Proses Hukum AQJ
Dul Bisa Dihukum dengan Cara Dititipkan di Panti Sosial
Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang lanjutan kasus kecelakaan dengan terdakwa Si Dul (AQJ).
Penulis:
Wahyu Aji
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang lanjutan kasus kecelakaan dengan terdakwa Si Dul (AQJ), Senin (24/4/2014).
Dalam sidang yang menghadirkan saksi ahli dari Satgas Perlindungan Anak, hakim meminta
pendapat ahli terkait tindakan pengalihan pemeriksaan formal pada kasus hukum anak dan remaja diterapkan pada Dul.
M Ihsan Ketua Satgas PA menyebutkan, kemungkinan diversi masih cukup terbuka untuk diterapkan pada Dul. Meskipun, undang-undang baru belum resmi diberlakukan.
"Pada Undang-undang No.23 tahun 2009 sebetulnya sudah bisa diterapkan diversi. Hanya saja, hakim butuh pendapat saksi ahli untuk lebih memperdalam," kata Ihsan di PN Jakarta Timur, Senin (28/4/2014).
Ihsan menjelaskan, jika keputusan hakim Dul tak dipenjara, jenis hukuman dalam bentuk lain
masih bisa dijatuhkan pada Dul.
"Bisa direkomendasikan untuk diasuh orangtua jika aspek tumbuh kembang anak tidak terganggu, atau mungkin juga diasuh Dinas Sosial," katanya.
Menurutnya, putusan hakum dapat dilihat dari beberapa indikator. Diantaranya fisik anak, sikap, perilaku, perbuatan, serta kesehatan anak. Jika indokator itu hasilnya baik, orangtua bisa mengasuh anaknya.
"Tapi, kalau tidak hakim biasanya akan memutuskan anak diasuh di Dinas Sosial," lanjutnya.
Diketahui, Dul merupakan tersangka tunggal akibat kecelakaan di KM 8+200, Tol Jagorawi, Jakarta Timur, 8 September 2013 dinihari.
Jumlah korban dalam kecelakaan maut tersebuto sebanyak 15 orang. 6 Di antaranya adalah korban meninggal dunia. Sedangkan 9 lainnya korban luka-luka, termasuk Dul.
Dul dijerat Pasal Pasal 310 ayat (4) jo Pasal 287 ayat (5) jo Pasal 281 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengenai kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, mengemudi melebihi batas kecepatan maksimal serta tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Dengan ancaman hukumannya mencapai 6 tahun penjara.
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana anak atau dibawah umur, maka ancaman hukumannya adalah sepertiga dari ancaman hukuman biasanya.