Pernikahan Kaesang dengan Erina Gudono
Jelang Nikah, Hari Ini Kaesang dan Erina Akan Jalani Prosesi Siraman dan Adat Pasang Bleketepe
Jumat 9 Desember 2022 hari ini, hari kedua Kaesang dan Erina Gudono menjalankan prosesi adat. Keduanya jalani siraman dan pasang bleketepe.
Editor:
Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Sehari lagi Kaesang dan Erina Gudono akan menikah. Jelang hari bahagianya, keduanya menjalani rangkaian acara adat.
Jumat 9 Desember 2022 hari ini, hari kedua Kaesang dan Erina Gudono menjalankan prosesi adat.
Baca juga: Mantan Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo akan Antar Air Siraman untuk Kaesang Pangarep ke Solo
Jika sebelumnya, Kaesang dan Erina Gudono sama-sama menggelar acara pengajian di kediaman masing-masing, jari ini ini keduanya akan menjalani siraman.
Diketahui, rangkaian pernikahan Kaesang dan Erina sudah dimulai sejak 8 Desember 2022 kemarin.
Selain semaan Alquran dan pengajian, prosesi berlanjut pasang bleketepe tuwuhan dan siraman pengantin putri.
Seluruh rangkaian acara tersebut dilangsungkan di rumah Erina Gudono di Dusun Purwosari RT 03/ RW 59 Sinduadi, Mlati, Sleman dan di kediaman Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sumber Solo.
Air Siraman Sudah Diantar
Menjelang prosesi siraman hari ini, air siraman untuk Kaesang Pangarep dikirimkan ke Solo usai pengajian di rumah Erina Gudono, Kamis (08/12/2022).
Air siraman tersebut berasal dari tujuh sumber mata air, termasuk dari rumah Erina dan Kaesang.
Baca juga: Sosok Kusir Kereta Pengantin Kaesang-Erina Ternyata Seorang Polisi, Berikut Asal Usulnya
Dua orang ditunjuk untuk mengirimkan air siraman tersebut, yaitu tetua lingkungan, Sri Roso Sudarmo dan Hendra Prasojo.
Sri Roso Sudarmo mengatakan mewakili keluarga Sofiatun Gudono dan keluarga besar, ia akan datang ke calon besan, Joko Widodo di Solo.

"Untuk keperluan mengantarkan sarana untuk melengkapi tata cara siraman, yaitu tirta purwitasari yang kan digunakan untuk siram calon manten pria, Kaesang Pangarep putra bapak Joko Widodo," katanya usai menerima air siraman, Kamis (08/12/2022).
Tak hanya air, utusan keluarga Erina juba meminta potongan rambut Kaesang.
Baca juga: Erina Gudono Mengikuti Pengajian Setelah Semaan Al Quran
"Juga, meminta potongan rambut calon penganten putra yang nantinya akan ditanam di rumah ini (rumah Erina Gudono), bersamaan dengan potongan rambut calon pengantin putri," sambungnya.
Mantan Bupati Bantul tersebut juga memohon doa, agar tugas yang diberikan dapat dilaksanakan dengan lancar dan terhindar dari halangan.
Terpisah, Owner Wedding Organizer Pengantin Production, Dani Wigung mengungkapkan acara semaan Alquran dan pengajian berjalan lancar. Setelah ini, ia akan melakukan penataan tempat untuk siraman.
"Malam ini reset untuk dekorasi dan penataan tempat, siraman calon pengantin putri jam 09.00, begitu pula di Surakarta mas Kaesang juga akan siraman jam 9. Sumber air yang digunakan untuk siraman mbak Erina dan mas Kaesang sama,"ungkapnya.
Beda Prosesi Siraman
Meski sama-sama menkalani prosesi siraman dan midodareni dalam adat Jawa Kaesang dan Erina akan melakukan prosesi siraman yang berbeda.
Sebab, keduanya berasal dari dua wilayah berbeda. Kaesang dari Solo. Sedangkan Erina dari Yogyakarta.
Baca juga: 7 Sumber Mata Air yang Digunakan untuk Prosesi Siraman Kaesang Pangarep
"Yang di Jogja, (adat) Jogja, yang di Solo, (adat) Solo. Siraman saya pakai Solo, midodareni saya juga pakai Solo. Dari keluarga Erina Jogja. Prosesi nanti akad terus panggih, setelah itu resepsi kecil untuk foto-foto yang hadir di sini (Pendopo Royal Ambarrukmo), kan kebetulan juga cuma hanya 150 undangan di sini," kata Kaesang Pangarep.
Apa bedanya Siraman Yogyakarta dan Siraman Solo?
Dalam adat Jawa, pernikahan terbagi menjadi dua yakni Keraton Surakarta, Solo dan pernikahan adat Keraton Yogyakarta.
