Kamis, 11 September 2025

Kirim Undangan untuk Hadir di Mata Najwa, Ini Cerita Najwa Shihab Tentang Respons Menkes Terawan

Najwa Shihab mengatakan timnya hampir setiap minggu kirim undangan kepada Menkes Terawan.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Presenter Najwa Shihab berpose disela-sela konferensi pers acara Mata Najwa di kawasan Mampang Jakarta, Senin (8/1/2018). Setelah sempat terhenti, acara talkshow Mata Najwa akan tayang di Trans7 dengan konsep yang sama namun, dikemas dengan menarik dengan beberapa elemen tambahan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presenter Najwa Shibab mengaku pihaknya berulang kali mengirimkan undangan wawancara kepada Menteri Kesehatan RI dr Terawan untuk acara "Mata Najwa" yang dipandunya.

Bahkan, hampir setiap minggu undangan dikirimkan kepada mantan kepala RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta itu.

"Hampir tiap minggu kami mengundang Pak Menkes, di setiap episode pandemi," ujar Najwa saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (29/9/2020).

Baca: Menkes Terawan Dicecar 16 Pertanyaan soal Corona, Najwa Shihab Sindir Mundur dari Jabatan: Siap Pak?

Baca: Viral Video Najwa Shihab Mewawancarai Kursi Kosong Sebagai Menkes Terawan, Ungkap Alasan Ini

Baca: Intip Penampakan Kamar Isolasi Pasien Corona di RSD Wisma Atlet, Najwa Shihab Sebut Mirip Apartemen

Najwa Shihab saat menjadi presenter Mata Najwa.
Najwa Shihab saat menjadi presenter Mata Najwa. (Instagram/najwashihab)

Namun, jawaban dari pihak menteri kesehatan tidak sesuai harapan.

"Terkadang undangan itu direspon, terkadang juga tidak ada respon," ungkapnya.

Ia melanjutkan, pernah dijawab dan memberi alasan tidak bisa hadir namun saat diminta jadwal wawancara ulang, kembali pihaknya tak mendapat respons

"Pernah menjawab bahwa tidak bisa karena jadwal, dan kemudian kami selalu menawarkan agar wawancara diatur menyesuaikan waktu dengan agenda Pak Terawan," lanjutnya.

Baca: Najwa Shihab Sentil Pejabat yang Tersindir Kritikan Humor, Singgung Kekuasaan Tak Bisa Ditertawakan

Baca: Update Covid-19 di Sulawesi Tengah Selasa, 29 September 2020: Ada Tambahan 9 Kasus Positif

Baca: Guru dan Dosen Bakal Menjadi Golongan Pertama yang Dapat Suntik Vaksin Covid-19

Najwa memaparkan, ada sejumlah alasan mengapa diperlukan kehadiran pejabat negara untuk menjelaskan kebijakan yang berimbas kepada publik.

"Mengundang dan atau meminta pejabat untuk menjelaskan kebijakan yang diambilnya adalah tindakan normal di alam demokrasi. Jika tindakan itu dianggap politis, penjelasannya tidak terlalu sulit," ungkapnya.

Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto
Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto (Covid19.go.id)

Pertama, jika “politik” diterjemahkan sebagai adanya motif dalam tindakan, maka undangan untuk Menkes Terawan memang politis. Namun tak selalu yang politik terkait dengan partai atau distribusi kekuasaan. Politik juga berkait dengan bagaimana kekuasaan berdampak kepada publik.

"Kami tentu punya posisi berbeda dengan partai karena fungsi media salah satunya mengawal agar proses politik berpihak kepada kepentingan publik," tutur Najwa.

Baca: Najwa Shihab Menanti Terawan, Pengamat: Kita Tak Bisa Harapkan Menkes, Langsung ke Presiden Saja

Kedua, setiap pengambilan kebijakan diasumsikan adalah solusi atas problem kepublikan.

Siapa pun bisa mengusulkan solusi, namun agar bisa berdampak ia mesti diambil sebagai kebijakan oleh pejabat yang berwenang, dan mereka pula yang punya kekuasaan mengeksekusinya.

Menteri adalah eksekutif tertinggi setelah presiden, dialah yang menentukan solusi mana yang diambil sekaligus ia pula yang mengeksekusinya.

Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto di dampingi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat melakukan kunjungan kerja di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang, Jumat (24/06/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)
Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto di dampingi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat melakukan kunjungan kerja di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang, Jumat (24/06/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) (TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Ketiga, tak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganan pandemi.

Selama ini, penanganan pandemi terkesan terfragmentasi, tersebar ke berbagai institusi yang bersifat ad-hoc, sehingga informasinya terasa centang perenang.

"Kami menyediakan ruang untuk membahasakan kebijakan penanganan pandemi ini agar bisa disampaikan dengan padu. Bedanya, media memang bukan tempat sosialisasi yang bersifat satu arah, melainkan mendiskusikannya secara terbuka," jelasnya.

Keempat, warga negara wajib patuh kepada hukum, tapi warga negara juga punya hak untuk mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh negara.

Warga boleh mengajukan kritik dalam berbagai bentuk, bisa dukungan, usulan, bahkan keberatan.

"Publik perlu menyimak paparan rencana pemerintah untuk mengatasi pandemi yang telah berlangsung selama 6 bulan ini," kata dia.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan