Wisata Sumut
Tip Top Restaurant, Berdiri Sejak 1929 di Kota Medan, Rahasianya Terletak pada Mesin Tua
Tip Top menggunakan tungku api untuk membuat kue dan roti. Kayu bakar yang digunakan tidak sembarangan demi menghasilkan aroma dan cita rasa jempolan.
Penulis:
Deodatus Pradipto
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Deodatus Pradipto
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Seperti arti namanya, Tip Top Restaurant, Bakery & Cake Shop benar-benar menjaga kesempurnaan mereka.
Berdiri sejak sebelum Indonesia merdeka, Tip Top tidak pernah meninggalkan cara mereka dalam menciptakan kuliner kelas atas.
Tip Top berdiri sejak 1929 di Jalan Pandu, Medan, Sumatera Utara. Ketika itu masih menggunakan nama Jang Kie, sesuai nama pemiliknya.
Jang Kie kemudian pindah ke Jalan Kesawan (sekarang Jl. Ahmad Yani) dan berganti nama menjadi Tip Top.
Bangunan yang digunakan Tip Top saat ini dulu merupakan kantor Kongsi Dagang Tiongkok di Medan.
“Dalam bahasa Inggris artinya sempurna. Pada jaman kependudukan Jepang sempat kembali berganti menjadi Jang Kie karena nama Tip Top dianggap kebaratan,” jelas Didrikus Kelana yang saat ini mengelola Tip Top kepada tim Tour de Sumatera.

Pengelola Tip Top saat ini, Didrikus Kelana. (Tribunnews/Deodatus)
Didrikus Kelana, yang menyebut dirinya sebagai Kus merupakan generasi ketiga yang mengelola Tip Top.
Jang Kie masih memiliki hubungan saudara dengan kakek Kus.
Kus meneruskan tongkat estafet dari ayahnya. Sejak berdiri, Tip Top tetap mempertahankan cara mereka menyediakan masakan, kue, serta roti.
Tip Top menggunakan tungku api untuk membuat kue dan roti. Kayu bakar masih digunakan sebagai sumber api. Kayu bakar yang digunakan tidak sembarangan demi menghasilkan aroma dan cita rasa jempolan.
Untuk membuat es krim, Tip Top masih menggunakan mesin pembuat es krim yang digunakan sejak 1934. Kus menuturkan resep dan cara mengolah bahan juga tidak berubah sejak 1934.
“Ada satu yang tidak bisa disamakan oleh kue yang dibuat dengan alat jaman sekarang, yaitu aroma kayu bakar.
Tekstur kue sekarang lebih lembek, sedangkan tekstur kue kami lebih keras,” tutur Kus.
Kus kemudian merekomendasikan kami tiga buah es krim yang menjadi andalan Tip Top, yaitu Moorkop, Carmen, dan Ystaart.
Kus menantang kami untuk menemukan perbedaan antara es krim buatan Tip Top dengan es krim jaman sekarang.
Menurut Kus, es krim jaman sekarang lebih banyak menggunakan krim. Di Tip Top, mereka masih menggunakan slagroom (sekarang dikenal sebagai whip cream, red) yang dibuat dari susu murni tanpa pengawet. Alat untuk membuat slagroom itu digunakan sejak 1934.
Suatu kali mesin pembuat es krim itu mengalami gangguan. Kus sampai berburu ke kawasan Glodok, Jakarta untuk mencari suku cadang.
Seorang petugas toko kemudian tertawa karena heran Kus masih menggunakan mesin pembuat slagroom.
“Saya punya teman orang Amerika Serikat. Dia sangat mengerti es krim dan dia bilang es krim saya memiliki cita rasa Perang Dunia II.
Lalu ada orang India yang bilang kalau kami mungkin satu-satunya yang masih pakai mesin slagroom,” ungkap Kus.
Ada alasan kuat Kus mempertahankan mesin-mesin tuanya untuk membuat es krim dan kue.
Menurut Kus, jika resepnya dibuat dengan mesin jaman sekarang, maka akan menghasilkan rasa yang berbeda.
Dia mencontohkan kue moorkop merupakan makanan yang sangat langka, termasuk di negara asalnya, Belanda.
Suatu kali pernah ada wisatawan Belanda yang datang ke Tip Top dan menemukan moorkop di dalam buku menu.
“Mesin untuk membuat moorkop itu unik dan tidak sembarangan mixer bisa membuat adonannya. Kalau resep kami dibuat dengan mesin jaman sekarang, rasanya akan berbeda,” kata Kus yang sebelumnya tinggal di Jakarta.
Untuk masakan, Tip Top menyediakan masakan Barat, Indonesia, dan Oriental. Menu andalan Tip Top antara lain Bistik Lidah Sapi dan Nasi Goreng Spesial. Koki yang bertugas memasak masakan di Tip Top sekarang merupakan generasi ketiga dari koki pertama.
Tip Top tak lekang dimakan waktu. Namanya sangat tersohor dan disebut sebagai satu dari tiga restoran terbaik di seluruh Indonesia oleh sebuah surat kabar.
Menurut Kus, banyak orang yang datang kepada dirinya bermaksud menawarkan rekanan.
Mereka ingin membuka cabang Tip Top di sejumlah daerah.
“Banyak yang ingin franchise, tapi kami menolak karena kami ingin mempertahankan nilai sejarah. Kedua, kami ingin mempertahankan nilai orisinalitas,” ungkap Kus.