasnya dengan US Navy Seals yaitu meladeni peperangan aspek laut.

Untuk menjadi anggota Kopaska persyaratannya sangatlah berat.

Calon Kopaska atau acapkali disebut siswa Pendidikan Komando Pasukan Katak (Dikkopaska) harus melalui tahapan-tahapan pendidikan macam tes ketahanan air, psikotest khusus, kesehatan khusus bawah air dan berbagai tes jasmani serta lainnya.

Siswa Dikkopaska harus memiliki nilai dalam semua tes itu di atas rata-rata.

Kopaska yang temukan black boc CVR pesawat Lion Air JT 610
Kopaska yang temukan black boc CVR pesawat Lion Air JT 610 (Intisari)

Setelah dibentuk pada 31 Maret 1961, para 'manusia katak' tak bisa lagi untuk berleha-leha.

Justru tugas berat menanti Kopaska dalam kampanye militer Trikora.

Misi pertama mereka ialah menenggelamkan kapal induk milik Belanda, Hr Ms Karel Doorman yang sedang sandar di Hollandia (Irian).

Tugas utama dari pasukan ini adalah peledakan/demolisi bawah air termasuk sabotase/penyerangan rahasia kekapal lawan dan sabotase pangkalan musuh, torpedo berjiwa (kamikaze), penghancuran instalasi bawah air, pengintaian.

Lalu mempersiapkan pantai pendaratan untuk operasi amfibi yang lebih besar serta antiteror di laut/maritime counter terorism.

Jika tidak sedang ditugaskan dalam suatu operasi, tim tim Detasemen Paska dapat ditugaskan menjadi pengawal pribadi VIP seperti Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.

Masih banyak lagi misi-misi yang dijalankan Kopaska di antaranya yang terbaru melaksanakan operasi pembebasan MV Sinar Kudus yang disandera Perompak Somalia.

Saat ini Kopaska masih aktif dan memiliki 2 komando yang bermarkas di Satuan Pasukan Katak Armatim di Ujung, Surabaya dan Satuan Pasukan Katak Armabar di Pondok Dayung, Jakarta Utara.

5. Ada lagi Dislambair

Dinas Penyelam Bawah Air (Dislambair) adalah satuan khusus penyelaman TNI AL di bawah Komando Armada RI Kawasan Timur yang memiliki tugas pokok menyelenggarakan penyelaman dan penyelamatan bawah permukaan air.

Penyelaman di Dislambair Koarmatim terdiri dari penyelaman kapal/KRI (Ship Diver), pengapungan dan penyelamatan dalam (Salvage and Deep Sea Diver), Under Water Demolition Divers, dan Quick Response Diving Team.

Pada penyelaman kapal/KRI terdiri dari tiga aktivitas pekerjaan penyelaman yang utama yaitu Predive/sebelum penyelaman, Water Entry/Descent/pelaksanaan penyelaman, dan Postdive/setelah penyelaman.

Demikian keterangan dari Wikipedia seperti dikutip Tribunnews.com.

Pasukan ini ikut dalam operasi pencarrian CVR bersama Kopaska.

CVR pun ditemukan dan diangkat di KRI Spica pada Senin (14/1/2019) pagi.

Untuk diketahui. unit penyelam yang tergabung sebagai Dislambair memiliki 3 fungsi dan tugas :

Ship Diver :Yang pertama adalah sebagai ‘Ship Diver,’ yaitu bertugas melaksanakan perawatan anatomi kapal di bawah air dan melakukan perbaikan serta pertolongan darurat di bawah air bagiterhadap unsur – unsur suatu Armada.

Komandan Kapal Republik Indonesia (KRI) Banda Aceh 593 Letkol Laut (P) Ali Setiandy mengecek kesiapan Anak Buah Kapal (ABK) dan Landing Craft Utility (LCU) yang akan digunakan untuk Search And Rescue (SAR) oleh personel TNI AL dari satuan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) Koarmada I ke Perairan Karawang, Laut Jawa, Jawa Barat, Jumat (2/11/2018). (Puspen TNI)
Komandan Kapal Republik Indonesia (KRI) Banda Aceh 593 Letkol Laut (P) Ali Setiandy mengecek kesiapan Anak Buah Kapal (ABK) dan Landing Craft Utility (LCU) yang akan digunakan untuk Search And Rescue (SAR) oleh personel TNI AL dari satuan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) Koarmada I ke Perairan Karawang, Laut Jawa, Jawa Barat, Jumat (2/11/2018). (Puspen TNI)

Salvage Diver : Fungsi dan tugas dari Dislambair yang kedua adalah sebagai “Salvage Diver.” Yaitu sebagai unit penyelam yang berfungsi dalam pelaksanaan operasi penyelaman dengan kedalaman lebih dari 40 meter, serta operasi pelaksanaan rekayasa enginering pada pertolongan kecelakaan material tempur dilaut.

