Menembus Antrean Menuju Wisata Ikonik Rio de Janeiro yang Tak Pernah Sepi
Patung Kristus sendiri berdiri megah setinggi 38 meter dengan lengan terentang seperti memeluk seluruh kota Rio De Jenerio.
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, RIO DE JANEIRO – Terik matahari tak menyurutkan ribuan wisatawan untuk mengantre demi satu tujuan. Yakni, berdiri di kaki sang raksasa batu yang membentangkan tangan di puncak Gunung Corcovado, Patung Kristus Penebus alias Cristo Redentor.
Setibanya di stasiun Trem do Corcovado, antrean sudah mengular. Dua jam lebih berdiri, bergeser sedikit demi sedikit, hanya untuk masuk ke dalam kereta bergigi atau cog train yang membawa pengunjung naik ke puncak bukit.
Baca juga: Tiba di Rio de Janeiro, Prabowo Terharu Terima Buket Bunga Dari Anak Diaspora Indonesia di Brasil
Tiket seharga R$130 atau sekitar Rp420 ribu per orang, seolah tak menghalangi antusiasme ribuan wisatawan dari berbagai negara.
Meski padat, perjalanan naik kereta ini tak bisa dibilang membosankan. Sepanjang jalur menanjak, jendela kereta menawarkan pemandangan Rio de Janeiro yang menawan.
Hamparan hutan tropis Tijuca Forest, atap-atap berwarna dari favela yang menggantung di lereng, hingga kilau laut biru yang menyembul di kejauhan.
Begitu tiba di atas, perjuangan belum selesai. Pengunjung masih harus menaiki tangga setinggi hampir 220 anak tangga untuk mencapai kaki patung.
Beberapa memilih naik eskalator atau lift yang disediakan, tapi tetap, harus sabar mengantre.
Sesampainya di pelataran patung, pemandangan 360 derajat kota Rio membuat seluruh lelah terbayar. Dari ketinggian 700 meter, terlihat Pantai Copacabana, Gunung Sugarloaf, dan stadion legendaris Maracana di kejauhan.
Patung Kristus sendiri berdiri megah setinggi 38 meter dengan lengan terentang seperti memeluk seluruh kota.
Namun, bersiaplah untuk berebut spot foto. Lahan sempit di pelataran sering kali penuh sesak, dan tidak jarang pengunjung harus berbaring di lantai demi mengambil angle foto terbaik.
Turis yang ingin ke toilet pun harus mengantre panjang, hampir seperti antre masuk konser. Dan saat waktu kunjungan habis, antrean menuju kereta pulang tak kalah menyita waktu bisa mencapai satu jam lebih hanya untuk kembali ke bawah.
Cristo Redentor bukan sekadar monumen religius, melainkan ikon global. Bagi banyak orang, momen berdiri di bawah lengannya yang terentang adalah pengalaman spiritual tersendiri, meski penuh peluh dan antrean.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.