Seperti yang dilakukan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono, karena keduanya berasal dari dua kota berbeda, maka pasangan ini pun harus mengikuti adatnya masing-masing.
Memang secara garis besar prosesi upacaranya terlihat sama.
Namun, cara dan rinciannya pun bisa sepenuhnya tidak sama.
Rangkuman Tribunjogja.com dari berbagai sumber, prosesi siraman dalam adat Keraton Surakarta berjumlah sembilan, yang bermakna agar kita mengenang keluhuran Wali songo.
Baca juga: Jenderal Andika Perkasa Cek Pengamanan Lokasi Pernikahan Kaesang-Erina, Penampilannya Jadi Sorotan
Jelang pernikahan, Kaesang Pangarep mengaku sudah tidak sabar akan satu rumah dengan Erina Gudono. (Instagram @kaesangp)
Sedangkan pada adat Keraton Yogyakarta siraman berjumlah tujuh yang memiliki makna pitulung yang artinya dapat memberikan pertolongan.
Pada prosesi adat Keraton Surakarta, setelah upacara siraman selesai dilanjut dengan upacara dodol dawet.
Dodol dawet ini artinya jual dawet yang merupakan simbol dari kata kemruwet, bermakna agar pada saat pesta pernikahan jumlah tamu yang hadir akan banyak.

Sementara adat Keraton Yogyakarta, hampir sama tetapi ada tambahan seperti tarian edan-edanan atau disebut dengan beksan edan-edanan (tari gila-gilaan) karena seolah-olah tingkah penari layaknya orang gila.
Tarian ini memiliki makna sebagai sarana untuk mengusir bala, roh bergentayangan yang akan mengganggu jalannya upacara panggih.
Ada perbedaan mencolok lainnya ketika malam midodareni dalam adat Solo dan Yogyakarta.
Seperti pernikahan adat Jawa Solo ini saat Malam Midodareni ada tradisi yang dinamakan ‘upacara jual beli kembang mayang’.
Baca juga: Kaesang-Erina Beri Kado Bagi Undangan Semaan Alquran, Seperangkat Alat Ibadah
Sedangkan untuk pernikahan adat Jawa Yogya, kembang Mayang sudah dipersiapkan sejak sore sebelum dilakukanya acara Malam Midodareni.
Kemudian, perbedaan lainnya bisa ditemui pada pelakasanaan Panggih.
Untuk upacara lempar sirih pada pelaksanaan panggih pernikahan adat Jawa Solo dilakukan satu kali pelemparan saja.
Dalam pernikahan adat jawa Yogya mempelai pria harus melempar 4 sirih, dan mempelai perempuannya melempar 3 linting daun sirih.
Rangkaian Siraman
Siraman juga dimaknai secara simbolik bahwa pengantin bertekad untuk berperilaku, bertindak, dan bertutur kata yang bersih dan baik selama menjadi suami istri.
Adapun tata cara siraman pertama adalah menyiapkan air kembang setaman yang digunakan untuk menyiram kedua mempelai.
Baca juga: Kaesang Pangarep dan Erina Gudono Akan Gelar Prosesi Siraman di Solo dan Jogja
Biasanya, air yang digunakan juga berasal dari beberapa tempat yang berbeda.
Selanjutnya, calon pengantin yang sudah mengenakan busana siraman akan dijemput kedua orangtuanya dari kamar.
Calon pengantin akan dituntun untuk ke tempat siraman, yang diiringi para sanak saudaranya.
Setelah kedua calon pengantin siap di tempatnya, acara akan diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh setempat. Kemudian siraman dimulai.
Adapun yang pertama kali menyiramkan air adalah bapak pengantin, kemudian ibunya, lalu diikuti oleh orang-orang yang dituakan.
Pihak terakhir yang menyiram biasanya adalah juru rias atau sesepuh yang telah disepakati.
Pada siraman terakhir, kedua calon pengantin akan dikeramasi dengan beberapa piranti atau ubarampe, yaitu landha merang, santen kanil, air asam.
Calon pengantin juga diluluri tubuhnya dengan konyoh, lalu disiram air lagi hingga bersih.
Acara berikutnya adalah doa bersama, kemudian ditutup dengan penyiraman air kendi yang telah disiapkan kepada calon pengantin.
Makna Adat Pasang Bleketepe

Apa itu bleketepe? Istilah bleketepe diambil dari kata Bale Katapi, Bale artinya tempat, sedangkan Katapi berasal dari kata tapi yang berarti memisahkan kotoran kemudian dibuang.
Dengan kata lain, bleketepe memiliki arti sebuah tempat di mana kotoran dipilah untuk kemudian dibuang.
Bleketepe terbuat dari anyaman daun kelapa yang masih hijau dan kemudian dipasang mengelilingi area pernikahan.