Demolition Diver : Fungsi ketiga dari Dislambair adalah guna mencari, mengidentifikasi dan juga mengamankan senjata bawah air serta membebaskan rintangan buatan yang menjadi gangguan lalu lintas kapal di permukaan perairan dan pantai pendaratan.

Sejarah bidang Penyelaman & Penyelamatan Bawah Permukaan Air TNI AL, sebagai berikut pada tahun 1952 – 1961 kegiatan Penyelaman dan Penyelamatan Bawah Permukaan Air di Organisir di dalam Dinas Penyelamatan dan Pengangkatan (DPP) yang berada di dalam jajaran Skwadron Dinas Ranjau (Skwadron–10).

Berdasarkan Skep KSAL Nomor : 4740.1 tanggal 29 Mei 1961 Dinas Penyelamatan dan Pengangkatan (DPP) ditetapkan sebagai Kesatuan Administrasi yang berdiri sendiri dengan nama Komando Penyelamat Bawah Air (KPBA) yang berada di bawah Komando Daerah Maritim IV (KODAMAR IV) dan pengaturan pengorganisasian lebih lanjut dilengkapi dengan Skep KSAL Nomor : Skep/4746.2 tanggal 20 Oktober 1961.

Berdasarkan Skep Men Pangal Nomor : 5401.39 tanggal 30 September 1963 diresmikan pembentukan Sekolah Juru Selam TNI–AL (SEJUSAL) yang berada di bawah Komando Penyelamat Bawah Air (KPBA).

Berdasarkan Skep Men Pangal Nomor : 5401.49 tanggal 12 Juli 1966 Komando Penyelamat Bawah Air (KPBA) menjadi Komando Utama (Kotama) yang berada langsung di bawah Men Pangal dengan nama Komando Penyelamatan Bawah Air TNI AL (KOPEBAL).

Pada periode ini salah satu tugas KOPEBAL adalah membina kesiapan operasionil Pasukan Katak.

Berdasarkan Telegram M. Pangal TW 110418 /Maret 1968 tanggal 10 April 1968 KOPEBAL direorganisasi menjadi Komando Pelaksana di bawah jajaran Komando Armada Samudra (KOARSAM).

Berdasarkan Surat dari Mabal Nomor : J.14/2/1 tanggal 20 April 1970 KOPEBAL dirubah menjadi Dinas Penyelamatan Bawah Air AL (DISPEBAL) yang dalam penataan organisasi selanjutnya menjadi Dislambair di bawah kendali Armada R.I. sedangkan SEJUSAL berada di bawah kendali KODIKAL.

Tahun 1985 tepatnya tanggal 17 Juni 1985 Dislamatarma menjadi Unsur Pelaksana Pusat Lantamal Surabaya, Dislamatarma menjadi Dislambair Lantamal III.

Berdasarkan Basegram Pangarmatim nomor : 444/basegram/0998 Twu 0925.1642. Tmt 01 Agustus 1998 Dislambair Lantamal III menjadi Dislambairarmatim, adalah Unsur Pelaksana Pusat pada tingkat Mako Koarmatim yang berkedudukan langsung di bawah Pangarmatim.

Berdasarkan Kep Kasal Nomor : Kep/02/I/2003 tanggal 29 Januari 2003 tentang Likuidasi Flotila Koarmatim serta Pembentukan Satuan-satuan Kapal, Satuan Pasukan Katak dan Dislambairarmatim dan Skep Pangarmatim Nomor : Skep/48/III/2003 tanggal 22 Maret 2003 maka Skuadron Kopebal (Komando Penyelamatan Bawah Air TNI-AL) dirubah menjadi Dislambairarmatim kembali yang berada di bawah jajaran Mako Koarmatim.

(Tribunnews.com/Chrysnha)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan