Wisata Aceh
Menenteng Tas Khas Aceh, Unik dengan Sentuhan Etnik
Tribun Travel berkesempatan menyambangi langsung salah satu sentra pembuatan tas etnik Aceh yang berada di kawasan Samahani, Aceh Besar.
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Tas dan perempuan menjadi dua hal yang tak terpisahkan.
Membeli dan mengoleksi tas menjadi kebutuhan dan mempunyai prestisse tersendiri.

Tas etnik khas Aceh. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Bagi anda penyuka wisata belanja, tak ada salahnya menambah koleksi fashion item yang bertema etnik.
Unik. Itulah satu kata yang melekat pada produk yang mengusung tema ini.
Indonesia yang mempunyai keragaman suku menawarkan rupa-rupa produk dengan sentuhan etnik dari daerahnya masing-masing.
Tak terkecuali Aceh, provinsi ujung barat nusantara.
Tribun Travel berkesempatan menyambangi langsung salah satu sentra pembuatan tas etnik Aceh yang berada di kawasan Samahani, Aceh Besar.
Sekitar 25 meter dari ibukota Provinsi Aceh. Sentra industri yang dipawangi oleh Dewan Kesenian Nasional Daerah (Dekrasda) kabupaten setempat itu membina 25 pengrajin.
Rata-rata setiap harinya seorang pengrajin menghasilkan 1 buah tas. Selain dipasarkan, tempat ini juga menerima pesanan sesuai dengan jumlah dan motif model tas sesuai keinginan pemesan.
Setiba di lokasi mata Tribun Travel langsung menyapu deretan tas yang terpajang di etalase Dekranasda Aceh Besar. Ada bermacam model yang dipajang seperti tas ransel, tas, sandang, dan tote bag yang tersedia dalam berbagai ukuran pula.
Menariknya meskipun mengangkat tema etnik, namun tas khas Aceh juga menawarkan model dan motif bagi mereka yang berjiwa muda. Pengrajin pun terlihat berani bermain warna.
Sebut saja sentuhan hijau tosca dan pink fanta yang memburatkan kesan ceria.
Warna klasik seperti warna dasar hitam yang ditimpa kuning keemasan tak lagi mendominasi. Dua warna yang menjadi simbol adat daerah itu.
Meskipun demikian, pengelola tetap mempertahan motif bordiran yang menjadi ciri khas tas Aceh.
Sebut saja motif pintu Aceh, pucuk rebung, dan motif bungong kupula (bunga khas Aceh).
Bahannya pun berbeda-beda seperti kain terpal, sintetis, dan prada. Proses pembuatannya dimulai dengan membuat pola, memotong kain, membordir, dan kemudian finishing. Untuk harga pun tak terbilang mencekik kantong.
Sebuah tas dibanderol mulai harga Rp 40 ribu – Rp 200 ribu saja.
“Itulah keuntungan kalau beli langsung ke pengrajin, sebab kalau di pasar harganya tentu lebih mahal.
Keuntungan lainnya di sini bisa pesan motif, warna, dan model sesuai keinginan. Jumlahnya tidak dibatasi,” terang Kak Ros, salah seorang pengelola Dekranasda Kabupaten Aceh Besar.
Bagi anda pelancong yang tak berkesempatan menyambangi langsung pengrajinnya, tak perlu berkecil hati.
Anda tetap bisa menenteng tas etnik Aceh sebagai oleh-oleh. Cukup mendatangi toko-toko souvenir yang bertebaran di sepanjang Jalan Sri Ratu Safiatuddin, Peunayong, Banda Aceh.
Dekranasda Aceh Besar sendiri berdiri sejak tahun 2008 di bawah ketua Dekranada setempat. Hasil karya tangan pengrajin yang juga warga setempat sudah menjajal pameran.
Seperti baru-baru ini tas etnik Aceh mejeng di Pekan Raya Jakarta (PRJ). Indonesia menyimpan khazanah seni budaya dengan keragaman etnik yang berdiam di dalamnya.
Sebuah potensi yang mempunyai nilai jual yang tak dimiliki negara lain. Saatnya kita menghargai karya anak bangsa sendiri, dimulai dari memakai produk dalam negeri. Menenteng tas etnik, kenapa tidak?