Baca juga: Ketika Jokowi Cek Langsung Persiapan Pernikahan Kaesang-Erina di Pura Mangkunegaran Kamis Malam
Yang bertugas memasang bleketepe adalah ayah dari mempelai wanita. Setelah bleketepe terpasang, artinya calon pengantin sudah siap melanjutkan ke prosesi siraman dalam adat Jawa.
Lantas, apakah makna dari bleketepe sebagai dekorasi penting dalam pernikahan Jawa?
Simak 5 makna pemasangan bleketepe dalam pernikahan adat Jawa berikut ini.
1. Simbol mulainya hajatan pernikahan pada adat Jawa
Bleketepe yang dipasang pada bagian depan rumah bermakna sebagai kesiapan keluarga memulai rangkaian hajat mantu.
Bleketepe dipasang oleh ayah dari mempelai wanita, pemasangan bleketepe dilakukan di kediaman calon mempelai wanita.
Daun kelapa yang dipakai harus yang masih berwarna hijau muda, kemudian dianyam dengan besar rata-rata 50 cm x 200 cm.
Kalau biasanya janur kuning melengkung dipasang di sekitar tempat acara pernikahan, bleketepe bersifat lebih personal karena dipasang di kediaman mempelai wanita dan merupakan ciri khas adat Jawa.
2. Orang tua dan calon pengantin menyucikan diri
Sesuai dengan namanya, pemasangan bleketepe ini juga merupakan ajakan orang tua serta calon pengantin kepada para tamu undangan maupun kepada siapapun yang terlibat dalam prosesi pernikahan ini untuk menyucikan diri.
Setiap tamu yang datang dan masuk ke dalam tempat pernikahan yang sudah dikelilingi bleketepe diharapkan akan bersih secara lahir maupun batin.
Sehingga seluruh area hajatan pun penuh dengan kesucian, karena seluruh kotoran telah dipilah dan dibuang.
3. Lokasinya sudah suci
Selain simbol mulainya hajatan mantu, pemasangan bleketepe juga bertujuan untuk menyucikan lokasi yang dipakai untuk hajatan.
Tentunya dalam pernikahan manapun, lokasi yang sudah susah payah dipilih diharapkan bisa mendukung pada hari acara pernikahan.
Baca juga: VIDEO Pesta Rakyat Pernikahan Kaesang Pangarep - Erina Gudono Akan Diramaikan Ribuan Relawan Jokowi
Lokasi pernikahan merupakan elemen penting dalam pernikahan, bahkan biasanya yang paling pertama dipersiapkan calon pengantin.
Maka dari itu, prosesi penyucian lokasi pernikahan dengan memasang bleketepe sangat penting untuk memulai segala rangkaian pernikahan adat Jawa.
4. Tolak bala
Pemasangan bleketepe, selain bertujuan untuk kesucian, juga sebagai cara untuk menolak kesialan atau bala.
Memasang bleketepe juga bisa jadi doa agar acara pernikahan berjalan lancar serta terbebas dari segala hal jahat dan buruk.
Dalam adat Jawa, bleketepe dipercaya bisa menghindarkan calon pengantin dan keluarga dari segala marabahaya dan niatan jahat, baik yang kelihatan maupun tidak.
Jangankan pada hari pernikahan, pada saat sehari-hari saja segala bentuk bala diharapkan sejauh mungkin.
Terlebih lagi, pada hari besar dan penting bagi calon pengantin ini.
Pernikahan sejatinya hanya dilakukan sekali seumur hidup, alangkah indahnya kalau bisa sesempurna mungkin, bukan?
5. Pernikahan yang bahagia dan mulia
Bleketepe tidak dipasang tanpa ubo rampe lainnya.
Di sekitar bleketepe biasanya dipasang juga hiasan-hiasan seperti janur, daun alang-alang, daun opo-opo dan pisang raja. Hiasan-hiasan ini pun memiliki makna mendalam.
Janur kuning melambangkan cita-cita yang tinggi, sementara daun alang-alang sebagai simbol rintangan, dan daun opo-opo merupakan harapan agar tidak terjadi hal buruk selama prosesi pernikahan maupun kehidupan mendatang.
Selain itu, dua tundun pisang raja yang masak memiliki makna pengantin dapat diberikan kemakmuran dan kemuliaan seperti raja.
Pisang yang digunakan haruslah pisang raja, tidak boleh diganti dengan yang lain, agar hiasan bleketepe ini tidak kehilangan makna dan artinya.
Satu elemen dalam prosesi pernikahan adat Jawa saja memiliki makna dan maksud yang mendalam seperti ini.
Bayangkan betapa berharganya setiap prosesi pernikahan adat Jawa secara menyeluruh.
Di dalam setiap tahap terselipkan pula doa serta harapan yang besar bagi calon pengantin.
Jadi, memang bukan tanpa alasan generasi sebelumnya berharap kita bisa melestarikan adat dan kebudayaan nenek moyang kita.
(Tribun Jogja/TribunSolo)